Monday, June 2, 2014

Karakteristik Masyarakat Rao/ Rawa

Rao atau Rawa Adalah Orang Minangkabau

Karakteristik Masyarakat Rao/ Rawa

Oleh: Marlis Fatma, S. Sos

RAO atau Rawa merupakan sebuah daerah tapal batas. Kecamatan Rao terletak dikabupaten Pasaman, propinsi Sumatera Barat. Daerah ini berbatasan langsung dengan Tapanuli dan Mandailing, Sumatera Utara. Sebelah utara berbatasan dengan Tapanuli Selatan, sebelah timur berbatasan dengan propinsi Riau, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Lubuk Sikaping, sedangkan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Panti. Selain di wilayah Indonesia lainnya, orang Rao/ Rawa juga ada di Negeri Sembilan, Malaysia.

Nama Rao berasal dari kata “rawa” karena didaerah ini dulu banyak terdapat rawa-rawa. Banyaknya rawa didaerah ini,  menyebabkan berkembangbiaknya nyamuk. Banyak dan ganasnya nyamuk tersebut sehingga menimbulkan berbagai penyakit diantaranya penyakit cikunguya dan malaria yaitu penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk, penyakit ini bisa mengakibatkan kematian pada penderitanya. Oleh karena itu, mereka pindah ke daerah Semenanjung, dan disana mereka disebut sebagai “orang rawa” yaitu orang yang berasal dari daerah rawa-rawa.


Di samping pendapat diatas, didaerah ini dahulunya ada pohon yang tumbuh didaerah rawa yang disebut dengan “rao-rao”.  Buah pohon inilah yang  menjadi makanan nenek moyang dahulunya, maka munculah nama “rao”.

Daerah Rao yang terletak diperbatasn ini mempunyai ciri khas adat dan budaya tersendiri, pertama, adat pantang tanah. Adat pantang tanah  dilakukan melalui upacara bojajak. Upacara ini diperuntukkan kepada anak yang berumur sekitar satu tahun, anak tersebut tidak boleh menginjak tanah sebelum melakukan upacara pantang tanah tersebut. Bahan-bahan yang digunakan yaitu manyak makan, kapur sirih, daun sirih, nasi kunyit, bunga tujuh warna dan lain-lain.

Cara-cara melakukan upacara botatah yang pertama, anak yang akan ditatah disiram dengan beras kuning sebanyak tiga kali, ini dimaksudkan untuk melimpahkan reski kepada anak. Kedua menatahkan anak diatas bunga sebanyak tiga kali, juga mengajarkan cara berjalan yang baik. Ketiga memandikan anak dengan mengoleskan minyak makan keseluruh tubuhnya. Keempat, anak dimandikan bersama ibu dan penatahnya. Setelah dua hari pelaksanaan upacara tersebut anak baru boleh menginjakan tanah.

Kedua,  ma andua adalah  seni menidurkan anak dengan cara tertentu, seperti diayun  dan dinyanyikan dengan nada dan irama khas orang Rao. Dan ketiga adalah rantak kudo yaitu kesenian daerah yang berupa balas pantun, dimana balas pantun ini dinyanyikan dengan irama tertentu.

Acara ini biasa dilakukan pada upacara managak gala rajo yaitu upacara pemberian gelar kebangsawanan pada seorang yang telah dipilih oleh masyarakat setempat sebagai pemimpin. Sementara itu, dikalangan muda-mudi juga ada tradisi rontak kudo, tradisi ini biasanya dilakukan pada saat acara perkawinan mulai dari jam 10 malam sampai pagi, mereka berbalas pantun secara bersama-sama.

Walaupun berbatasan langsung dengan Tapanuli dan Riau, namun masyarakatnya berasal dari Minangkabau. Seperti yang dijelaskan dalam majalah Sumbago yaitu majalah adat dan kebudayaan Minangkabau, Rao Mapat Tunggul termasuk bagian kerajaan Pagaruyung.

Menurut Drs. Amir B, dahulu ada dua orang yang berasal dari Balai Janggo Pagaruyung bernama Tum Barito dan Tum kayo mencari tanah kedaerah Pasaman. Kemudian keduanya membagi daerah tersebut. Tum Barito dan pengikutnya menerapkan sistem adat koto piliang sedangkan Tum Kayo serta pengikutnya menerapkan sistem adat bodi caniago.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa orang Rao adalah orang Minangkabau yang berasal dari Pagaruyung. Hal ini juga dibuktikan dengan nama-nama raja di Rao yang memiliki kemiripan dengan nama raja di Pagaruyung, seperti Sutan Alam Bagagarsah dan Datuk Alam Bagagarsah. Selain itu, orang Rao memiliki suku bukan marga seperti orang Tapanuli.

Namun sebagai daerah tapal batas orang Rao menggunakan dua bahasa yaitu bahasa Minangkabau dan bahasa Tapanuli dalam percakapan sehari-hari. Namun dari segi dialek mirip dengan Riau yaitu dialek melayu dengan huruf dominan  “o” dalam kosa katanya.

Kekhasan budaya Rao yang lain juga terlihat dari segi masakan. Orang Rao mempunyai masakan khas  yang disebut dengan “asam kebo”  yaitu daging kerbau yang diasamkan. Masakan ini sering kita jumpai dalam acara pesta perkawinan atau pada hari raya idul fitri. Sedangkan di Panti yang juga merupakan bagian daerah Rao dulunya, asam kebu disebut dengan “kosa”.

Kemudian  juga ada kue yang disebut “galamai aru” yaitu makanan yang mirip dodol, yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus dengan pelepah pinang yang telah tua. Makanan ini biasanya dibuat pada hari raya idul fitri.

Kharakteristik masyarakat Rao inilah yang membedakannya dengan daerah lain. Namun sangat disayangkan beberapa ciri khas mereka telah memudar bahkan sudah tidak dikenal oleh generasi muda saat ini, seperti rantak kudo dan  ma andua. Sedangkan masakan asam kebo juga sudah jarang dijamukan dalam acara adat.

Untuk itu, diharapkan pada generasi tua untuk terus mensosialisasikan dan mewariskan budaya tersebut pada generasi. Begitu juga dengan generasi muda, harus bangga dan bisa mempromosikan budaya khas tersebut pada masyarakat luas, sehingga kharakteristik budaya Rao tidak punah dimakan zaman melalui kegiatan-kegiatan dalam masyarakat. ***


Sumber:
http://sman1rao.sch.id/html/index.php?id=artikel&kode=37

No comments:

Post a Comment