TRUMAN
SIMANJUNTAK: Berburu Jejak Budaya Purba
Kompas,
Minggu, 16 Maret 2014 –
Truman Simanjuntak (62) menggali jejak budaya manusia Indonesia sampai ke masa
mula-mula Nusantara ini dihuni. Peradaban itu tertanam di dalam bumi dan Truman
ikut mengangkatnya kembali dari ”kuburan” mereka.
Awal
tahun, arkeolog prasejarah Truman Simanjuntak mengisi hari di kantornya yang
tenang di Pusat Arkeologi Nasional, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Itu sebelum
Truman akhirnya kembali ke lapangan, bergulat dengan kotak ekskavasi atau
kedalaman tanah, mencari serpihan budaya.
Buruan
Truman ialah tinggalan prasejarah di Nusantara, masa yang merentang sejak awal
Pleistosen sekitar 1,8 juta tahun lalu hingga sekitar abad ke-4 atau ke-5
Masehi dengan ditemukannya jejak tulisan pada masa Hindu. Nusantara sudah
begitu renta sebagai hunian.
Kata
Truman, para ahli meyakini Homo erectus telah hadir di Indonesia sejak 1,5 juta
tahun yang lalu (pertanggalan tertua dari Perning, Jetis, Jawa Timur,
menunjukkan umur dari sekitar 1,8 juta tahun lalu dan dari Sangiran sekitar 1,6
juta tahun lalu). Ketika manusia purba ”keluar dari Afrika” menuju Eropa dan
Asia, persebaran mereka sampai pula ke Indonesia.
Dia
lalu menyorongkan buku Arkeologi Indonesia dalam Lintasan Zaman yang disusun
para arkeolog di Pusat Arkeologi Nasional untuk menggambarkan usaha penggalian
sejarah yang panjang itu. Di dalam buku itulah, tertuang bahwa pada kala
Pleistosen yang terentang mulai dari 2 juta sampai 11.500 tahun yang lalu itu,
bumi begitu dinamis. Banyak pergerakan lempeng bumi, aktifnya gunung api, dan
peng-es-an (glasiasi). Akibat pergerakan bumi itu muncul jembatan-jembatan
darat yang menghubungkan antarpulau. Diduga pada masa itulah banyak manusia dan
hewan bermigrasi.
Truman
kemudian menunjuk sebuah titik di peta Indonesia yang tergantung di dinding
kantornya: Flores. ”Inilah titik terjauh yang bisa dicapai Homo erectus dalam
persebarannya di dunia. Mereka menyebar ke timur sampai akhirnya sampai ke
Flores dan punah,” ujarnya.
Tentu
saja gelombang migrasi manusia purba tak terhenti pada Homo erectus. Truman
dalam tulisannya ”Pluralisme dan Multikulturalisme dalam Prasejarah Indonesia”
mencatat beberapa peristiwa penting di Nusantara, seperti kemunculan manusia
modern Homo sapiens tertua. Di Indonesia pertanggalan tertua berasal dari situs
Song terus, Pacitan, sekitar 45.000 tahun lalu. Lalu, berlanjut dengan
berakhirnya zaman es awal Holosen yang menyebabkan kenaikan air laut sehingga
memicu diaspora pada 10.000-5.000 SM, kedatangan penutur Austronesia sekitar
4.000 tahun lalu (yang dari mana datangnya masih diperdebatkan), hingga zaman
fajar sejarah alias protosejarah beberapa abad menjelang Masehi.
Maka,
ke titik manusia purba pernah singgah itulah, Truman datang mencari jejak
budayanya. Dia pergi ke berbagai situs di Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi,
Bali, hingga Papua.
Apa
fokus penelitian Anda belakangan ini?
Ada dua penelitian besar yang saya dan tim dari Pusat Arkeologi Nasional yang sedang kerjakan. Pertama, Goa Harimau di Sumatera Selatan. Di dalam goa kami temukan banyak kubur manusia, sampai sekarang mencapai 76 individu di kedalaman 0,5 meter hingga 1,5 meter lebih. Kami ingin turun ke bawah dulu untuk mengetahui kronologi hunian di daerah itu. Sejauh ini, tinggalan paling dalam menunjukkan keberadaan hunian itu sejak 15.000 tahun lalu. Temuan tertua, dari kebudayaan preneolitik (ditandai alat serpih dan batu pukul). Kami menduga, jika menggali lebih dalam, bisa menemukan kebudayaan dari 40.000 hingga 50.000 tahun lalu.
