Wednesday, April 9, 2025

LELUHUR TOBA TIBA DI TITIK NOL TANO TOBA: Titik Nol Di Empat Wilayah Toba

 

Seri HITA TOBA 7

LELUHUR TOBA TIBA DI TITIK NOL TANO TOBA

Titik Nol Di Empat Wilayah Toba

Oleh: Edward Simanungkalit *

 Gelombang Migrasi Leluhur

Arkeolog prasejarah, Prof. Dr. Harry Truman Simanjuntak dari Pusat Arkeologi Nasional yang telah malang-melintang melakukan penelitian arkeologi prasejarah selama 40 tahun lebih di Indonesia ini. Menurutnya, pada 4.300-4.100 tahun lalu, dari Yunan, penutur Austroasiatik bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja lewat Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Kemudian, pada 4.000-an tahun lalu, muncul arus migrasi penutur Austronesia lewat sisi timur Indonesia. Arus migrasi itu muncul mulai dari Sulawesi, Kalimantan, dan sebagian ke selatan, seperti Nusa Tenggara, hingga menuju Jawa dan Sumatera (Kompas, 27/11-2014). Kedua ras Mongoloid yang menggunakan bahasa berbeda ini akhirnya bertemu di sekitar Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Penutur Austronesia ternyata lebih berhasil mempengaruhi penutur Austroasiatik, sehingga berubah menjadi penutur bahasa lain. Sebelum kedua penutur tadi datang, sudah ada ras Australomelanesoid, yang hingga sekarang hidup di wilayah Indonesia timur, seperti Papua (Kompas, 07/08-2014). Jadi, ada tiga penutur bahasa yang menjadi cikal-bakal leluhur bangsa Indonesia pada masa prasejarah, yaitu: Negrito (ras Australomelanesoid), penutur Austrosiatik, dan penutur Austronesia.

Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (Lembaga Eijkman/Eijkman Institute; sekarang BRIN) melalui Prof. Herawati Sudoyo, PhD. mengemukakan bahwa dari hasil penelitian mereka selama ini, migrasi leluhur Indonesia terjadi dalam 4 (empat) gelombang. Pengalaman penelitian Lembaga Eijkman di Indonesia sbb.: “Sudah ada nyaris 3 ribuan orang Indonesia dari 13 pulau dan 80 komunitas menjadi sampel analisa DNA. Hasil risetnya, sudah dimuat di jurnal ilmiah Nature.” (Detik.com, Selasa, 15 Nov. 2016). Selanjutnya, Prof. Herawati menjelaskan ke-4 gelombang migrasi itu sebagai berikut:

1. Gelombang migrasi pertama datang dari Afrika menyusuri pesisir Selatan Asia menuju Sundaland mulai dari sekitar 72.000 tahun lalu (Out of Africa).

2. Gelombang migrasi kedua datang dari China Selatan sekitar 4.300 sampai 4.100 tahun lalu. Mereka ini penutur Austroasiatik bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja dan kemudian melewati Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

3. Gelombang migrasi ketiga datang dari China Selatan dan dari Taiwan sekitar 4.000 tahun lalu . Mereka ini penutur Austronesia bermigrasi hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.

4. Gelombang migrasi keempat datang dari India, Arab, dan Eropa pada masa millenium.

Demikian penjelasan Prof. Herawati Sudoyo dari Lembaga Eijkman mengenai migrasi leluhur Indonesia yang ternyata leluhur campuran (lihat: histotia.id; National Geographic, 24/05-2019). Baik menurut hasil penelitian arkeologi maupun hasil penelitian genetika tadi, bahwa leluhur orang Indonesia adalah leluhur campuran, bukan leluhur tunggal.

Leluhur Toba Tiba di Tano Toba

Leluhur Toba datang secara bergelombang juga dengan waktu yang berbeda. Mereka tiba di Tano Toba sebanyak 5 gen pada masa prasejarah dan 1 gen pada millennium kedua sebagai berikut:

1. Negrito (ras Australomelanosoid), K-M526* = 13,51%, yang bermigrasi ke Negeri Toba  setelah tenggelamnya Sundaland di sekitar 8.500 tahun lalu.

2. Penutur Austroasiatik (ras Mongoloid yang berkulit hitam), O-M95* = 13,51%, yang datang sekitar 4.300- 4.100 tahun lalu. Mereka ini pendukung budaya Hoabinh (Hoabinhian) terbukti dengan ditemukannya bukit-bukit kerang dan kapak Sumatralith di sepanjang pesisir Timur Sumatera bagian Utara mulai dari Deli Serdang hingga Lhok Seumawe.

3. Penutur Austronesia (ras Mongoloid yang berkulit putih), yang bermigrasi dari Taiwan (O-M110 = 10,81% dan O-P203 = 2,7%) dan masuk lewat pantai Barat sekitar 4.000 tahun lalu. Pendukung budaya Dongson bermigrasi ke Negeri Toba dari Lembah Song Hong, Vietnam Utara (O-P201 = 57%) dan masuk dari pantai Timur. Mereka ini lebih dominan 57%.

