Monday, June 25, 2012

IWAN SIMATUPANG

IWAN SIMATUPANG



Nama :
Iwan Maratua Dongan Simatupang

Lahir :
Sibolga, Sumatera Utara,
18 Januari 1928

Wafat :
Jakarta, 4 Agustus 1970

Pendidikan :
HBS di Medan,
sekolah kedokteran (NIAS),Surabaya,
Jurusan Antropologi Fakulteitder Letteren, Rijksuniversiteit Leiden (Belanda),
Jurusan Filsafat Barat Universitas Sorbonne (Perancis)

Karya Tulis :
Petang ditaman - dramasebabak (1966),
Merahnja merah - novel (1968),
Kering - novel (1972),
Drought - tejemahanj. HarryAveling (1978),
Kooong: kisah tentang seekorperkutut (1975),
Tegak lurus dengan langit :lima belas cerita pendek(1982),
Ziarah - novel (1983),
The Pilgrim – terjamahan Harry Aveling (1975),
Ziarah - terjemahan bahasaPerancis (1989),
Surat-surat politik IwanSimatupang, 1964-1966 (1986),
Poems - selections (1993)
Square moon, and three other short plays - terjemahan. John H. McGlynn (1997),
Ziarah malam: sajak-sajak 1952-1967 - penyunting: Oyon Sofyan, S. Samsoerizal Dar, catatan penutup, Dami N. Toda (1993),
Kebebasan pengarang dan masalah tanah air: esai-esai Iwan Simatupang, editor, Oyon Sofyan, Frans M.Parera (2004),
RT Nol / RW Nol - drama satubabak,

Penghargaan :
Mendapat beasiswa dariSTICUSA untk belajarantropologi di Fakulteit derLetteren, Rijksuniversiteit,Leiden (Belanda) dan FilsafatBarat Universitas Sorbonne, Paris (Perancis),
Merahnya Merah (1968)mendapat hadiah sastraNasional 1970,
Ziarah (1970) mendapathadiah roman ASEAN terbaik1977.

-----


Bernama lengkap Iwan Maratua Dongan Simatupang, dilahirkan di Sibolga, Sumatera Utara, 18 Januari 1928. Masuk Fakultas Kedokteran di Surabaya pada tahun 1953. Kemudian, akhir 1954 dia menuju Amsterdam, Belanda untuk belajaratas beasiswa Sticusa (Stichting voor Culturele Samenwerking), bidang antropologi di Fakulteit der Letteren, Rijksuniversiteit, Leiden, lalu masuk jurusan Filsafat Barat Universitas Sorbonne, Paris, Perancis.

Ketika di Belanda, sejak 1955 sampai 1958, Iwan giat menulis di majalah Gajah Mada, terbitan Yogyakarta. Artikelnya mencakup esai sastra, drama, film, seni rupa, juga ihwal kebudayaan pada umumnya. Selama studi Antropologi danSosiologi di Amsterdam, Iwan pun mengarang drama. Tahun 1957 lahir dramanya berjudul Buah Delima dan Bulan Bujur Sangkar. Tahun berikutnya, dia tulis drama Taman. Saat diterbitkan drama itu diberi judul Petang di Taman.

Iwan pernah menjadi guru, wartawan, pengarang cerpen dan puisi, selain menulis esai, drama dan novel. Puisinyapertamanya dipublikasikan berjudul Ada Dukacarita di Gurun, dimuat majalah Siasat edisi 6 Juli 1952. Sajaknya yang lain adalah Ada Dewa Kematian Tuhan, Apa kata Bintang di Laut, dan Ada Tengkorak Terdampar di PulauKarang. Puisi-puisi itu dimuat di majalah Siasat Baru edisi 30 Desember 1959. Selanjutnya, judul-judul cerpen Iwanadalah Monolog Simpang Jalan, Tanggapan Merah Jambu tentang Revolusi, Kereta Api Lewat di JauhaI, Patates Frites, Tunggu Aku di Pojok Jalan Itu, Tegak Lurus dengan Langit, Tak Semua Tanya Punya Jawabdan lain-lain.

Sebagai wartawan Iwan menulis banyak sketsa tentang orang-orang tersisih terpinggirkan. Misalnya, Iwan menulis dikolomnya itu, Oleh-oleh untuk Pulau Bawean, Prasarana; Apa Itu Anakku?, Aduh… Jangan Terlalu Maju, Atuh!, Husy! Geus! Hoechst!, Di Suatu Pagi, Seorang Pangeran Datang dari Seberang Lautan, dan Dari TepiLangit yang Satu ke Tepi Langit yang Lain.

Kritikus sastra menyebut karyanya sebagai avant garde terhadap buah pena Iwan. Iwan sendiri menyebut dirinya manusia marjinal, manusia perbatasan. Dalam novelnya Ziarah, Merahnya Merah, Kering dan Koong, juga pada drama-dramanya, Petang di Taman, RT 0 RW 0, maupun Kaktus dan Kemerdekaan, begitu pula dalam cerpen-cerpennya, para tokohnya terkesan berkelakuan aneh, tidak rasional.

Iwan mendapat hadiah penghargaan untuk cerita pendeknya dalam Erwin Gastilla di Filipina, dan hadiah untuk karya non fiksi dari Mrs. Judi Lee dari Singapura. Tokoh-tokoh dalam cerita Iwan adalah manusia terpencil, kesepian, terasing, dilanda tragedi, perenung, dan cenderung murung.

Tokoh-tokoh dalam karyanya menurut Iwan sendiri adalah manusia perbatasan, manusia eksistensialisme. Makanya, ada beberapa kalangan penikmat karya-karya Iwan, menilai karangan-karangan Iwan sulit dicerna. Karangan-karangan Iwan bertokoh manusia-manusia yang tidak masuk akal atau manusia aneh. Dalam drama Petang di Taman yang liris puitis,misalnya, tokoh-tokohnya seperti berkata pada dirinya sendiri, berfilsafat, dan putus komunikasi dengan orang lain, atau lingkungannya. Tapi, di sinilah kekhasan karya Iwan, yang membedakannya dengan karya-karya para pendahulunya.

(Dari Berbagai Sumber)


Sumber
http://www.tamanismailmarzuki.com/tokoh/iwansimatupang.html

No comments:

Post a Comment