Friday, May 18, 2012

Siapakah Yang Akan Menggantikan Posisi Sisingamangaraja XII?

Siapakah Yang Akan Menggantikan Posisi Sisingamangaraja XII?

Dalam sejarah disebutkan Raja pertama beretnis Batak bernama Raja Makoeta atau Raja Manghuttal bergelar Sisingamangaraja I yang berkuasa sekira tahun 1550 M. Kekuasaannya hingga ke Aceh dan Minangkabau. Sisingamangaraja I merupakan kemenakan Raja Uti, penguasa Barus. Raja Makoeta merupakan Panglima Raja Uti ketika melawan Portugis yang hendak menguasai Barus.
Sisingamangaraja I itu mendirikan kerajaan baru berpusat di Bakkara. Antara Barus dan Bakkara terjadi hubungan persahabatan yang erat. Itu ditandai dengan dibuatnya jalan menghubungkan kedua kerajaan itu.
Profesor Uli Kozok pernah menambahkan, bahwa Raja Sisingamangaraja XII bukan beragama Islam, Kristen maupun Parmalin. Melainkan beragama Batak asli.
“Selama ini banyak kontroversi yang terjadi di tengah masyarakat tentang agama yang dianut Sisingamangaraja XII. Ada yang mengatakan dia beragama Kristen, Islam. Bahkan tidak sedikit yang menyebut beragama Parmalin yang menurut sebagian orang merupakan agama aslinya orang Batak,”
Sisingamangaraja
Ahli sejarah berkebangsaan Jerman itu, menyebutkan, Parmalin bukanlah agama asli orang Batak. Parmalin merupakan agama kombinasi atau perpaduan dari agama Islam dan Kristen.
Ketika agama Parmalin berkembang di Tanah Batak, Sisingamangaraja XII sendiri sudah berada di Dairi dalam pengungsian menghindari serbuan-serbuan dari tentara Belanda. “Jadi agama Sisingamangaraja XII adalah Batak asli yang usianya jauh lebih tua dari agama Parmalin,” katanya.
Mengenai bukti-bukti otentik yang ditunjukkan dalam stempel Sisingamangaraja XII yang menggunakan aksara campuran Batak Mandailing Angkola, Arab Melayu dan Kawi juga tidak membuktikan bahwa ia telah memeluk agama Islam.
Surat Kabar Belanda Algemcene Handeslsblad pada edisi 3 Juli 1907, menuliskan,:
“Menurut kabar dari pendudukan, sudahlah benar raja yang sekarang (maksudnya Sisingamangaraja) semenjak lima tahun yang lalu telah memeluk Islam. Tetapi dia bukanlah seorang Islam yang fanatik, demikian pula dia tidak menekan orang-orang di sekelilingnya menukar agamanya”
Sementara, Surat rahasia kepada Departement van Oorlog, Belanda, Letnan L. van Vuuren dan Berenshot pada tanggal 19 juli 1907 menyatakan, :
“Dat bet vaststaatdat de oude S .S. M. Met zijn zonns tot den Islam waren over gegaan, al zullen zij wel niet Mohamedan in merg en been geworden zijn”
“Bahwa sudah pasti S. S. M. yang tua dengan putra-putranya telah beralih memeluk agama Islam, walaupun keislaman mereka tidak seberapa meresap dalam sanubarinya”
Sebagai seorang yang mengklaim dirinya penguasa di Tanah Batak, sudah selayaknya Sisingamangaraja XII memiliki sebuah stempel sebagai lambang kebesarannya dan wajar saja jika dia menggunakan aksara Arab Melayu dalam stempelnya kerena saat itu Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa pengantar di Sumatera.
stempel sisingamangaraja


