Thursday, April 10, 2014

MEJAN DARI TANAH PAKPAK

MEJAN DARI TANAH PAKPAK
Oleh: Edward Simanungkalit


Mejan merupakan peninggalan purbakala yang ditemukan di Tanah Pakpak berupa patung-patung yang diukir dari batu. Patung-patung ini berbentuk orang mengendarai binatang seperti: gajah, kuda, atau harimau. Mejan adalah suatu simbol kebanggaan dan kemashyuran bagi masyarakat Pakpak, karena diyakini bahwa patung-patung tersebut mengandung unsur mistik tersendiri. Selain mengandung nilai budaya yang tinggi, mejan ini juga merupakan lambang kebesaran marga Pakpak atau masyarakat Pakpak.

Secara khusus masyarakat Pakpak memaknai mejan sebagai simbol kepahlawanan. Pemahat yang membuat mejan ini adalah para pertaki dan mereka inilah pemilik mejan sekaligus pande tukang. Pembuatan mejan ini dahulu memakan waktu yang cukup lama disertai dengan mantra-mantra untuk mengisinya dengan roh yang biasa disebut masyarakat Pakpak dengan nangguru yang mengisi batu mejan. Itulah sebabnya mejan diyakini memiliki kekuatan gaib dan para pertaki inilah yang memiliki kualifikasi membuatnya.  
    
Warga yang memiliki mejan dahulu kala merupakan orang berada, karena dalam pembuatannya membutuhkan biaya yang lumayan besar dan memakan waktu lama juga. Selain itu, untuk pembuatan mejan ini tidak sembarangan, karena dalam pembuatannya harus mengikuti banyak ritual sebagai syarat-syarat yang harus dipenuhi agar mejan tersebut nantinya memiliki kekuatan mistik. Setelah rampung patung ini ditempatkan di  gerbang kampung sebagai  penangkal bala sekaligus penanda kekuasaan marga selaku pemangku kuta, yaitu pendiri kampung.

Pada zaman dulu, mejan berfungsi sebagai benteng pertahanan terhadap musuh yang akan masuk ke suatu daerah atau kampung. Konon, mejan dapat bersuara pada zaman dulu bila musuh datang memasuki kampung atau bila suatu kampung akan mengalami suatu kejadian. Suara ini diyakini berasal dari nangguru yang berdiam di dalam batu mejan tersebut. Nangguru yang tinggal di batu Mejan  dipercaya adalah roh nenek moyang yang dipanggil melalui suatu ritual. Di situlah letak sifat mistik daripada mejan yang telah disinggung sebelumnya (berbagai sumber).

1.    Pengaruh  Tamil dalam Masyarakat Pakpak
Patung Mejan yang masih ada ditemukan sekarang ini diperkirakan berumur 400–900 tahun. Menurut hasil penelitian para arkeolog yang pernah melakukan riset di daerah Pakpak Bharat, keberadaan mejan tidak terlepas dari pengaruh Hindu yang juga identik dengan budaya patungnya. Bentuk patung seperti gajah dan angsa adalah hasil kontak mereka dengan para pendatang dari India. Bentuk seperti patung angsa yang berfungsi sebagai tutup batu pertulenan (penyimpanan abu jenazah) sebenarnya tidak lain adalah hasil interpretasi Pakpak terhadap ikonografi Hindu yang dikawinkan dengan bentuk mejan yang telah ada sebelumnya, sebagai simbol kendaraan arwah (Soedewo, 2008:1-10).

         ALBUM PAKPAK
Masuknya unsur-unsur budaya Hindu - Tamil ke dalam budaya Pakpak dimungkinkan oleh adanya kontak kedua budaya tersebut. Tempat yang paling memungkinkan terjadinya kontak itu di masa lalu adalah Barus, yang bukti-bukti sejarah maupun arkeologisnya menunjukkan tempat ini pernah berjaya sebagai bandar internasional. Para pedagang Tamil dari India mendatangi Barus untuk membeli kapur barus yang dihasilkan di daerah Pegunungan Bukit Barisan yang menjadi tempat tinggal orang-orang Pakpak (Basarsyah, 2009:1-3; Soedewo, 2008:1-10).

