Monday, July 2, 2012

PERJALANAN PANJANG RAFFLES

PERJALANAN PANJANG RAFFLES

Dahulu kala, apabila orang memasuki wilayah Tanah Batak, suatu perencanaan yang matang harus lebih dulu disusun. Hal ini perlu karena Tanah Batak masih merupakan wilayah yang sangat tertutup dan penuh dengan ancaman bukan saja dari binatang buas, melainkan juga dari manusia yang menjadi penghuninya. Untuk memasuki wilayah ini, orang harus berpikir dua kali.

Tidak demikian dengan Sir Thomas Stamford Raffles. Dia memasuki Tanah Batak ketika dia sendiri dilanda kesedihan. Hatinya yang sedang gundah ingin dihiburnya lewat suatu petualangan yang penuh dengan tantangan dan bahaya. Mengapa Raffles sampai dilanda kegundahan hingga ia mempunyai keberanian untuk memasuki wilayah yang sangat asing baginya? Apakah Raffles sengaja datang untuk menghantar nyawanya? Hal ini akan dapat dipahami apabila kita melihat perjalanan kehidupan Raffles yang begitu panjang dan berliku-liku. Perjuangannya diselang-selingi oleh kegembiraan dan kesedihan dan penuh dengan linangan air mata. Perlu diketahui bahwa, di antara lima anak Raffles, tiga meninggal dunia karena sakit dan isterinya Olivia, juga meninggal dunia dan dimakamkan di Kebon Raya Bogor. Pada puncak kesedihannnya itulah, dia memasuki wilayah Tanah Batak. Inilah sepenggal riwayat perjalanan hidupnya dan mengapa ia tiba di Tanah Batak.

Raffles lahir di Jamaica pada 6 Juli 1781. Dalam usia 14 tahun, dia terpaksa berhenti sekolah karena kesulitan biaya. Dia memilih untuk menjadi pegawai East India Company, dengan harapan bahwa dengan bekerja di firma dagang ini dia melihat peluang untuk menjadi kaya dan bahkan untuk menjadi politisi pada suatu waktu.

Raffles berada di East India (Hindia Timur) pada saat Napoleon Bonaparte mencengkeramkan kukunya di daratan Eropa. Sebagaimana diketahui, sebagian besar daratan Eropa telah dicaplok oleh Napoleon, termasuk negeri Belanda yang menyebabkan Prins Oranje dari Belanda terpaksa minggat ke Inggris. Napoleon Bonaparte menempatkan adiknya, Louis Napoleon, sebagai penguasa di Belanda. Untuk mengurus wilayah jajahannya di Nederlands Indie (Hindia Belanda), Louis Napoleon menempatkan Herman Willem Daendels, seorang pengagum Napoleon, sebagai gubernur jenderal. Sementara itu, di Calcutta, India, yang menjadi jajahan Inggris, terjadi pergantian pimpinan.

Lord Minto yang waktu itu menjbata Gubernur Jenderal East India di Calcutta, yang mempunyai pemikiran yang sama dengan Raffles. Raffles mengajukan gagasan tentang pentingnya menguasai jalur Selat Malaka untuk menjamin pasokan rempah-rempah ke Eropa. Untuk merealisasi gagasan ini, Lord Minto menempatkan Raffles sebagai wakil pemerintah Inggris di Malaka. Dia bekerja dengan cepat dalam mengikat perjanjian dengan Sultan Aceh agar Inggris dapat berdagang dengan bebas di sana. Atas keberhasilannya, pemerintah Inggris mengangkat Raffles sebagai sebagai pembantu gubernur di negara-negara Melayu (agent to the governor with the Malay States) yang diputuskan pada bulan Oktober 1810.

Larinya Prins Oranje William V ke Inggris menyebabkan pemerintah Belanda mengalihkan tanggung jawab wilayah Hindia Belanda ke pihak Inggris. Untuk itu, Raffles menciptakan sejumlah perang bohong-bohongan sehingga Penang, Johor dan Malaka jatuh ke tangan Inggris. Akan tetapi, di Pulau Jawa yang merupakan tempat Daendels berkuasa, tidak ada perang bohong-bohongan. Sebagai pengagum Napoleon, Daendels diperkirakan akan mempertahankan wilayah ini mati-matian. Raffles yang menyadari hal itu melakukan persiapan selama hampir setahun.

