Liberty Manik
Riwayat Hidup
Liberty Manik (Sidikalang, Sumatra Utara 1924 - 16 September 1993) adalah seorang komponis dan pengajar musik di Institut Seni Indonesia (Yogyakarta). Ia juga dikenal sebagai filolog (ahli bahasa) Batak kuno.
DR.L.Manik
adalah seorang tokoh idealis dan sangat mencintai bangsanya (Indonesia)
dan Sukunya (Batak), untuk mengetahui sekedarnya tentang DR. MAnik kita
baca cuplikan rekannya yang bernama Alfred sbb:
Ketika Alfred ke
Jakarta, Manik kemudian studi ke Jerman. Manik berhasil memperoleh
gelar doktor filsafat dengan magna cum laude di Universitas Frein.
Disertasinya berjudul Das Arabische Tonsysten Im Mittelalter adalah
pengkajian kitab-kitab musik para filsuf muslim seperti Al-Kindi,
Al-Farabi, dan Ihwan al-Safa. "Luar biasa, sayang tak banyak orang tahu
soal itu," kata Alfred.
Liberty Manik, pria berdarah Batak yang
lahir di Sidikalang, Sumatra Utara, meninggal pada 16 September 1993
pada usia 69 tahun. Sepanjang hidupnya, Ia tak hanya menjadi pencipta
lagu, ia juga pengajar musik di Institut Seni Indonesia (Yogyakarta)
yang dikenal sebagai filolog (ahli bahasa) Batak kuno. Ia melakukan
kajian yang mendalam mengenai Gondang, musik khas Batak.
Pendidikan
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar melanjutkan ke sekolah keguruan HIK di Muntilan (Jawa Tengah). Menyelesaikan studi doktor musik di Universitas Berlin (Jerman) dengan predikat cum laude. Disertasinya mengenai musik Arab pada zaman Abad Pertengahan.
Karya
- Lagu Satu Nusa Satu Bangsa
Satu nusa
Satu bangsa
Satu bahasa kita
Tanah air
Pasti jaya
Untuk Selama-lamanya
Indonesia pusaka
Indonesia tercinta
Nusa bangsa
Dan Bahasa
Kita bela bersama
- Desaku
Desaku yang kucinta
Pujaan hatiku
Tempat ayah dan bunda
Dan handai taulanku
Tak mudah kulupakan
Tak mudah bercerai
Selalu kurindukan
Desaku yang permai
Sumber:
http://irfansiswantosblog.blogspot.com/2010/04/liberty-manik.html
_______________________________________________________________________
Liberty Manik, Dari Kampung Huta Manik Pencipta Lagu "Satu Nusa Satu Bangsa"
Oleh: Sarwono HM
Satu
Nusa Satu bangsa, kini menjadi suatu rangkaian kata yang perlu mendapat
perhatian dari seluruh bangsa Indonesia, karena pada saat ini bahaya
terjadinya disintegrasi bangsa Indonesia menjadi makin besar, ditambah
lagi dengan terjadinya kekacauan bernuansa SARA yang sangat jauh
menyimpang dari apa yang tersurat maupun tersirat pada bait-bait lagu
Satu Nusa Satu Bangsa tersebut di atas.
Tidak satupun orang
Indonesia yang tidak pernah menyanyikan lagu Satu Nusa Satu Bangsa atau
paling tidak telah mendengar lagu tersebut dinyanyikan baik secara
langsung pada upacara-upacara resmi maupun melalui media elektronik.
Lagu
Satu Nusa Satu Bangsa ini diciptakan pada tahun 1947 di sebuah rumah
yang tergolong jeron benteng*) Kraton Yogyakarta Hadiningrat, bukan
oleh seorang pangeran ataupun bangsawan Jawa, tetapi oleh seorang
putera bangsa yang dilahirkan di sebuah desa kecil di ujung utara
Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di kampung Huta Manik, Kecamatan
Sumbul, Kabupaten Dairi, 18 kilometer dari ibukota Kabupaten,
Sidikalang.
Ia lahir dengan nama Raja Tiang Manik dari ayah Raja
Patihan Manik dan ibu Salat br. Situmorang. Kelak namanya diubah
menjadi Liberty Manik yang kita semua kenal sebagai pencipta lagu "Satu
Nusa Satu Bangsa" dan "Desaku yang Kucinta".
Jalan hidup pemuda
Liberty, cukup panjang, dimana setelah menyelesaikan studinya di HIS
Sidikalang pada tahun 1940, beliau melanjutkan studinya di HIK
Muntilan, sekolah guru.
Di sini pemuda Liberty berkenalan dengan
Cornel Simanjuntak yang juga telah kita kenal sebagai salah satu
pencipta lagu wajib yang banyak dinyanyikan di Indonesia.
Dengan
masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, HIK Muntilan terpaksa
ditutup dan Liberty muda terpaksa bekerja sebagai pemain biola dan
penyanyi di Semarang Hoyokyooku.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan
Republik Indonesia, Liberty kembali ke Yogyakarta dan pada tahun 1946
melanjutkan studinya disana, dimana bakatnya semakin dikembangkan dan
akhirnya beliau mendirikan kelompok paduan suara dengan nama "Koor
Lagu-lagu Tanah Air", melalui kelompok paduan suara inilah lagu Satu
Nusa Satu Bangsa makin dikenal luas.
