Demi Kemaslahatan Masyarakat Lokal, PLPI Minta Tutup Proyek Geothermal Sarulla
Jika pemerintah tidak mampu memastikan perlakuan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat lokal, maka sebaiknya proyek Geothermal Sarulla yang berlokasi di Pahae (Kab Tapanuli Utara, Sumatera Utara) segera ditutup.
Demikian dikatakan Ketua Umum Majelis Pusat Persatuan Luat Pahae Indonesia (MPP-PLPI). Dr Hulman Sitompul, SpOG kepada media belum lama ini di Medan. Menurutnya, dalam setiap proyek serupa selalu dikhawatirkan tiga jenis potensi kejahatan sekaligus, yakni kejahatan kemanusiaan, kejahatan lingkungan dan kejahatan keuangan yang ketiga-tiganya terindikasi telah, sedang dan akan terjadi di Pahae.
Sampai sat ini prinsip-prinsip kelestarian lingkungan dan regulasi lainnya sudah banyak dilanggar. Baik pemerintah (lokal dan Provinsi) maupun investor tidak pernah mau jujur kepada masyarakat. Akibatnya masyarakat sampai saat ini belum tahu resiko lingkungan apa saja yang sedang mengancam mereka dan pemerintah bersama investor cenderung menganggap ketidak-tahuan masyarakat itu sebagai keuntungan besar.
Sejak masa pra-konstruksi masyarakat sudah dikorbankan. Lahan milik mereka dihargai tidak sepantasnya dan musyawarah-mufakat diabaikan. Kecenderungan bahaya lebih besar sedang mengancam masyarakat lokal baik dari segi ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan hidup.
Oleh karena itu Majelis Pengurus Pusat Persatuan Luat Pahae Indonesia (MPP-PLPI) menyerukan penghentian proyek geothermal Sarulla.
Perbandingan
Dari pengalaman proyek-proyek serupa di Indonesia akurasi penilaian dan pengawasan AMDAL oleh pemerintah maupun investor selalu lemah yang mengakibatkan kerugian besar bagi rakyat. Konon proyek serupa di Dieng-Bedugul, Bali (Juni 2007 lalu) pernah menabur bencana. Salah satu pipa meledak mengakibatkan luka bakar serius gangguan sesak napas bagi rakyat.
Dari pengalaman proyek-proyek serupa di Indonesia akurasi penilaian dan pengawasan AMDAL oleh pemerintah maupun investor selalu lemah yang mengakibatkan kerugian besar bagi rakyat. Konon proyek serupa di Dieng-Bedugul, Bali (Juni 2007 lalu) pernah menabur bencana. Salah satu pipa meledak mengakibatkan luka bakar serius gangguan sesak napas bagi rakyat.
Pipa itu berdiameter 36 cm, berisi air mendidih sekitar 100 derajat Celsius. Bukan hanya itu penderitaan rakyat Dieng. Hutan yang dulunya lebat menjadi gundul. Walaupun ditanami dengan tanaman sayuran, tatapi pada musim hujan areal perbukitan itu rawan longsor.
Di semua proyek serupa telah terjadi dampak serius berganda, di antaranya menurunnya kualitas udara dan air tanah, meningkatnya bising dan getaran, menurunnya sifat fisik dan kimia tanah, menurunnya stabilitas tanah, meningkatnya erosi dan sedimentasi, terjadinya bahaya longsoran.
Selain itu, terjadinya perubahan tata guna lahan dan hutan, menurunnya kelimpahan & keanekaragaman flora dan fauna, keresahan masyarakat dan gangguan kamtibmas, menurunnya kesehatan masyarakat, ancaman kecelakaan kerja, gangguan transportasi dan bahaya listrik tegangan tinggi secara massal. Secara empirik ancaman-ancaman tersebut telah terjadi di Pahae.
Menilik sejarah berliku proyek geothermal Sarulla yang dimulai sejak tahun 1993 sampai sekarang, secara makro proyek ini mengandung masalah besar. Negara telah gagal menciptakan iklim usaha yang baik untuk membesarkan peluang memakmurkan negeri ini.
Proyek serupa mestinya secara konsisten dipandang sebagai pol pemanfaatan Sumber Daya Alam berkategori potensi ekonomi tinggi yang menjadi comparative advantage dengan Negara-negara lain. Harap difahami bahwa menurut data potensi geothermal Indonesia mencapai 40% dari potensi geothermal dunia yang dengan potensi itu mestinya Indonesia bisa lebih hebat dari negara Islandia yang mengandalkan geothermal.
