Ulos Angkola
Pulang kampung ke Sipirok dalam beberapa tahun terakhir selalu membuat hati dan pikiranku tergelitik… “Mau tau tentang apa lagi, yaa…?”
Yuupppp… Besar di Pekanbaru, berada di lingkungan yang berasal dari berbagai suku, lalu sekolah ke Bogor, dan sempat tinggal di 2 kota lain, bergaul dengan teman-teman dari berbagai daerah, membuat diriku di usia belia dan awal dewasa gak terlalu mau tahu tentang kampungku.. Tapi kemudian kesadaran bahwa budaya yang dimiliki leluhurku sungguh kekayaan yang tak ternilai, yang seharusnya aku kenal, aku pelajari, menggoda hati… Makanya, bila ada kesempatan pulang kampung aku berusaha melihat tinggalan budaya yang ada di kampungku..
Setelah mengunjungi ito Ardiyunus Siregar pengrajin
Tuku dan Bulang yang tinggal di desa Padang Bujur Sipirok, yang saya kenal melalui group orang-orang Sipirok di Facebook, kali ini saya berkenalan dan mengunjungi ito Advent Ritonga, seorang pengrajin ulos yang well-known. Ito Advent Ritonga, yang formalnya hanya tamat Sekolah Dasar tapi sangat cerdas dan penuh bakat, menetap di Silangge, sebuah kampung yang berada sekitar 1 km dari jalan raya menuju Sipirok, kalau kita datang dari arah Medan. Atau kalau dari rumah Ompungku sekitar 5 km-an.
Salah satu tulisan di dunia maya tentang Advent Ritonga bisa teman-teman lihat di
sini…
Aku sendiri sebelumnya enggak tahu dengan beliau dan nama besarnya.. Maklum kurang gaul.. Hahaha.. Tapi adikku Ivo, yang pernah menyusuri berbagai sentra kerajinan di Sumatera Utara, menyarankan aku mengunjungi pertenunan beliau kalau mau liat pengrajin Ulos.
By the way, anyway, busway…, teman-teman udah pada tahu kan apa itu ULOS…?
Ulos itu artinya secara harfiah kain, atau selimut.. Tapi biasanya pengertiannya dalam konteks adat.. Sedangkan untuk kain (bahan baju, sarung, kain panjang), kata yang dipakai adalah abit. Ada juga yang menyebut ulos dengan istilah abit godang atau kain kebesaran, buka kegedean, lho.
Karena etnis Batak terdiri dari berbagai varian yang mempunyai budaya juga berbeda-beda…, maka ulosnya juga berbeda-beda, baik dari warna mau pun corak.. Sipirok, sebagai wilayah yang dihuni oleh otangBatak Angkola, maka ulos di Sipirok adalah Ulos Angkola.. Ulos yang menggunakan lebih banyak warna..
Hari Jum’at 03. April 2015 kemaren, sore hari, dengan diantar kak Mega, anak Namboru (kakak Papa) yang menetap di Sipirok, diriku pergi ke Silangge, ke rumah ito Advent Ritonga, pengrajin Ulos itu..
Begitu sampai di rumah ito Advent Ritonga, mataku melihat di samping rumah beliau terdapat sebuah bangunan kayu, tempat bertenun, yang di atas pintunya terdapat tulisan yang mengatakan kalau pertenunan ini merupakan binaan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara untuk pencelupan benang. Tak sempat berbengong ria, aku dan kak Mega langsung disuruh masuk ke ruang tamu rumah yang sekaligus berfungsi sebagai showroom sederhana..
Kak Mega langsung memperkenalkan diriku pada beliau, dan memberi tahu maksud kedatangan ku ke situ.. Dan…., ito Advent bilang, “Hu tanda do amangmu. Ro do hami tu horja inatta na baru on”. Artinya, “saya kenal dengan bapakmu, dan kami hadir saat acara adat pemakaman ibumu baru-baru ini”. Hmmmmm…. Ini Sipirok, banyak orang yang saling kenal… Jadi hati-hati melangkah dan bicara. Lebih hati-hati dari yang biasa dilakukan saat berada di luar sana.. :D
dengan Ito Advent Ritonga, Pengrajin Ulos dari Silangge, Sipirok
Setelah ngobrol-ngobrol sambil melihat-lihat apa yang dipamerkan di situ, termasuk yang ada di dalam 2 lemari kayu besar dengan pintu-pintu berkaca.., aku bertanya apa sesungguhnya makna yang ada di Ulos Angkola.
Menurut beliau Ulos Angkola merupakan ulos yang diberikan kepada pengantin Batak Angkola, dengan simbol-simbol penuh makna.., penuh dengan pesan-pesan akan ajaran hidup yang harus dipelajari, dijalani orang Batak Angkola, terutama boru (anak perempuan).
Saya lalu meminta beliau untuk mengatakannya pada saya satu demi satu… Ito Advent bilang, baru kali ini ada orang kita (orang Sipirok, maksudnya) yang bertanya pada dirinya tentang hal ini.. Orang luar, orang asing yang justru lebih sering bertanya.. Semoga ini bukan tanda betapa tidak pedulinya generasi muda Sipirok terhadap tinggalan agung leluhurnya..
Saya lalu bilang, saya tidak sering mengikuti acara Mangulosi atau memberi ulos. Tapi dari acara-acara yang saya lihat, saya ikuti, saya belum pernah meilihat, mendengar orang yang mangulosi itu menjelaskan makna yang tersimpan dalam ulos yang diberiannya.. Padahal bukankah makna adalah bagian terpenting dari sebuah pemberian..?
