Seri HITA TOBA 5
LELUHUR TOBA TIBA SEBELUM
SI RAJA BATAK LAHIR
Oleh: Edward Simanungkalit *
Arkeolog prasejarah, Prof. Dr. Harry
Truman Simanjuntak dari Pusat Arkeologi Nasional yang telah malang-melintang
melakukan penelitian arkeologi prasejarah selama 40 tahun lebih di Indonesia
ini. Menurutnya, pada 4.300-4.100 tahun lalu, dari Yunan, penutur Austroasiatik bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja lewat
Malaysia hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Kemudian, pada 4.000-an
tahun lalu, muncul arus migrasi penutur
Austronesia lewat sisi timur Indonesia. Arus migrasi itu muncul mulai dari
Sulawesi, Kalimantan, dan sebagian ke selatan, seperti Nusa Tenggara, hingga
menuju Jawa dan Sumatera (Kompas, 27/11-2014). Kedua ras Mongoloid yang
menggunakan bahasa berbeda ini akhirnya bertemu di sekitar Jawa, Kalimantan,
dan Sumatera. Penutur Austronesia ternyata lebih berhasil mempengaruhi penutur
Austroasiatik, sehingga berubah menjadi penutur bahasa lain. Sebelum kedua
penutur tadi datang, sudah ada ras
Australomelanesoid, yang hingga sekarang hidup di wilayah Indonesia timur,
seperti Papua (Kompas, 07/08-2014). Jadi, ada tiga penutur bahasa yang menjadi
cikal-bakal leluhur bangsa Indonesia pada masa prasejarah, yaitu:
Negrito (ras Australomelanesoid), penutur Austrosiatik, dan penutur
Austronesia.
Lembaga Biologi
Molekuler Eijkman (Lembaga Eijkman/Eijkman Institute; sekarang BRIN) melalui
Prof. Herawati Sudoyo, PhD. mengemukakan bahwa dari hasil penelitian mereka
selama ini, migrasi leluhur Indonesia terjadi dalam 4 (empat) gelombang.
Pengalaman penelitian Lembaga Eijkman di Indonesia sbb.: “Sudah ada nyaris 3
ribuan orang Indonesia dari 13 pulau dan 80 komunitas menjadi sampel analisa
DNA. Hasil risetnya, sudah dimuat di jurnal ilmiah Nature.” (Detik.com, Selasa,
15 Nov. 2016). Selanjutnya, Prof. Herawati Sudoyo menjelaskan ke-4 gelombang
migrasi itu sebagai berikut:
1. Gelombang migrasi pertama datang
dari Afrika menyusuri pesisir Selatan Asia menuju Sundaland mulai dari
sekitar 72.000 tahun lalu (Out of Africa).
2. Gelombang migrasi kedua datang
dari China Selatan sekitar 4.300 sampai 4.100 tahun lalu. Mereka ini penutur
Austroasiatik bermigrasi ke Vietnam dan Kamboja dan kemudian melewati Malaysia
hingga ke Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
3. Gelombang migrasi ketiga datang
dari China Selatan dan dari Taiwan sekitar 4.000 tahun lalu . Mereka ini
penutur Austronesia bermigrasi hingga ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan.
4. Gelombang migrasi keempat datang
dari India, Arab, dan Eropa pada masa millenium.
Demikian penjelasan Prof. Herawati
Sudoyo dari Lembaga Eijkman mengenai migrasi leluhur Indonesia yang ternyata leluhur campuran (lihat: histotia.id;
National Geographic, 24/05-2019). Baik menurut hasil penelitian arkeologi maupun
hasil penelitian genetika tadi, bahwa leluhur orang Indonesia adalah leluhur campuran, bukan leluhur tunggal
sebagai berikut:
1. Negrito
(ras Australomelanosoid), K-M526*, yang bermigrasi ke Negeri
Toba setelah tenggelamnya Sundaland di sekitar 8.500 tahun lalu.
2. Penutur
Austroasiatik (ras Mongoloid yang berkulit hitam), O-M95*,
yang datang sekitar 4.300- 4.100 tahun lalu. Mereka ini pendukung budaya
Hoabinh (Hoabinhian) terbukti dengan ditemukannya bukit-bukit kerang dan kapak
Sumatralith di sepanjang pesisir Timur Sumatera bagian Utara mulai dari Deli
Serdang hingga Lhok Seumawe.
3. Penutur
Austronesia (ras Mongoloid yang berkulit putih), yang bermigrasi dari
Taiwan (O-M110 dan O-P203) dan masuk lewat pantai Barat
sekitar 4.000 tahun lalu. Pendukung budaya Dongson bermigrasi ke Negeri Toba
dari Lembah Song Hong, Vietnam Utara (O-P201) dan masuk dari pantai
Timur. Mereka lebih dominan 57%.
4. Penutur
Dravida, R-M124, dari India Barat bermigrasi ke Negeri Toba
melalui Barus di pantai Barat sekitar 600 tahun lalu.
Akhirnya, disimpulkan bahwa leluhur
Toba didominasi oleh penutur Austronesia dan bahasa Toba termasuk ke dalam
rumpun bahasa Austronesia. Leluhur Toba terdiri dari 6 gen (5 gen dari masa
pra-sejarah ditambah 1 gen dari 600
tahun lalu), sehingga jelas bahwa leluhur Toba bukan leluhur tunggal melainkan leluhur campuran!
Ilmu pengetahuan menjelaskan bahwa
leluhur Toba sudah tiba di Negeri Toba jauh ribuan tahun lalu pada masa prasejarah di
sekitar 4.000 tahun s/d 8.500 tahun lalu. Leluhur Toba ini bukan leluhur tunggal,
tetapi leluhur campuran. Mereka yang datang pada masa prasejarah ini terdiri
dari dua ras: Ras Australomelanesoid dan Ras Mongoloid (Ras Mongoloid yang
berkulit hitam dan Ras Mongoloid yang berkulit putih). Leluhur Toba ini didominasi
Ras Mongoloid, didominasi penutur bahasa Austronesia dan didominasi pendukung budaya
Dongson. Begitulah penjelasan ilmu pengetahuan mengenai leluhur Toba.
Di kampung Sianjur Mula-mula, yang
berusia 600 tahun (menurut hasil ekskavasi Balai Arkeologi Sumatera Utara),
dari hasil perkawinan Dewa-Dewi yang turun dari langit tujuh lapis, lahirlah
Raja Ihat Manisia. Kemudian pada generasi keenam lahir jugalah Si Raja Batak,
yang disebut-sebut nenek-moyang tunggal Bangso Batak. Sementara ilmu
pengetahuan menjelaskan bahwa para leluhur Toba dari masa prasejarah telah tiba
di Negeri Toba sebelum Si Raja Batak lahir! Jauh sebelum Si Raja Batak lahir
telah tiba leluhur Toba bergelombang, sehingga leluhur Toba itu leluhur
campuran. Mereka didominasi ras Mongoloid, dominan berbahasa Austronesia, dominan
berbudaya Dongson (sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Balai Arkeologi
Sumatera Utara). Kesimpulannya, bahwa keberadaan Si Raja Batak kabur. Leluhur
Toba itu Leluhur Campuran, sehingga Si Raja Batak tertolak oleh ilmu
pengetahuan!
Sopo Panisioan, 4 April 2025
(*) Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban
No comments:
Post a Comment