Pada tahun 1811, Raffles menyerbu Pulau Jawa dan pada saat itu armada yang dipimpinnya terlibat dalam suatu pertempuran yang cukup dahsyat di Kepulauan Seribu. Armada Belanda dihancurkan dan kemudian Pulau Jawa diblokade. Karena jalur laut sudah dikuasai dan setiap bantuan yang datang dihancurkan, Gubernur Jenderal Jansens, pengganti Daendels, terpaksa menyerah. Atas jasanya, dalam usia yang sangat muda, Raffles diangkat sebagai penguasa Hindia Timur dengan pangkat letnan gubernur. Dia memerintah di Pulau Jawa selama kurang-lebih lima tahun dan, selama berkuasa, dia meninggalkan karya yang monumental. Salah satu di antaranya adalah Candi Borobudur yang ditemukan lewat penggalian dengan mengerahkan ratusan orang yang bekerja siang dan malam. Sebelumnya, candi tersebut telah lama terkubur mungkin oleh letusan Gunung Merapi. Tentang bagaimana candi ini diketemukan dapat dibaca dalam buku kecil yang dibagikan kepada para pengunjung Candi Borobudur.

Karya kedua adalah pembangunan Istana dan Kebun Raya Bogor, yang tidak terpisahkan dari isterinya, Olivia. Karena sakit-sakitan, Raffles banyak melaksanakan pekerjaannya di Bogor. Sebelumnya, Istana Bogor hanyalah sebuah pesanggarahan yang didirikan oleh Baron Van Imhoff. Pasanggarahan ini kemudian dirombak oleh Raffles hingga menjadi istana. Hal ini dilakukan karena kecintaannya kepada isterinya, Olivia. Sayangnya, dia terpaksa merelakan isterinya menghadap khaliknya dan menguburkannya di sekitar istana. Sebagai kenangan untuk isterinya, dia pun membangun monumen yang dapat kita saksikan di depan Istana Bogor sekarang. Selama beberapa dasawarsa, Buitenzord juga menjadi nama kota Bogor dan baru setelah kemerdekaan nama kota tersebut dikembalikan ke nama semula, Bogor

Situasi politik selalu berperan dalam kedudukan seseorang. Napoleon Bonaparte dikeroyok secara ramai-ramai oleh negera-negara Eropa. Inggris yang memimpin pengeroyokan ini banyak mendapat bantuan dari Prins Oranje dan pengikutnya. Napoleon akhirnya dapat ditaklukkan dan dibuang ke Pulau Elba. Begitu juga, setelah berhasil melarikan diri dari Pulau Elba, Napoleon dapat ditaklukkan dalam suatu pertempuran yang dahsyat di Waterloo dan ia kemudian dibuang ke St. Helena. Di tempat ini Napoleon menghembuskan nafas terakhirnya.

Setelah Napoleon kalah, pemerintah Belanda menuntut pengembalian seluruh wilayah bekas jajahannya, termasuk Hindia Belanda, dari Inggris. Inggris tidak dapat mengelak. Sebuah konvensi ditandatangani di London dan, akibatnya, Raffles harus meninggalkan Pulau Jawa. Dia ditempatkan di Forth Malbrough, Bengkulu, untuk mengawasi sejumlah perwakilan Inggris yang ada di Pulau Sumatera. Di tempat ini, bersama Dr. Arnold, dia menemukan bunga bangkai yang kemudian diberi nama sesuai dengan penemunya, rafflesia arnoldii, yang sekarang merupakan salah satu koleksi Kebun Raya Bogor.

Selama menunggu di kantor perwakilan ini, Raffles juga mengadakan sejumlah kegiatan yang dianggap pemerintah Belanda sangat mengganggu. Raffles mengikat sejumlah tali persahabatan dengan raja-raja di Aceh, Sumatera Selatan, Riau, dan Minangkabau.

