Saturday, July 7, 2012

Ulah Spekulan Tanah Untuk Dapat Kompensasi dari PT.DPM (6)

Ulah Spekulan Tanah Untuk Dapat Kompensasi dari PT.DPM (6)
JARKOMSU

Isu ini mengemuka akibat ulah/permainan segelintir spekulan tanah yang mengatasnamakan masyarakat adat Pakpak atau sulang Silima Cibro yang ingin mendapatkan konpensasi dari PT DPM dan atau untuk investasi bidang usaha kebun sawit. Otak pelaku penyerobotan tanah yang menebar bibit pertikaian dan keresahan ini, harus ditindak tegas. Masyarakat mengharapkan peran Pemerintah Kabupaten Dairi dan Kepolisian Republik Indonesia, terutama Kepolisian Resort Dairi untuk menyelesaikan kasus ini dan menindak tegas pelakunya dan memproses secara hukum.

REKOMENDASI DAN PERNYATAAN SIKAP Menyikapi kasus penyerobotan tanah dan perambahan hutan hak milik warga Desa Bongkaras seluas +30 ha yang dilakukan Sdr Saidup Cibro dkk, kami seluruh anggota paguyuban perantau dari Bongkaras di Jawa dan Bali yang bernaung dalam Punguan Hasusuran Bongkaras se-Jawa Bali menyampaikan 12 seruan dan pernyataan sikap sebagai berikut: 1. Selama satu abad usia Desa Bongkaras, hubungan masyarakat Desa Bongkaras, Desa Tungtung Batu dan Desa Bonian, dari generasi ke generasi berlangsung harmonis, rukun, toleran dan kekeluargaan. Tidak pernah ada konflik maupun klaim tanah. Kondisi kondusif ini perlu dijaga, dikawal dan dibina terus, untuk hal ini kami sangat mengapresiasi jika ada upaya yang dilakukan Kepala Desa Tungtung Batu, Kepala Desa Bongkaras, dan Muspika Kecamatan Silima Punggapungga (Camat dan Kapolsek) yang dapat berperan pada lini terdepan; 2. Bibit pertikaian/friksi berkembang sejalan dengan wacana hak tanah adat/ulayat yang mengatasnamakan kelompok “sulang silima” Cibro dari Desa Tungtung Batu. Sesuai kajian akademis, Sulang silima bukanlah masyarakat hukum adat namun ada di dalam struktur masyarakat Pakpak. Sulang silima bukan organisasi kemasyarakatan, bukan lembaga swadaya masyarakat, akan tetapi sulang silima bagi masyarakat Pakpak adalah hubungan kekerabatan (kinship) dalam satu keluarga luas akibat perkawinaan dan kelahiran/pertalian darah, sama dengan “dalihan na tolu” pada masyarakat Toba, atau “lima saodoran” pada masyarakat Simalungun. Karena itu, “kekerabatan sulang silima” tidak dapat dipakai sebagai dasar klaim penyerobotan tanah milik orang lain dan perambahan hutan; 3. Sesuai fakta historis, bahwa seluruh leluhur yang ada di Bongkaras adalah pendatang (migran) termasuk Cibro yang lebih awal datang yang berasal dari Purba Sigulang Batu (dari Lumban Sipagabu, Dolok Sanggul) yang menyebar ke Simsim (Pakpak Bharat) dan Aceh Selatan (Cibereou) kemudian ke Tungtung Batu (Raja Parultop). Karena pertama hadir di daerah ini, sehingga warga bermarga Cibro meng-klaim sebagai marga tanoh yang “menguasai” tanah termasuk hutan primer di Desa Bongkaras, Tungtung Batu dan Bonian. 4. Kalaupun klaim itu dibenarkan oleh pihak tertentu, sesuai dengan adat Pakpak, pendatang berikutnya (leluhur bermarga Manik, Purba, Sinaga, Girsang, Simarmata dll) telah melaksanakan upacara “radding berru” kepada marga tanoh (Cibro). Keputusan melalui “radding berru” adalah syah secara adat Pakpak dan berlaku tetap. Tindakan penyerobotan tanah yang sudah diserahkan melalui upacara “radding berru” yang dilaksanakan sekelompok Cibro keturunan pelaku “radding berru” pada generasi 3 dan 4 sekarang, menurut berbagai nara sumber adat Pakpak (Drs. Lister Berrutu, MA/USU), adalah penghiatanan keputusan sulang silima leluhurnya, atau penghianatan terhadap adat Pakpak sendiri; 5. Sepanjang pengamatan kami yang lahir dan besar di Desa Bongkaras, bahwa pada masyarakat Desa Tungtung Batu, atau kelompok marga Cibro di Desa Tungtung Batu, tidak mengenal hak-hak komunal atau tanah ulayat atau hutan adat, juga sulang silima. Sama seperti masyarakat Desa Bongkaras, hanya mengenal hak-hak milik (individu) atas tanah (sebagian sudah sertifikasi). Masyarakat Bongkaras dan Tungtung Batu juga tidak mengenal kepengurusan adat dan sidang-sidang adat. Karena itu, tidak ada kemungkinan untuk dikukuhkan atau ditetapkan sebagai masyarakat hukum adat. Upaya menghidupkan atau merekayasa menjadi masyarakat hukum adat yang tidak ada, atau pernah ada tapi sudah degradasi, adalah bertentangan dengan peraturan perundangan; 6. Tanah dan sumber daya alam di Desa Bongkaras merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dikelola oleh Negara untuk memakmuran rakyat. Tidak satu kelompok atau pihak yang bisa mengkalaim sumber daya ciptaan Tuhan yang berasal dari hutan primer di Desa Bongkaras awal abad 20-an, dikuasai oleh seseorang atau kelompok tertentu. Kami menghormati saudara-saudara kami dari Desa Tungtung Batu, namun sebaliknya tidak saling melukai perasaan atau menebar bibit konflik. Musyawarah dan kehidupan kekeluargaan yang saling menghormati harus dikedepankan (bersambung ke-7) ...


JARKOMSU

No comments:

Post a Comment