Saturday, July 7, 2012

Tiga Generasi Hubungan Cibro-Manik Harmonis (4)

Tiga Generasi Hubungan Cibro-Manik Harmonis (4)
JARKOMSU - JARKOMSU

Hubungan Cibro dengan Manik ketika itu berlangsung sangat harmonis dan penuh kekeluargaan. Manik (demikian dengan marga lain seperti marga Purba) dianggap kerabat dekat oleh Cibro. Namun demikian, sesuai adat Pakpak, Manik dan berru-nya melaksanakan kewajibannya dengan membawa kewajiban adat kepada Cibro berrupa: kambing 3 (tiga) ekor, beras 3 kaleng (45 kg), ulos 4 lembar, dan sejumlah uang.

Upacara ini berlangsung tahun 1942 di jambur di Tungtung Batu lama. Ketika itu, atas usul Cibro (Op Saidup Cibro), memberikan tanah/lahan Barisan Manik sekarang sebagai tempat permukiman dan perladangan untuk seluruh keluarga Manik dan berrunya, bahkan memberi peluang yang sama bagi pendatang berikutnya untuk memiliki tanah dan mengusahainya hingga ke wilayah perbatasan Desa Bonian dan kearah jalan Boang. Nilai tanah ketika itu, sangat rendah karena lingkungannya masih hutan kelam, langka penduduk dan terpencil.

Penamaan “Barisan Manik” ketika itu bermula dari pemberian hak pemilikan/penguasaan tanah kepada keluarga bermarga Manik di daerah itu. Daerah inilah yang saat ini dirambah dan diserobot generasi penerus Op Saidup Cibro (yang mengaku tidak mengetahui proses di atas). Berbagai pakar budaya Pakpak dan tokoh adat Pakpak menyesalkan cara-cara seperti ini, karena pengalihan dan penyerahan tanah melalui upacara “rading berru” sudah syah, berlaku tetap dan tidak boleh dimentahkan/dibatalkan sepihak oleh generasi berikut atau pihak lain.
“Ini penyalahgunaan adat untuk kepentingan ekonomi” (Lister Berutu, Dosen Antropologi USU telp 081397144579/ dan Prof Dr. Rusmin Tumanggor, dosen IAIN Jakarta).

Dalam perkembangannya, ketika terjadi pemberontakan PRRI/Permesta pimpinan Kolonel Simbolon, daerah Barisan Manik menjadi tidak nyaman sehingga sebagian warga berdomisili ke Bongkaras yang juga di wilayah Desa yang sama. Barisan Maniktidak menjadi permukiman lagi, hanya sebagai perladangan. Sebagian petak tanah kemudian berpindah tangan melalui transaksi jual beli dan pewarisan (mis. dibeli Kel Sitorus dari Parongil).

Sejalan dengan itu, jumlah penduduk Bongkaras berkembang pesat, pada tahun 1930-40 an pendatang berikutnya berdatangan dari Simalungun (Purba, Girsang), Pakpak/Simsim (Manik), dan Samosir (Simarmata, Sihaloho). Sebagian membuka hutan primer untuk dibuat ladang dan dicetak sawah. Selanjutnya sejalan dengan dinamika sosial dan pembangunan, terjadi berbagai proses pewarisan dan jual beli tanah hingga sertifikasi tanah. Status tanah adalah hak milik. Hampir seluruh bidang tanah kawasan budidaya sudah disertifikasi dengan status hak milik. Selama hampir satu abad, Desa Bongkaras berkembang pesat dengan ribuan penduduk. Lahan-lahan milik dijadikan kebun kopi, coklat, durian dan tanaman semusim, selain petak-petak sawah sebagai sumber penghidupan. Selama itu pula tidak pernah ada konflik dan klaim atau pertikaian tentang tanah, tidak pernah terdengar wacana dan peran “sulang silima”.

Lima tahun terakhir, mulai tahun 2006, sejalan masuknya PT Dairi Prima Mineral (DPM) dengan rencana konsesi berbatasan langsung dengan Desa Bongkaras, Bonian dan Sopokomil, harga tanah melonjak tinggi. Belum lagi kemungkinan potensi pengembangan kebun kelapa sawit dan kakao. Harapan untuk dapat ganti rugi atas tanah dan tanam tumbuh dari PT DPM menjadi salah satu pemicu adanya keinginan seseorang atau kelompok untuk mendapatkan tanah dengan merambah dan menyerobot tanah orang lain.

Dengan mengusung wacana hak ulayat “sulang silima”, mencoba spekulasi merampas hak orang lain, seakan-akan kelompok inilah pencipta alam semesta dan segala isinya ini melampaui hak Tuhan Yang Maha Kuasa. Keserakahan dan keangkuhan sekelompok orang yang tidak paham hukum dan adat ini, dapat menimbulkan kekerasan dan konflik SARA.
Semestinya tidak main-main dengan kasus seperti ini, sangat berbahaya bagi masyarakat secara luas. Sangat dihargai upaya akomodasi konflik yang dibangun kepada Desa Bongkaras dan Desa Tungtung Batu yang mencoba fasilitasi pertemuan masyarakat, dan perlu direspon oleh Uspika Kecamatan Silima Pungga-pungga dan Pemerintah Kabupaten Dairi. (bersambung ke-5)


JARKOMSU -
http://suarakomunitas.net/baca/17348/tiga-generasi-hubungan-cibro-manik-harmonis-4.html

No comments:

Post a Comment