Ada dua penelitian besar yang saya dan tim dari Pusat Arkeologi Nasional yang sedang kerjakan. Pertama, Goa Harimau di Sumatera Selatan. Di dalam goa kami temukan banyak kubur manusia, sampai sekarang mencapai 76 individu di kedalaman 0,5 meter hingga 1,5 meter lebih. Kami ingin turun ke bawah dulu untuk mengetahui kronologi hunian di daerah itu. Sejauh ini, tinggalan paling dalam menunjukkan keberadaan hunian itu sejak 15.000 tahun lalu. Temuan tertua, dari kebudayaan preneolitik (ditandai alat serpih dan batu pukul). Kami menduga, jika menggali lebih dalam, bisa menemukan kebudayaan dari 40.000 hingga 50.000 tahun lalu.
Kedua,
riset Sangiran. Kami mendapatkan temuan-temuan baru, khususnya artefak.
Alat-alat batu manusia purba yang karakter morfoteknologinya khas. Budaya itu
berkembang di Afrika sejak 1,6 juta tahun lalu dan menyebar ke Eropa dan Asia,
termasuk ke Indonesia. Tinggalan yang kami temukan berusia lebih kurang 800.000
tahun. Di China juga ditemukan, alat sejenis berusia 400.000 tahun. Temuan
alat-alat batu itu bisa merunut migrasi manusia.
Apa
arti penting temuan di Goa Harimau?
Sampai saat ini, hanya di Goa Harimau ditemukan kubur manusia begitu banyak dan dari dua lapisan kebudayaan. Setelah penggalian lebih dalam, di bagian bawah terdapat kebudayaan neolitik Austronesia awal (kebudayaan neolitik ditandai antara lain peralatan terbuat dari batu telah diasah, pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar). Itulah leluhur kita langsung sekarang ini. Mereka berkembang terus. Sekitar permulaan abad Masehi, mereka memasuki periode paleometalik (masa logam awal). Temuan ini bukan main menariknya dari segi ilmu pengetahuan. Dari kubur-kubur itu saja, kita bisa menjelaskan siapa manusia yang menghuni goa itu, konsepsi kepercayaan masyarakat, sampai penyakit yang berkembang waktu itu.
Sampai saat ini, hanya di Goa Harimau ditemukan kubur manusia begitu banyak dan dari dua lapisan kebudayaan. Setelah penggalian lebih dalam, di bagian bawah terdapat kebudayaan neolitik Austronesia awal (kebudayaan neolitik ditandai antara lain peralatan terbuat dari batu telah diasah, pertanian menetap, peternakan, dan pembuatan tembikar). Itulah leluhur kita langsung sekarang ini. Mereka berkembang terus. Sekitar permulaan abad Masehi, mereka memasuki periode paleometalik (masa logam awal). Temuan ini bukan main menariknya dari segi ilmu pengetahuan. Dari kubur-kubur itu saja, kita bisa menjelaskan siapa manusia yang menghuni goa itu, konsepsi kepercayaan masyarakat, sampai penyakit yang berkembang waktu itu.
(Selain
kubur manusia, ditemukan pula pecahan tembikar, alat serpih dari batuan,
cangkang kerang, biji-bijian, tulang-tulang hewan. Ada pula temuan alat besi
dan tajak perunggu di lapisan atas yang menunjukkan hunian dan kubur berlanjut
hingga masa protosejarah).
Seberapa
penting temuan di Indonesia mengungkap tentang evolusi?
Indonesia kawasan sangat penting untuk mengetahui evolusi manusia dan budayanya. Tidak banyak wilayah di dunia bisa menghidupi manusia sejak masa begitu tua. Temuan-temuan Homo erectus tidak banyak di dunia ini. Hanya ada di beberapa tempat, seperti Indonesia, China, Georgia (Rusia), Perancis, Spanyol, Filipina, dan Afrika.