Sekitar 1949, Liberty pindah
kembali ke Jakarta dan bekerja di Majalah Arena yang berada di bawah
pimpinan H. Usmar Ismail, dan akhirnya pada tahun 1951 Liberty kembali
ke kampung halamannya, Sumatera Utara dan masih tetap aktif bergiat
dalam kelompok paduan suara di RRI Medan.
Pada tahun 1954 Liberty
mendapat beasiswa dari Lembaga Kerjasama Indonesia-Belanda untuk
memperdalam seni musik di Amsterdam, dimana beliau berhasil lulus dalam
ujian sebagai dirigen koor pada tahun 1955.
Pada tahun 1959,
kembali Liberty mendapat beasiswa kali ini dari Pemerintah Jerman untuk
melanjutkan studinya di Freie Universitat di Berlin Barat dan di sini
beliau berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul "Das
Arabische Tonsystem im mitte letter" dengan predikat Magna Cum Laude
pada tahun 1968.
Setelah berkelana selama + 18 tahun di Eropa,
beliau kembali ke Indonesia dalam rangka menghadiri upacara Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1972.
Setelah menghadiri kegiatan
tersebut, Liberty memanfaatkan kunjungannya ke Indonesia itu untuk
melakukan riset menyelidiki musik-musik di daerah Tapanuli selama 3
bulan antara lain musik Pakpak-Dairi; Toba; Karo dan Mandailing.
Hasil
risetnya diterbitkan di Jerman, sayangnya tidak ada pihak di Indonesia
yang berusaha untuk menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia.
Tahun
1976, Liberty kembali ke Indonesia dan bekerja di DGI hingga akhir
hayatnya yaitu pada tanggal 16 September 1993 di Yogyakarta, kota yang
dicintainya dan dimakamkan di pemakaman seniman di Imogiri, Bantul,
Yogyakarta.
Kunjungan terakhir Liberty ke kampung halamannya
tepatnya di Huta Manik dan Silalahi-Paropo dilakukan beliau pada bulan
Juli 1993, dimana beliau berjanji akan kembali lagi untuk merayakan
Natal dan Tahun Baru 1994 di sana, tetapi rupanya Tuhan menentukan lain.
Penulis
mencoba mengangkat kembali secara ringkas, sekelumit riwayat hidup dari
pencipta lagu Satu Nusa Satu Bangsa yang menjadi sangat relevan dengan
situasi pada saat ini, dimana banyak terjadi bentrokan-bentrokan yang
bernuansa SARA.
Jika saja kita semua mau membaca dan menjiwai
bait-bait lagu Satu Nusa Satu bangsa tersebut, akan terasa semangat
persatuan yang sangat kental dalam lagu tersebut, dimana terlihat rasa
cinta akan tanah air kita Indonesia dan semangat untuk membela
persatuan dan kesatuan Tanah Air dan Bangsa Indonesia, suatu Wawasan
Kebangsaan seutuhnya.
Sangat menarik apa yang pernah dikatakan
oleh Liberty (seperti yang disampaikan kepada penulis oleh Muntilan
Manik, saudara kandung Liberty yang masih hidup dan tinggal di
Sidikalang) :"Apa yang mendorong saya menciptakan lagu ini adalah
adanya keinginan murni para pemuda Indonesia pada saat itu tanpa
membedakan SARA untuk mempersatukan dan menanamkan rasa Persatuan dan
Kesatuan Bangsa ini".
Liberty juga membuktikan bahwa kecintaannya
akan daerah asalnya seperti tercermin dalam lagunya "Desaku yang
Kucinta" tidak menimbulkan rasa kedaerahan yang sempit seperti selama
ini banyak terlihat, tetapi kecintaan akan daerah asalnya itu justru
dapat dijalin menjadi suatu ikatan yang lebih besar yaitu ikatan
kebangsaan, Bangsa Indonesia.
Lagu Desaku yang Kucinta ini
menunjukkan bahwa Liberty tidak pernah melupakan desa tempatnya
dilahirkan dan ini dapat merupakan pendorong bagi orang lain untuk
tetap mengingat desa tempatnya dilahirkan, bahkan kalau mungkin ikut
membangun desanya sesuai dengan semangat Marsipature Hutanabe,
Paturehon Bona ni Pinasa.
Dairi, Kabupaten yang masih muda di
Barat Laut Sumatera Utara ternyata telah melahirkan seorang putera
bangsa yang berkarya besar, seorang pahlawan tanpa senjata, yang justru
dengan kekuatan kata-kata dalam bait-bait lagunya dapat menumbuhkan
wawasan kebangsaan, rasa kebanggaan berbangsa dan bernegara Indonesia.
Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawan-pahlawannya, ini
telah mendorong seorang Sabam Is. Sihotang, Bupati Dairi (1994-1999)
bersama dengan penulis yang pada saat itu bertugas sebagai Kepala
Proyek PLTA Renun (1995-1998) yang berlokasi di Kabupaten Dairi, untuk
memprakarsai dibangunnya sebuah monumen sederhana yang telah diresmikan
pada tanggal 14 November 1997, yang sekarang dapat kita lihat di desa
Sitinjo, Kecamatan Sidikalang di Kompleks Wisata Letter S, di tepi
jalan raya Sumbul-Sidikalang, Sumatera Utara.
Jakarta, 25 November 2005
(Sarwono HM)
Sumber:
http://www.facebook.com/notes/dr-liberty-manik-satu-nusa-satu-bangsa/liberty-manik-dari-kampung-huta-manik-pencipta-lagu-satu-nusa-satu-bangsa/136059019822997
No comments:
Post a Comment