4. Penutur Dravida, R-M124 = 2,7%, dari India Barat bermigrasi ke Negeri Toba melalui Barus di pantai Barat sekitar 600 tahun lalu.

Disimpulkan bahwa leluhur Toba didominasi oleh penutur Austronesia dan bahasa Toba termasuk ke dalam rumpun bahasa Austronesia. Sejak dari leluhurnya, orang Toba didominasi oleh ras Mongoloid.  Leluhur Toba terdiri dari 6 gen (5 gen dari masa pra-sejarah ditambah 1 gen dari  600 tahun lalu) sesuai penelitian Lembaga Eijkman. Jelaslah bahwa leluhur Toba bukan leluhur tunggal melainkan leluhur campuran!

Titik Nol di Toba Holbung, Silindung, Humbang, dan Samosir

Ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa leluhur Toba sudah tiba di Negeri Toba jauh  ribuan tahun lalu di masa prasejarah sekitar 4.000 tahun s/d 8.500 tahun lalu. Leluhur Toba ini bukan leluhur tunggal, tetapi leluhur campuran. Mereka yang datang pada masa prasejarah ini terdiri dari dua ras: Ras Australomelanesoid dan Ras Mongoloid (Ras Mongoloid yang berkulit hitam dan Ras Mongoloid yang berkulit putih). Leluhur Toba ini didominasi Ras Mongoloid, dominan berbahasa Austronesia dan dominan berbudaya Dongson. Begitulah penjelasan ilmu pengetahuan mengenai leluhur Toba yang terdiri dari 6 (enam) macam leluhur. Dengan demikian, maka TITIK NOL itu berada di Toba Holbung, di Toba Humbang, di Toba Silindung, dan di Toba Samosir, yaitu di Tano Toba atau Negeri Toba.

Ketika Dewa-Dewi turun ke bumi dari Langit Lapis Ketujuh, menurut dongeng itu mereka turun dari puncak Pusuk Buhit hingga di Sianjur Mula-mula. Dewa-dewi itu kawin dan lahirlah Raja Ihat Manisia. Raja Ihat Manisia memperanakkan: Raja Miok-Miok, Patundal Begu, dan Aji Lampas-Lampas. Raja Miok-Miok memperanakkan Eng Banua. Eng Banua memperanakkan Raja Aceh, Raja Bonang-Bonang, dan Raja Jau. Raja Bonang-Bonang memperanakkan Raja Tantan Debata. Raja Tantan Debata memperanakkan Ompu Jolma. Ompu Jolma inilah kemudian berganti namanya menjadi Si Raja Batak sebagaimana dikemukakan oleh Uli Kozok dalam Bincang Lae Kirman berjudul “Dinamika Sejarah Batak”, 31 Mei 2022 (dikutip 26 Maret 2025; Video: 25 detik. Dikutip dari:  https://www.youtube.com/watch?v=HewtyBgdCqA).

Balai Arkaeologi Sumatera Utara telah melakukan penelitian khusus di Sianjur Mula-mula. “Penelitian di Sianjur Mula-mula ini dilaksanakan sejak tanggal 9 April—1 Mei 2018. Penelitian ini dipusatkan di bekas permukiman Siraja Batak yang berada di Huta Urat, Desa Sianjur Mula-mula.” (Taufiqurrahman S., 18/07-2018, https://balarsumut.kemdikbud.go.id/). Dr. Ketut Wiradnyana, MSi., Kepala Balai Arkeologi Sumatera Utara, mengemukakan, bahwa berdasarkan data, temuan di Sianjur Mula-mula itu usianya sekitar 600 tahun lalu. Ketut melanjutkan, bahwa di Sianjur Mula-mula sendiri saat dilakukan ekskavasi yang ditemukan hanya artefak seperti peralatan dapur, dan setelah digali lagi hanya menemukan tanah bekas sawah yang usianya kurang lebih 600 tahun yang lalu, dan tidak ditemukan kerangka manusia di dalamnya (SBNPro.com, 24/01-2019).

Jelaslah, ilmu pengetahuan telah mengungkapkan bahwa Sianjur Mula-mula bukanlah kampung leluhur Toba yang pertama. Karena, leluhur Toba datang bergelombang, sehingga leluhur Toba itu leluhur campuran yang tiba di Tano Toba. Mereka itu tiba di Toba Holbung, Toba Humbang, Toba Silindung, dan Toba Samosir. Jadi, TITIK NOL Toba itu di Toba Holbung, Toba Humbang, Toba Silindung, dan Toba Samosir.

Sopo Panisioan, 5 April 2025

(*) Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban

No comments:

Post a Comment