Indonesia kawasan sangat penting untuk mengetahui evolusi manusia dan budayanya. Tidak banyak wilayah di dunia bisa menghidupi manusia sejak masa begitu tua. Temuan-temuan Homo erectus tidak banyak di dunia ini. Hanya ada di beberapa tempat, seperti Indonesia, China, Georgia (Rusia), Perancis, Spanyol, Filipina, dan Afrika.
Profesor riset
Bagi Truman, mengungkap siapa manusia Nusantara masa lalu dan misteri kehidupan mereka sangatlah menarik. Dia meyakini, masa lalu selalu berkait dengan sekarang. Rasa ingin tahu itu terbetik sejak Truman duduk di bangku kelas V sekolah dasar di Pematang Siantar, Sumatera Utara.
Dia
masih mengingat, gurunya mengajar sejarah dan bicara tentang keindahan
Borobudur dan Prambanan. Truman membayangkan penuh kekaguman betapa candi
raksasa dibangun dari tumpukan batu. Di akhir kelas, guru berpesan, jika murid
rajin belajar, kelak mereka bisa pergi ke Jawa melihat Candi Borobudur. Untuk
Truman yang bersekolah di ujung Pulau Sumatera awal tahun 1960-an, Pulau Jawa
begitu jauhnya. Sekalipun terdengar sederhana, ucapan guru terngiang terus.
Berpuluh
tahun selepas dari SD, Truman tak hanya berkunjung ke Borobudur, tetapi
berkontribusi untuk perkembangan arkeologi di Indonesia. Lebih dari 150 karya
tulis dipublikasikan dalam bentuk artikel, monografi, prosiding, makalah, dan
lain-lain. Truman dinobatkan sebagai profesor riset dengan orasi pengukuhan
”Pluralisme dan Multikulturalisme dalam Prasejarah Indonesia” tahun 2006 lalu.
Bagaimana
keanekaragaman di Nusantara tercipta?
Keragaman fisik dan budaya itu terjadi karena banyak faktor. Pertama, faktor lingkungan yang bermacam-macam membuat manusia beradaptasi dan menciptakan budaya-budaya khas. Itu yang disebut dengan evolusi lokal. Kedua, keanekaragaman fisik itu terjadi karena tradisi, kebiasaan, dan juga aliran DNA yang bervariasi. Perkawinan berbagai jenis fisik, apalagi dengan berbeda ras, menumbuhkan keberagaman.
Keragaman fisik dan budaya itu terjadi karena banyak faktor. Pertama, faktor lingkungan yang bermacam-macam membuat manusia beradaptasi dan menciptakan budaya-budaya khas. Itu yang disebut dengan evolusi lokal. Kedua, keanekaragaman fisik itu terjadi karena tradisi, kebiasaan, dan juga aliran DNA yang bervariasi. Perkawinan berbagai jenis fisik, apalagi dengan berbeda ras, menumbuhkan keberagaman.
Interaksi
dengan dunia luar juga sangat menentukan keanekaragaman. Nusantara begitu luas,
bertetangga dengan Australia dan Pasifik. Pengaruh dari luar itu berbeda-beda.
Sumatera, misalnya, lebih gampang mendapat pengaruh dari Asia Tenggara daratan.
Adapun Papua dan Maluku mendapat pengaruh dari timur, seperti Pasifik dan
Australia. Interaksi antarpulau di Nusantara yang juga tak terbatas ikut menciptakan
keanekaragaman. Itu menjadikan keanekaragaman manusia dan budaya di Nusantara
bisa dikatakan yang tertinggi di dunia.
Dalam
prasejarah, apa keanekaragaman itu terlihat dalam tinggalan budaya?
