Thursday, April 10, 2014

TUJUH MARGA DENGAN LEGENDA DANAU SICIKE-CIKE

TUJUH MARGA DENGAN LEGENDA DANAU SICIKE-CIKE
Oleh: Edward Simanungkalit


Pea Sicike-cike  terdiri dari 3 buah danau yang merupakan Taman Wisata Alam (TWA) sekarang ini .  Pea Sicike-cike bukanlah pea dalam ukuran relatif kecil sebagaimana umumnya dikenal masyarakat, sehingga sebenarnya lebih tepat disebut Danau Sicike-cike.  Secara administratif, TWA Sicike-cike termasuk Desa Pancur Nauli, Kecamatan Sitinjo, Kabupaten Dairi, Propinsi Sumatera Utara. Pada umumnya keadaan topografi lapangan TWA Sicike-cike sebagian bergelombang berat dan sebagian bergelombang sedang dan ringan, dengan ketinggian antara 1.500-2.000 m dpl (www.dairikab.com).

Cike adalah nama sejenis tumbuhan yang banyak dipakai menjadi bahan untuk membuat tikar dengan cara menganyamnya walaupun hasilnya agak kasar. Cike ini tumbuh di tanah yang berair, pinggir sungai atau rawa-rawa. Di sekitar Danau Sicike-cike  banyak tumbuh Cike ini, maka Danau tersebut dinamakan Danau Sicike-cike. Dulunya ada juga kampung di sana, sehingga disebut kuta Sicike-cike.
http://sopopanisioan.blogspot.com
1.      Legenda Danau Sicike-cike
Menurut versi R.U.S. Udjung, diceritakan bahwa kuta Sicikecike terdiri dari 5-6 rumah sesuai dengan kebiasaan di kampung Pakpak,  yaitu “uga satu bale”, yang dibangun menurut arsitektur Pakpak dengan  beratap ijuk aren disertai tiang kayu bundar besar. Dinding dan lantai terbuat dari papan tebal kira-kira 2 inci, berkolong antara 1,5 - 2 meter  tanpa menggunakan paku besi. Rumah-rumah ini biasanya dihuni 6 sampai 8 keluarga, maka kuta Sicikecike bisa dikatakan lumayan besar dan ramai pada zaman itu. Kuta Sicikecike ini dipimpin oleh seorang raja bernama “Raja Naga Jambe” yang memiliki 2 orang istri yaitu  berru Saraan  dan berru Padang.
 
Dari berru Saraan, Raja Naga Jambe memperoleh 3 orang anak, yaitu: Raja Udjung, Raja Angkat, dan Raja Bintang. Sedang dari berru Padang, Raja Naga Jambe  memperoleh 4 orang anak, yaitu: Raja Capah, Raja Gajah Manik, Raja Kudadiri, dan Raja Sinamo. Seisi kampung hidup rukun dan damai serta berkecukupan sandang dan pangan oleh karena memang tanah di sekitarnya luas dan subur, sehingga menghasilkan panen yang melimpah.

Suatu hari Raja Naga Jambe menanam padi dan semua penduduk kuta Sicike-cike meninggalkan kampung pergi ke ladang Raja Naga Jambe sebagaimana kebiasaan di kampung itu yang saling bantu-membantu. Hanya satu orang yang tinggal di kampung, karena sudah uzur dan sakit-sakitan, sehingga tidak mampu membantu lagi, yaitu berru Saraan, isteri pertama Raja Naga Jambe. Menurut kebiasaan, makanan orang yang bekerja dimasak di ladang, sedang makanan untuk orang yang ditinggal di kampung, yaitu untuk berru Saraan, diantarkan dari ladang. Siang harinya berru Saraan berharap makanannya diantarkan untuk makan siang, tapi ternyata sampai sore hari tidak ada makanan diantarkan yang membuatnya lapar sekali dan perutnya melilit.
http://sopopanisioan.blogspot.com
Berru Saraan sangat sedih, karena merasa tidak diperdulikan, sehingga mulailah airmatanya menetes. Diusapnya kucing yang berada di pangkuannya yang menjadi temannya di rumah sambil menyampaikan kesedihannya kepada Tuhan. Konon, tiba-tiba langit yang tadinya terang mendadak berganti gelap oleh awan tebal dan hujan deras pun turunlah bersama petir dan guntur sambung-menyambung. Kemudian kuta Sicike-cike mulai tenggelam oleh air bersama berru Saraan dan kucingnya hingga menjadi danau, yaitu Danau Sicike-cike.
Setelah kejadian itu, dalam kesedihannya, mereka semua berpencar mencari daerah untuk tempat tinggalnya masing-masing. Raja Naga Jambe bersama ketiga anaknya dari berru Saraan, yaitu: Raja Udjung pindah ke daerah kota Sidikalang sekarang, tepatnya di persimpangan jalan Pasar Lama ke Kuta Kalang Simbara, Raja Angkat pindah ke kuta Sidiangkat, sedang Raja Bintang pindah ke kuta Tambun dan kuta Bintang. Inilah sebabnya, maka kuta yang lama diberi nama “Kuta Sitellu Nempu”, karena dihuni oleh ketiga kakak-beradik tersebut.