Salah satu pekerjaannya yang paling spektakuler terjadi tidak lama, sebelum Malaka dikembalikan kepada Belanda sesuai Traktat London. Dia membeli sebuah pulau kecil dari Tengku Long, putera tertua sultan Riau. Karena ibunya berasal dari orang kebanyakan, walaupun dia adalah putera tertua, Tengku Long tidak mempunyai hak sebagai pewaris kesultanan Riau dan tidak dinobatkan menjadi sultan. Situasi ini dimanfaatkan oleh Raffles sehingga akhirnya Tengku Long dinobatkan sebagai sultan di Pulau Singapura. Setelah Tengku Long dinobatkan, Raffles membeli pulau kecil ini dari Tengku Long.

Pulau kecil ini disiapkan oleh Raffles kalau-kalau akhirnya Inggris harus angkat kaki dari Penang, Johor, dan Malaka. Walaupun pulau ini sangat kecil, posisinya dianggap sangat strategis dan dapat memantau jalur perdagangan di Selat Malaka. Untuk mengembangkan pulau kecil ini, sejumlah pedagang diundang, termasuk pedagang Cina, Arab, dan India. Itulah sebabnya negara Singapura sekarang merupakan negara multi-etnik. Secara geografis Singapura tadinya adalah wilayah Kesultanan Riau.

Marilah kita beralih kembali ke Raffles yang menjadi penunggu di Bengkulu. Harapan Raffles untuk menjadi penguasa di Malaka kembali terbuka sewaktu Kolonel Bannerman yang menjabat gubernur di Penang meninggal dunia. Segera dia berangkat menghadap Lord Moira, atasannya di Calcutta. Dia berharap agar dia diberi kepercayaan untuk menggantikan Bannerman. Akan tetapi, Lord Moira bukanlah Lord Minto. Permintaannya ditolak. Dengan tangan kosong, dengan kapal Indiana, dia pulang kembali ke posnya di Bengkulu. Dalam suasana sedih dan juga lelah akibat didera gelombang Lautan Hindia yang ganas itu, dia memutuskan untuk beristirahat di Pulau Poncan. Di tempat ini, Prins berkedudukan sebagai residen Inggris. Tiba di Pulau Poncan, Raffles mengajukan niatnya untuk mengadakan perjalanan ke Tanah Batak. Inilah yang dimuat dalam awal tulisan ini.

Aktivitas Raffles di Sumatera menimbulkan perselisihan yang serius antara pemerintah Belanda dan pemerintah Inggris. Pemerintah Inggris pernah memanggilnya untuk pulang dan meminta pertanggungjawaban. Alih-alih mendapatkan hukuman, dia malah diberi kesempatan untuk berceramah kepada para petinggi kerajaan dan kemudian diberi gelar “Sir”. Akan tetapi, karena kegiatannya di Hindia Timur makin mengganggu pemerintah Belanda, pemerintah Inggris memberikan peringatan kepada Raffles “ to consider himself in fact as merely the commercial resident, and as having no political authority wahatever” (bahwa dirinya hanyalah residen urusan perdagangan, tidak mempunyai kekuasaan politik apa pun).

Akan tetapi, hal itu tidak pernah dia acuhkan sehingga pemerintah Belanda sangat membenci Raffles. Raffles dicap sebagai Holland hatters (pembenci Belanda). Karena itu, pemerintah Belanda terus menuntut agar kembali diadakan perundingan yang menghasilkan Traktat London, (17 Maret 1824). Dengan traktat ini, pemerintah Belanda melepaskan tuntutannya atas Penang, Johor, dan Malaka sebagai imbalan atas pengembalian wilayah Nusantara kepada Belanda. Karenanya, Raffles harus angkat kaki dari Pulau Sumatera demikian juga Burton dan Ward. Inilah penyebab kegagalan Burton dan Ward dalam melakukan penginjilan di Tanah Batak. Jadi, kegagalan keduanya bukan karena keterbatasan bahasa sehingga salah menafsirkan injil sebagaimana dikatakan Nommensen, bukan pula karena epidemi kolera sebagaimana dikatakan M.O. Parlindungan, dan juga bukan karena kebencian orang Batak kepada si bontar mata (orang yang matanya putih) sebagaimana dikatakan Moh. Said.


Sumber: http://rajabatak2.wordpress.com/2008/10/28/perjalanan-panjang-raffles/

No comments:

Post a Comment