Piso Gaja Dompak, Pusaka Orang Batak
Dipublish Mei 30, 2014
Pusaka Orang Batak, Sumatera Utara
Piso Gaja Dompak adalah senjata tradisional yang berasal dari Sumatera
Utara. Nama piso gaja dompak diambil dari
katapiso yang berarti pisau
yang berfungsi untuk memotong atau menusuk, dan bentuknya runcing dan tajam. Bernama gaja dompak karena berarti ukiran berpenampang gajah pada tangkai senjata tersebut.
Piso Gaja Dompak, senjata khas suku batak merupakan pusaka kerajaan batak.
Keberadaan senjata ini tidak dapat dipisahkan dari perannya dalam perkembangan
kerajaan Batak. Senjata ini hanya digunakan di kalangan raja-raja saja.
Mengingat senjata ini juga merupakan sebuah pusaka kerajaan, senjata ini tidak
diciptakan untuk membunuh atau melukai orang lain. Sebagai benda pusaka, senjata
ini dianggap memiliki kekuatan supranatural, yang akan memberikan kekuatan
spiritual kepada pemiliknya. Senjata ini juga merupakan benda yang dikultuskan
dan kepemilikan senjata ini adalah sebatas keturunan raja-raja atau dengan kata
lain senjata ini tidak dimiliki oleh orang di luar kerajaan.
Belum ada catatan sejarah yang menyebutkan kapan tepatnya Piso Gaja Dompak
menjadi pusaka bagi kerajaan Batak. Namun, dari hasil penelusuran penulis Piso
Raja Dompak ini erat kaitannya dengan kepemimpinan Raja Sisingamaraja I. Hal
ini berdasarkan kepercayaan masyarakat terhadap mitos berasal dari tradisi
lisan yang tercatat dalam aksara.
Berkisah tentang seorang bernama Bona Ni Onan, putra bungsu dari Raja
Sinambela. Dikisahkan sewaktu pulang dari perjalanan jauh, Bona Ni Onan
mendapati istrinya Boru Borbor sedang hamil tua. Dia pun meragukan kandungan
istrinya itu. Sampai pada suatu malam ia bermimpi didatangi Roh. Roh itu
mengatakan bahwa anak dalam kandungan istrinya adalah titisan Roh Batara Guru dan kelak anak tersebut akan menjadi raja yang bergelar
Sisingamaraja.
Bona Ni Onan kemudian memastikan kebenaran mimpi tersebut kepada istrinya.
Istrinya pun bercerita bahwa ketika ia mandi di tombak sulu-sulu (hutan rimba), ia mendengar suara gemuruh dan Nampak
cahaya merasuki tubuhnya. Setelah mengetahui bahwa dirinya hamil. Ia pun
percaya bahwa kala itu ia bertemu dengan roh Batara Guru.
Masa kehamilannya mencapai 19 bulan dan kelahiran anaknya pun disertai
badai topan dan gempa bumi dahsyat. Oleh sebab itulah putranya ia beri
nama Manghuntal yang berarti gemuruh
gempa. Beranjak dewasa Manghuntal mulai menunjukan sifat-sifat ajaib yang
memperkuat ramalan bahwa dirinya adalah calon raja.
Di masa remaja, Manghuntal pergi menemui Raja Mahasakti yang bernama raja
Uti untuk memperoleh pengakuan. Pada saat ia hendak menemui Raja Uti, ia
menunggu sambil memakan makanan yang suguhkan oleh istri raja. Ketika itu
secara tidak sengaja ia mendapati Raja Uti bersembunyi di atap dengan rupa
seperti moncong babi.
Raja Uti pun menyapa manghuntal, ia pun menyampaikan maksud kedatangannya
menemui raja dan meminta seekor gajah putih. Raja Uti pun bersedia memberi
dengan syarat Manghuntal harus membawa pertanda-pertanda dari sekitar wilayah
Toba, Manghuntal pun menurut. Setelah itu Manghuntal kembali menemui Raja Uti
dengan membawa persyaratan dari Raja Uti. Raja Uti kemudian memberikan seekor
gajah putih serta dua pusaka kerajaan yaitu Piso Gajah Dompak dan sebuah tombak yang ia namai Hujur Siringis.
Konon, Piso Gaja Dompak tidak dapat dilepaskan dari pembungkusnya kecuali
oleh orang yang memiliki kesaktian dan Manghuntal bisa membukanya. Pasca itu
Manghuntal benar-benar menjadi raja dengan Sisingamaraja I. sampai saat ini masyarakat Batak masih
mempercayai mitos ini.
Selain sebagai pusaka yang begitu dihormati dan dikultuskan, Piso Gaja
Dompak ini memuat symbol-simbol yang bermakna filosofis. Bentuk runcing dari
senjata ini, dalam bahasa Batak disebut dengan Rantos yang bermakna ketajaman berpikir serta kecerdasan intelektual. Tajam
melihat permasalahan dan peluang, juga dalam menarik kesimpulan dan bertindak.
Tersirat bahwa pemimpin Batak harus memiliki ketajaman berpikir dan
kecerdasan dalam melihat sebuah persoalan. Selalu melakukan musyawarah dalam
mengambil keputusan dan mengambil suatu tindakan sebagai wujud dari 'kecerdasan
dan ketajaman berpikir dan meihat persoalan'.
Ukiran berpenampang gajah diduga diambil dari mitos memberikan
piso gaja dompak dan seekor gajah putih pada Manghuntal atau Sisingamaraja I.
Piso Gaja Dompak adalah lambing kebesaran pemimpin batak, pemimpin batak
memiliki kecerdasan intelektual untuk berbuat adil kepada rakyat dan
bertanggung jawab pada Tuhan.
Menurut hasil wawancara dengan cucu Sisingamaraja XII yaitu Raja Napatar,
salah satu sumber menyebutkan bahwa Piso Gaja Dompak berada di Museum Nasional.
Sementara sumber lain menyebutkan bahwa senjata atau pusaka Piso Gaja Dompak
berada di salah satu museum di Belanda bersama dengan stempel kerajaan
Sisingamaraja.
Sumber:
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1026/piso-gaja-dompak-pusaka-orang-
No comments:
Post a Comment