Bukti kehadiran orang-orang Tamil dari India adalah Prasasti Lobu Tua, yang ditemukan di Barus. Prasasti berangka tahun 1010 Saka (1088 M) ini dikeluarkan oleh suatu serikat dagang yang bernama Ayyāvole 500 (Perkumpulan 500) (Sastri,1932:326 dan Subbarayalu,2002:24). Prasasti dengan tulisan Tamil ini ditemukan oleh pejabat Belanda GJJ Deutz tahun 1872. Setelah diterjemahkan oleh Prof. Dr. KA Nilakanda dari Universitas Madras India pada tahun 1931, menurutnya perkumpulan dagang etnik Tamil tersebut memiliki pasukan keamanan, aturan perdagangan dan ketentuan lainnya. Anggotanya terdiri dari berbagai aliran Brahmana, Wisnu, Mulabhadra dan lain-lain. Berdasarkan penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Daniel Perret bersama tim dari Ecole Francaise d Extreme-Orient (EFEO) membuktikan bahwa pada abad ke-8 sampai ke-12 di Lobu Tua, Barus telah terdapat perkampungan multi-etnik terdiri dari etnik Tamil, Cina, Arab dan sebagainya (Kumar, 2011:1).

Barus, yang merupakan bandar niaga internasional di masa lalu tidak jauh dari Kelasan, yang berada di pegunungan Bukit Barisan dan dulu menjadi persinggahan para pedagang yang datang dari Kailasem di pegunungan Himalaya, India. Oleh karena itu, bukan tidak mungkin bahwa penduduk Kelasan yang sekarang dikenal sebagai salah satu suak di Tanah Pakpak adalah keturunan dari hasil percampuran mereka. Orang-orang Tamil ini juga masuk terutama ke daerah Simsim dan Boang.  Inilah yang menyebabkan adanya anggapan  bahwa orang Pakpak berasal dari India. Apalagi di lapihen laklak Pakpak (buku laklak dari kulit kayu) ada tertulis "Enmo tambo si Sewu si roh Indiha nari arap-arapen kayu mbellen sah mi Barus" (inilah tambo si Sewu yang datang dari India dengan memakai rakit kayu besar sampai ke Barus).

2.    Keberadaan Mejan Kini
Mejan tetap masih ada ditemukan di wilayah Tanah Pakpak meskipun sudah lumayan banyak juga yang hilang dicuri orang. Setidaknya di daerah seperti Tungtung Batu,  Berampu, Bangun, Tinada, Kerajaan, Kuta Nangka, Kuta Deleng, Kuta Kersik, Penanggalan, Lebuh Simangun, Lebuh Nusa, Ronding, Sibande, dan Kaban Tengah patung ini masih ada sampai sekarang. Di luar Dairi dan Pakpak Bharat ada juga  di daerah Parlilitan, Humbang Hasundutan (berbagai sumber).

Menurut data dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pakpak Bharat bahwa mejan tersebut ada di daerah sebagai berikut: Mejan Berutu Kuta Ujung dan Mejan Kesogihen di Pardomuan. Mejan Berutu Ulu Merah  dan Mejan Berutu Tandak  di Ulu Merah,  Mejan Berutu Kuta Kersik dan Mejan Marga Sinamo di  Silimakuta, Mejan Bancin Penanggalan Jehe  di Boang, Mejan Boangmanalu  di Boangmanalu, Mejan Manik Arituntun dan Mejan Manik Aornakan Tao di Aornakan, Mejan Manik Lagan dan Mejan Manik Gaman    serta Mejan Gajah  di Simerpara, Mejan Manik Kecupak di Kecupak I, Mejan Sanggar dan Mejan Pandua di Pangindar, Mejan Marga Sinamo Siantar Julu di Perongil, Mejan Padang di Jambu, Mejan Padang Kuta Babo di Kuta Babo, Mejan Solin Lae Meang di Mahala, Mejan Solin Tamba di Majanggut II, Mejan Solin Kuta Delleng dan Mejan Tinendung di Sukarame.
             
Mejan, sebagaimana telah dikemukakan di atas, adalah kekayaan budaya Pakpak, sehingga perlu dijaga dan dipelihara dari usaha-usaha pencurian dan perusakan. Pemerintah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga dan memelihara mejan-mejan yang masih tersisa. ***



Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Edisi Sabtu, 05 Januari 2013

No comments:

Post a Comment