Hasil Kajian
Menurut Sekretaris Umum MPP-PLPI Shohibul Anshor Siregar selang beberapa waktu lalu organisasi ini telah terlebih dahulu melakukan kajian yang mengarah kepada audit lingkungan. Tim kajian yang dipimpin Prof Dr Harun Sitompul beranggotakan pengurus lainnya (Huminsa Sitompul, Marali Sitompul, Lamsiang SH dan Marali Pasaribu) itu telah mendapatkan informasi yang luas dari berbagai pihak, baik masyarakat lokal, pengemuka masyarakat dan politisi lokal.
Menurut Sekretaris Umum MPP-PLPI Shohibul Anshor Siregar selang beberapa waktu lalu organisasi ini telah terlebih dahulu melakukan kajian yang mengarah kepada audit lingkungan. Tim kajian yang dipimpin Prof Dr Harun Sitompul beranggotakan pengurus lainnya (Huminsa Sitompul, Marali Sitompul, Lamsiang SH dan Marali Pasaribu) itu telah mendapatkan informasi yang luas dari berbagai pihak, baik masyarakat lokal, pengemuka masyarakat dan politisi lokal.
Kajian ini diakui Shohibul dilakukan karena kegagalan memperoleh dokumen AMDAL dari pemerintah maupun pihak investor. Amat terkesan mereka ingin masyarakat tidak tahu apa dan bagaimana proyek itu, tegas Shohibul.
Ketua Tim Kajian Prof Dr Harun Sitompul bahkan menengarai bahwa harapan baru mengatasi krisis energi listrik nasional khususnya untuk Sumatera Bagian Utara, sekaligus mendukung kebijakan pemerintah dalam usaha diversifikasi energi sembari mengurangi konsumsi BBM melalui pemanfaatan SDA sebagai potensi ekonomi tinggi dikhawatirkan akan menemukan kegagalan di sini.
MPP-PLPI tidak menafikan bahwa pada tingkat makro seolah-olah tidak ada masalah, bahkan proyek ini dianggap akan menjadi salah satu kebanggaan untuk Pahae, Tapanuli Utara dan Sumatera Utara di tengah krisis energi listrik yang berkepanjangan. Pada tingkat makro juga diharapkan akan menjadi salah satu penyumbang penting bagi pemasukan Daerah dan Negara;
Hanya saja banyak permasalahan dan pertanyaan serius apabila ditilik pada proses pelaksanaan di lapangan, terutama terkait dengan perlakuan terhadap masyarakat, konsistensi terhadap prinsip-prinsip pengelolaan ramah lingkungan, serta antisipasi bertanggung jawab penuh atas resiko lingkungan yang amat potensil mengancam kehidupan masyarakat, baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang,
Dialog-dialog dengan para pihak yang dilakukan dalam proses penerbitan SK Gubernur ini tercatat penuh dengan ketidak-sediaan mendengar aspirasi, merasa benar sendiri serta penyepelean terhadap resiko sosial dan budaya serta lingkungan.
Pertanyaan Mendasar
Pertanyaan Mendasar
Prof Dr Harun Sitompul secara tegas menyatakan sejumlah pertanyaan mendasar dalam proyek geothermal Sarulla. Pertama, ernahkah proyek ini menghitung dengan sungguh-sungguh manfaat dan mudharat yang akan diterima oleh masyarakat di Pahae (lokasi proyek) dan adakah hal itu sudah disampaikan secara baik kepada masyarakat hingga mereka tahu ada resiko di samping keuntungan (bagi mereka dan bagi negara)?
Kedua, apakah karena sifat kontrak karya dengan berbagai perusahaan asing serta-merta akan menghilangkan hak-hak normatif warga negara untuk mengetahui informasi yang patut diperolehnya, misalnya tentang AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)? Dapatkah kami memohon hari ini, dan saat ini, di manakah dan dari pihak manakah kami memperoleh dokumen AMDAL tersebut?
Ketiga, dapatkah kita menghitung secara cermat partisipasi angkatan kerja lokal dalam proyek itu dan bagaimana strategi agar pemahaman masyarakat makin baik terhadap hal-hal yang bukan menjadi keahliannya sehingga tidak akan muncul konflik atas dasar social jeleaous di kemudian hari?
Saya yakin protes masyarakat bisa dengan mudah dipatahkan dengan mobilisasi kekuatan alat-alat pemaksa dan intimidasi. Tetapi bukan itu yang kita ingin saksikan. Cukuplah Porsea menjadi contoh pahit dengan proyek pulpnya yang memicu konflik berdarah itu.
Di berbagai tempat pengalaman menunjukkan bahwa manajemen proyek selalu dengan sukses menerapkan strategi bipolar and segmentary process (politik belah bambu). Di antara cara-cara buruk yang sering dilakukan ialah bahwa kepada para elit tertentu dibagi proyek-proyek yang dapat menjadi benteng pertama untuk setiap perlawanan sosial. MPP-PLPI meminta hal itu jangan sampai terjadi. (HEN)
Sumber:
No comments:
Post a Comment