PENINGGALAN SISA KEJAYAAN
BARUS
Oleh: Edward
Simanungkalit
BARUS,
kota kecil di pantai barat Sumatera Utara, memiliki catatan perjalanan sejarah
yang sudah demikian panjang dan pernah termashyur ke berbagai belahan dunia
sebagai bandar niaga internasional. Kota pelabuhan ini ramai dikunjungi
pedagang-pedagang berbagai bangsa dan banyak juga yang menetap di sana.
Sisa-sisa peninggalan dari sejarah masa lalu itu masih dapat dilihat, sehingga
dapat menjadikan Barus menjadi tempat wisata sejarah, wisata rohani dan wisata
alam.
Peninggalan-peninggalan
sejarah yang terdapat di Barus dapat menjadikannya sebagai tempat wisata
sejarah. Sedang peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan agama dapat
menjadikan Barus sebagai tempat wisata rohani. Demikian juga dengan pantai yang
dulu dijadikan sebagai pelabuhan memiliki keindahan yang sekarang sudah
dijadikan menjadi objek wisata alam.
1.
Makam
Kuno
Makam kuno yang berasal dari
makam para tokoh Islam di masa lalu banyak ditemukan di Barus. Makam kuno yang
dapat ditemukan di sana seperti:
Makam Papan Tinggi,
yang terdapat di puncak bukit papan tinggi di mana tangganya memiliki 700 anak tangga lebih dengan tingkat kemiringan 45 derajat. Di kompleks
Makam Papan Tinggi terdapat makam istimewa yang memiliki panjang 9 meter,
dengan nisan putih setinggi 1,5 meter berukir aksara Persia dan Arab kuno.
Makam ini dikelilingi beberapa makam sederhana dengan nisan makam berupa batu
yang ditegakkan tanpa adanya tanda sama sekali. Kompleks makam dikelilingi
pagar dan dinaungi pohon besar. Menurut Djamaluddin Batubara, bahwa makam
istimewa tersebut adalah makam dari Syekh Mahmud, penyebar agama Islam pertama
yang berasal dari Hadramaut, Yaman.
Makam Mahligai, merupakan makam yang berada di atas tanah seluas sekitar 3 hektar di Desa Dakka dan tidak berapa jauh dari Makam Papan Tinggi. Makam yang paling utama di Makam Mahligai ialah makam dari Syech Rukhunuddin yang dianggap merupakan murid dari Syech Mahmud yang dimakamkan di Makam Papan Tinggi.
Penulis di Makam Mahligai (19-03-2008)
Syech Mahmud merupakan penyebar Islam pertama, sedangkan 43 Aulia lagi merupakan para pengikut atau muridnya yakni Syech Rukhunuddin, Tuanku Batu Badan, komplek Bukit Hasang, Tuanku Ambar, Tuan Kepala Ujung, Tuan Sirampak, Tuan Tembang, Tuanku Kayu Manang, Tuanku Makhdum, Syech Zainal Abidin Ilyas, Syech Ahmad Khatib Siddiq, Imam Mua’azhamsyah, Imam Chatib Miktibai, Tuanku Pinago, Tuanku Sultan Ibrahim bin Tuanku Sultan Muhammadsyah Chaniago, dan Tuan Digaung yang kesemua makam-makam itu berada di sekitar kota tua Barus.
Selain
makam-makam kuno para tokoh Islam tadi, ada juga makam-makam Tionghoa kuno
ditemukan di Barus. Hal ini melengkapi hasil penggalian arkeologi yang pernah
dilakukan di sana pada tahun 1995 di mana banyak ditemukan keramik-keramik dari
Guangdong abad ke-9. Semuanya ini membuktikan bahwa orang-orang Tionghoa sudah pernah tinggal di Barus.
2.
Tempat
Indah dan Bersejarah
Salah satu hal
yang tidak diragukan lagi ialah tentang sudah pernah berdirinya gereja di Barus
di masa lalu dan Kristen sudah hadir di sana pada abad ke-7. Gereja yang pernah
berdiri tersebut ialah Gereja Katolik Bunda
Perawan Murni Maria (Wikipedia).
Gereja tersebut diperkirakan tadinya berdiri di Aek Busuk, Lobutua, Barus, tapi
sekarang telah hilang sama sekali bekasnya.
Sumur Andam Dewi di Lobutua merupakan
bekas tempat pemandian putri Andam Dewi. Andam Dewi adalah seorang putri cantik
dari Raja Muda di sana. Oleh karena kecantikannya, sehingga konon dia menjadi
rebutan termasuk raja Kerajaan Marina dari Madagaskar. Tempat ini menjadi salah
satu peninggalan masa lalu yang masih tersisa.
Pantai Sitiris-tiris dan Pantai Kahona merupakan pantai indah di Lobutua, Barus yang
banyak dikunjungi orang dari berbagai daerah. Tempat ini merupakan salah satu
objek wisata andalan Tapanuli Tengah yang menonjol dengan keindahan pasir
pantainya. Di sinilah pelabuhan internasional di Lobutua, Barus pada zaman
dahulu kala yang ramai dilayari kapal dari berbagai penjuru bumi.
http://sopopanisioan.blogspot.com
Sumur Nommensen di Barus Utara
merupakan sumur yang dulu dipergunakan oleh L.I. Nommensen ketika masih di
Barus sebelum melanjutkan perjalanan ke pedalaman. Dari Barus, Nommensen
memasuki pedalaman melalui Tukka di dekat Pakkat dan sempat mendirikan gereja
di sana. Nommensen ialah misionaris RMG dari Jerman yang kemudian hari
mendirikan gereja Batak.
Sopo Godang Raja Uti ada juga didirikan di Lobutua, Barus. Sopo
Godang ini tidak terlalu jauh dan hanya sekitar 50 meter dari tempat penggalian
dalam penelitian arkeologi yang dilakukan oleh Tim Indonesia – Perancis. Tidak
jauh dari Sopo Godang Raja Uti itu ada
Ruma Parsaktian Agama Suku Batak.
Benteng Portugis ada juga di Barus dan benteng
tersebut persis berada di tepi pantai. Benteng ini merupakan bagunan tua
peninggalan bangsa Portugis yang pernah singgah di Tapanuli Tengah. Luasnya
lebih kurang setengah dari lapangan sepak bola tampak tidak dirawat, sedang
dulunya ada rumah tua di dalam benteng yang kini hanya tinggal pondasi saja.
Bangunan benteng yang berasal dari abad ke-16 ini terbuat dari cor semen dan batu kerikil yang
sebagian sudah terkikis (dari berbagai sumber).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Semuanya peninggalan kuno dan tempat yang dikemukakan di atas merupakan sisa-sisa peninggalan
dari masa kejayaan Barus dahulu kala. Masih ada benda-benda kuno dan prasasti
dari Barus di museum-museum ditambah dengan dua buah kronik sejarah dua dinasti yang pernah berkuasa di Barus di masa lalu yang kini tersimpan di perpustakaan
nasional. Semua uraian di atas
memberikan gambaran tentang kejayaan
Barus di masa lalu sebagai bandar niaga internasional sekaligus menunjukkan
Barus sebagai kota tertua di Indonesia. ***
Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Edisi Sabtu, 8 Desember 2012
http://sopopanisioan.blogspot.com
http://sopopanisioan.blogspot.com
No comments:
Post a Comment