“Ahu sasap tangan sisingamangaraja sian bakara”
Inilah Cap Maharaja di negeri Toba kampung Bakara nama kotanya. Hijrah Nabi 1304
Raja Sisingamangaraja XII tewas tertembak dalam pertempuran melawan tentara kolonial Belanda di Dairi pada awal abad XX. Pahlawan legendaris dari Toba itu tanpa sengaja melanggar pantangannya sendiri, kepercikan darah anak perempuan nya, Lopian, yang tertembak pasukan marsose Belanda, pimpinan Kapten Christoffel. Lopian, anak kesayangan baginda, merupakan srikandi yang terus mendampingi ayahnya bertempur melawan Belanda. Kapten Christoffel menyerukan pada baginda untuk menyerah, tapi Sisingamangaraja memilih untuk mati. Lopian, gadis remaja yang pemberani itu ternyata hanya mendapat luika ringan. Tapi pasukan marsose bertindak keji. Setelah tertawan, gadis yang gagah berani itu kemudian dibunuh dan mayatnya dilemparkan ke Sungai Pancinoran di kaki gunung Batu Gajah. Sejak peristiwa tragis itu posisi Raja Sisingamangaraja tidak pernah terisi lagi.
Berdasarkan cerita-cerita sejarah, Raja Diraja Tanah Batak yang bergelar Sisingamangaraja sebelum jatuh ke tangan marga Sinambela, terlebih dulu untuk satu generasi di tangan seorang bermarga Simanulang. Sedangkan sebelumnya untuk 8 generasi berada di tangan garis lurus dari Tuan Serba Dibanua, Sori Mangaraja dan seterusnya. Untuk masa sebelumnya di zaman yang silam, tidak diketahui sama sekali. Nama Sisingamangaraja punya makna tersendiri. “Si” bukan sama nilainya dengan si polan, si anu tapi berarti poros, pusat atau inti. “Singa” juga bukan binatang buas asal Afrika, namun berarti konstruksi, kerangka atau bagan. “Manga” berarti maha, agung atau besar. Sedangkan makna “Raja” yakni kemampuan dan kewibawaan. Jadi Sisingamangaraja berarti, ”Tampuk kewibawaan agung dari konstruksi tata peradatan TanahBatak”.
Perlu diketahui bahwa kerajaan Raja Sisingamangaraja XII yang diwarisinya dari leluhurnya bukanlah sebuah kerajaan dalam pengertian umum. Secara politik, beliau hanyalah raja negerinya sendiri, negeri Bakkara. Yang menjadikan leluhur Raja Sisingamangaraja XII dan Raja Sisingamangaraja XII sendiri dikenal sebagai “Raja Orang Batak” adalah fungsinya sebagai Imam kepercayaan orang Batak. Kedudukannya dalam percaturan politik Tano Batak dapat dianalogikan seperti kedudukan Kaisar Romawi Suci dalam Kekaisaran Romawi Suci. Hanya saja Raja Sisingamangaraja XII juga memegang jabatan Imam Agama Parmalim, kepercayaan orang Batak di zamannya.
Raja Sisingamangaraja sendiri bukanlah orang Batak yang utuh. Ayahnya Ompu Raja Bona Ni Onan beristerikan adik Raja Uti Mutiraja, penguasa yang bersinggasana di Lambri, Aceh. Adik raja Aceh ini kemudian disapa dengan Si Boru Pasaribu. Ini bermakna diporoskan ke dalam marga Pasaribu. Sebaliknya ibu kandung Raja Uti ini berdasarkan cerita-cerita yang masih perlu ditelusuri kebenarannya adalah bangsawan Jawa yang diprakirakan kerabat dari pendiri Kerajaan Majapahit.
Dari perkawinan Ompu Raja dengan adik Raja Aceh ini lahirlah Raja Mahuta yang kemudian menjadi Raja Sisingamangaraja I. Berdasarkan tarombo (silsilah) ini, Raja Aceh mengakui kekuasaan Raja Sisingamangaraja yang untuk pertama kali menggunakan angka Romawi sampai ke-XII Bukti dari pengakuan ini, Tanah Batak tidak pernah diperangi pasukan Aceh dan bahkan keduanya bersatu dalam perang menghadapi musuh bersama. Tanda keakraban ini ditandai dengan diserahkan cap Sisingamangaraja yang satu bersiku 12 dan satu lagi bersiku 11 dari Raja Aceh. Cap itu bertuliskan huruf Batak di tengah dan huruf Arab di sekelilingnya.
Peluang untuk menjadi Sisingamangaraja XIII masih tetap terbuka bagi siapa saja terutama warga Batak. Akan tetapi ciri khas berupa “lidah berbulu”, kemungkinan hanya turunan Sisingamangaraja yang memiliki keunggulan tersebut. Sedangkan “piso gajah dompak” yang menjadi senjata baginda, pada masa lalu hanya baginda yang dianggap keramat yang mampu mencabutnya. Tapi kini banyak orang yang mampu mengakalinya hingga tercabut.
*Dari berbagai sumber


 Sumber:
http://manik.web.id/siapakah-yang-akan-menggantikan-posisi-sisingamangaraja-xii.html

No comments:

Post a Comment