HUTA SIALLAGAN AMBARITA, SAMOSIR
Sekarang mari kita ke bagian terkelam dari sejarah orang Batak, yaitu di perkampungan tua Huta Siallangan, di desa Ambarita, Samosir.
Di perkampungan ini, sebelum orang Batak mengenal agama Kristen, raja Siallagan menghukum pancung musuh-musuhnya.
Perkampungan ini dikelilingi tembok yang dibangun dari susunan batu-batu alam. Di tengah kampung, terdapat meja batu dengan kursi batu yang tertata melingkar. Situs tersebut disebut batu sidang.
Batu sidang yang tertata melingkar di bawah pohon beringin itu, menurut pemandu museum, Bagus Simatupang, usianya sudah lebih dari 200 tahun.
Di masa lalu, sebelum menghukun penjahat atau musuh, raja Siallagan dan tetua desa mengadakan sidang di batu di batu sidang. Setelah disidang, musuh atau penjahat dibawa ke tempat eksekusi yang berada di belakang perkampungan.
Tempat eksekusi itu, tata letaknya mirip dengan batu sidang. Hanya saja, di situ ada satu batu besar yang bentuknya memanjang dan batu besar dengan cekungan di tengahnya. Batu besar yang memanjang itu untuk membaringkan musuh raja sebelum disayat-sayat tubuhnya, untuk menghilangkan ilmu kebal yang dimiliki sang musuh. Setelah disayat, kepala musuh dipenggal di batu cekung.
“Dulu saking bencinya terhadap musuh, raja Siallagan rela memakan jantung korban,” kata Simatupang.
Ritual itu hilang setelah Nommensen menyebarkan agama kristen di Wilayah Samosir.
(Ditulis kembali oleh Andri Malau dari Kompas, Minggu, 7 November 2010)
Sumber:
No comments:
Post a Comment