Anak Raja Naga Jambe dari berru Padang pindah ke tempat berlainan, yaitu: Raja Capah pindah ke sekitar kuta Bangun, Raja Kudadiri pindah ke sekitar kuta Sitinjo sekarang, Gajahmanik pindah ke kuta Binara (sekarang Sungai Raya). Sedang Raja Sinamo pindah ke sekitar Tinada-Parongil di daerah Pakpak Simsim sementara mereka sendiri berasal dari daerah Pakpak Keppas. Sebagian marga Capah pindah dari kuta Bangun ke kuta Lae Meang dan sebagian marga Kudadiri pindah dari kuta Sitinjo ke kuta Keneppen (sekarang Kuta Imbaru). Meskipun sudah berpisah, tapi ketujuh marga ini tetap mengakui kuta Sicikecike sebagai asal mereka yang dibuktikan dengan cara melakukan ziarah bersama-sama (Udjung, 20..:1-4).

2.      Taman Wisata Alam Sicike-cike
Tiga danau di TWA  Sicike-cike sangat luar biasa cantik topografinya dan eksotis. Danau ini merupakan hulu 3 buah sungai yaitu Lae Pandaroh, Lae Simblin, dan Lae Mbilulu.  TWA Sicike-cike ini tidak jauh dari Taman Wisata Iman yang berada sekitar 7 km dari kota Sidikalang. Bahkan Lae Pandaro yang berhulu  di Danau Sicike-cike mengalir melintasi Taman Wisata Iman.
Keadaan vegetasi di TWA Sicike-cike merupakan hutan hujan tropis pegunungan dengan jenis-jenis tumbuhan antara lain : Samponus bunga (Dacrydium junghuhnii), Kemenyan (Styrax benzoin), Kecing (Quercus sp) dan Haundolok (Eugenia sp). Di samping itu terdapat juga beberapa tanaman hias seperti anggrek hutan dan kantong semar (Nephentes spp.). Gagatan harimau, rotan dan beberapa jenis pakis, paku-pakuan serta liana juga masih ditemukan tumbuh dengan baik di dalam kawasan ini. Oleh karena banyaknya anggrek tumbuh di daerah sekitar danau ini yang diperkirakan sekitar 112 jenis anggrek, maka ada yang menyebutnya sebagai surga anggrek.

Beberapa jenis satwa yang dapat dijumpai di sana antara lain beruang madu, kambing hutan, harimau, babi hutan, itik liar, siamang, burung enggang, musang dan rusa. Satwa-satwa yang mudah dijumpai adalah jenis burung dan serangga, terutama kupu-kupu. Sementara di dalam danau Sicike-cike, satu-satunya ikan yang dapat ditemukan ialah ikan gobi. Ikan gobi ini berwarna kemerahan dan konon dapat dijadikan obat.
Hutan wisata Sicike-cike, dengan potensi flora dan fauna, dapat dijadikan sebagai laboratorium penelitian hutan, karena kawasan ini menyimpan dan menjadi habitat puluhan bahkan mungkin ratusan koleksi keanekaragaman hayati (khususnya tumbuhan) yang merupakan khas daerah tersebut (endemik). TWA Sicike-cike inipun bukan tidak mungkin juga menyimpan beragam tanaman obat-obatan yang bisa dijadikan sebagai alternatif pengobatan secara tradisonil.  Untuk itu masih perlu dilakukan penelitian secara khusus (berbagai sumber).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Akhirnya, legenda Danau Sicike-cike bisa saja merupakan cerita tentang sebuah peristiwa alam maupun suatu peristiwa lain yang terjadi, tapi masih memerlukan penelitian ilmiah untuk mengungkapnya lebih mendetail. Ada legenda di berbagai daerah lain yang setelah ditelusuri dan diteliti secara mendalam ternyata menceritakan peristiwa yang terjadi di masa lampau. Meskipun demikian, jelas bahwa Danau Sicike-cike merupakan kampung asal ketujuh marga tadi, yaitu: Ujung, Angkat, Bintang, Capah, Kudadiri, Gajahmanik, dan Sinamo. ***



Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Edisi Sabtu, 22 Desember 2012
http://sopopanisioan.blogspot.com



No comments:

Post a Comment