Ya. Bahkan, di situs tua sekalipun seperti Sangiran yang telah dihuni manusia dari 800.000 hingga lebih 1 juta tahun lalu. Di satu kompleks Situs Sangiran saja artefak seperti peralatan batunya berbeda antara yang di utara dan selatan. Di utara, daerah Ngebung, kami temukan alat-alat besar dan batu inti. Ada juga alat serpih, tetapi kebanyakan berukuran besar. Tetapi, di selatan, seperti di Dayu, hampir tidak ditemukan alat-alat besar. Hanya ada alat-alat kecil. Padahal, periodenya sama. Lingkungan yang menciptakan perbedaan. Di selatan tidak banyak sumber batuan yang bisa dijadikan alat. Di utara, lebih banyak. Jarak antara utara dan selatan itu hanya sekitar 4-5 kilometer dan itu pun sudah berbeda sekali alatnya.
Ya. Bahkan, di situs tua sekalipun seperti Sangiran yang telah dihuni manusia dari 800.000 hingga lebih 1 juta tahun lalu. Di satu kompleks Situs Sangiran saja artefak seperti peralatan batunya berbeda antara yang di utara dan selatan. Di utara, daerah Ngebung, kami temukan alat-alat besar dan batu inti. Ada juga alat serpih, tetapi kebanyakan berukuran besar. Tetapi, di selatan, seperti di Dayu, hampir tidak ditemukan alat-alat besar. Hanya ada alat-alat kecil. Padahal, periodenya sama. Lingkungan yang menciptakan perbedaan. Di selatan tidak banyak sumber batuan yang bisa dijadikan alat. Di utara, lebih banyak. Jarak antara utara dan selatan itu hanya sekitar 4-5 kilometer dan itu pun sudah berbeda sekali alatnya.
Apakah
pluralisme yang alami itu membuat ide-ide penyeragaman sulit bertahan?
Kita tidak bisa menghindar dari pluralisme. Menyangkal pluralisme adalah usaha yang sia-sia. Hanya kehancuran jika bangsa Indonesia dipaksakan seragam. Setelah kehancuran itu pun, akan muncul keanekaragaman lagi. Membangun bangsa ini harus berdasarkan kebinekaan itu. Ini yang harusnya ditonjolkan agar Indonesia menjadi sebuah bangsa yang berperadaban khas. Bukan bangsa yang cawit sana dan sini, ambil sana dan sini. Setelah keanekaragaman kuat sebagai jati diri dan karakter, kita akan dengan mudah memilah budaya luar yang sesuai dengan kepribadian kita.(Indira Permanasari)
Kita tidak bisa menghindar dari pluralisme. Menyangkal pluralisme adalah usaha yang sia-sia. Hanya kehancuran jika bangsa Indonesia dipaksakan seragam. Setelah kehancuran itu pun, akan muncul keanekaragaman lagi. Membangun bangsa ini harus berdasarkan kebinekaan itu. Ini yang harusnya ditonjolkan agar Indonesia menjadi sebuah bangsa yang berperadaban khas. Bukan bangsa yang cawit sana dan sini, ambil sana dan sini. Setelah keanekaragaman kuat sebagai jati diri dan karakter, kita akan dengan mudah memilah budaya luar yang sesuai dengan kepribadian kita.(Indira Permanasari)
Truman
Simanjuntak
Lahir: Pematang Siantar, 27 Agustus 1951
Istri: Yohana Yuliati
Anak: Ruth Simanjuntak dan Levi Simanjuntak
Lahir: Pematang Siantar, 27 Agustus 1951
Istri: Yohana Yuliati
Anak: Ruth Simanjuntak dan Levi Simanjuntak
Riwayat
Pendidikan:
·
Sarjana Arkeologi Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta, Indonesia, 1979
·
DEA (setara ijazah master), Prasejarah,
Institut de Paléontologie Humaine, Paris, Perancis, 1987
·
Doktor, Prasejarah, Institut de
Paléontologie Humaine, Paris, Perancis, 1991
Riwayat
Pekerjaan:
·
Peneliti dan Direktur, Center for
Prehistoric and Austronesian Studies (2006-sekarang)
·
Profesor Riset, Pusat Arkeologi
Nasional (2006-sekarang)
Sumber:
https://hurahura.wordpress.com/2014/03/16/truman-simanjuntak-berburu-jejak-budaya-purba/
No comments:
Post a Comment