Ito Advent bilang, “Saya akan kasi tahu kamu.. Tapi kalau nanti tulisanmu sudah jadi.., sempatkan untuk memprintnya ya, dan kirimkan pada saya”. Deal… Insya Allah aku akan melakukannya..
By the way, diriku sempat bertanya, mengapa dirinya tidak pernah menulis tentang makna yang ada pada motif yang terdapat pada ulos Angkola. Dia bilang, dia pernah menuliskannya, lalu seseorang meminjam catatan tersebut, namun tak pernah mengembalikannya.. Hmmmmm… sad
Ito Advent menjelaskan pada saya mulai dari tepi ulos, yang wujudnya seperti bulu, sampai ke tengah ulos.. Mari kita mulai…
RAMBU… Rambu atau jumbai yang wujudnya seperti bulu, seperti putri melambai-lambai, melambangkan dalam berumahtangga, oarng harus luwes dalam mencari nafkah.
MANIK-MANIK, SI MATA RAMBU, artinya dalam berumah tangga, sebagai orang tua nantinya, sepasang suami istri harus bisa menjaga anak laki-laki dan anak perempuannya dengan baik. Bahasa Batak Angkolanya, Matahon anak dohot boru.
SIRAT, artinya suratan tangan, atau jodoh. Jadi orang yang menikah itu sudah jodoh, harus bisa mempertahankan rumah tangganya.
JARAK, tenunan polos berwarna hitam, berada di antara sirat dan pusuk robung. Artinya dalam semua aspek kehidupan harus ada jarak, tidak boleh terlalu dekat. Tidak boleh kita membuka semua yang ada pada kita kepada orang lain.
PUSUK ROBUNG alias pucuk rebung. Artinya dalam kehidupan harus bisa bersikap seperti bambu, bermanfaat di sepanjang usia, makin tinngi makin merunduk, knea angin bergoyang tapi tidak patah. Dan motif pucuk rebung ini juga ada lho dalam tenunan Melayu… Apa ya maknanya? Ada kesamaan asal muasalkah? Hmmmm…
LUSLUS, artinya dalam hidup manusia itu harus bagai lebah, hidup bermasyarakat. Tak boleh hidup sendiri.
TUTUP MUMBANG. Artinya di dalam hati harus ada tempat untuk menyimpan yang panas dan yang dingin. Harus bisa mengendalikan diri, mampu menyimpan hal-hal yang buruk dan tidak mengumbar yang baik.
IRAN-IRAN, andege ni mocci. Bahasa Indonesianya jejak tikus. Tiku kemanapun melangkah selalu terlihat jejak kakinya, artinya dalam hidup manusia harus meninggalkan jejak, kebaikan. Tidak boleh berlalu tanpa meninggalkan bekas.
JOJAK MATA-MATA. Ini motif dengan bentuk melintang terdiri dari warna merah, putih dan hijau. yang menunjukkan perubahan. Karena dengan pernikahan seorang perempuan akan melangkah ke tempat mertua, tinggal dan menjadi bahagian dari keluarga mertua, artinya berubah lingkungan, seorang perempuan atau boru harus meninggalkan jejak baik bagi keluarganya. Suami dan istri harus mampu memberi kesan baik tentang keluarganya ke keluarga mertua, dan sebaliknya juga memberi kesan baik tentang keluarga mertua kepada keluarganya.
YOK YOK MATA PUNE. Pune dalam bahasa Indonesia artinya burung Beo, burung yang cerdas. Jadi seorang boru, perempuan Batak harus pintar, harus cerdas, harus mau selalu belajar.
RUANG. Bahagian tenunan yang paling besar dan kaya warna ini melambangkan ular naga. Kuat dan panjang. Artinya suami istri itu harus berjiwa tegar, kuat dan mampu merangkul semua pihak yang ada di sekitarnya.
SI JOBANG. Motif yang berbentuk deretan prajurit. Jumlahnya harus ganjil, di sisi-sisi terluar harus yangmenggambarkan Mora (Raja), berwarna merah. Mora di pakkal,mora di ujung. Artinya sebagai Mora, harus bertanggung jawab terhadap seluruh aspek kehidupan orang-orang yang ada di sekitarnya.
SINGAP alias ujung atap. Artinya sebagai orang Batak, harus mampu bersikap seperti atap, mampu menahan panas terik matahari dan hujan. Sepahit apa pun yang terjadi dalam berumah tangga harus bisa dihadapi.
Horas Tondi Madingin Sayur Matua Bulung
Doa HORAS TONDI MADINGIN SAYUR MATUA BULUNG.. Ini serangkai doa, harapan, yang berarti semoga orang yang diulosi ini selamat-selamat, jiwanya sejuk sampai dia seperti daun yang menua.
BUNGA. Perempuan Batak harus mengeluarkan bau yang harum bagi sekelilingnya. Harus bisa jadi pribadi yang teladan, jadi contoh.
SURI-SURI. suri dalam bahasa Batak berarti sisir. Makna Suri-suri, adalah sebelum keluar rumah orang harus merapikan diri, berkaca. Jadi sebelum kita mengurusi orang lain, kita harus periksa diri kita dahulu, perbaiki diri kita, rapikan, baru kita boleh mengurusi diri orang lain.
DALIHAN NA TOLU. Di dalam masyarakat adat Batak ada 3 unsur, Anak Boru, Kahanggi, dan Mora. Yang paling tinggi kedudukannya adalah Mora atau Raja. Yang menjadi Mora dalam adat adalah orang tua perempuan, alias mertua dari seorang laki-laki Batak. Jadi bisa tahu donk, walau orang Batak itu menganut patrilineal, garus penerus marga ada pada anak laki-laki, tapi anak perempuan juga sangat berharga. Ada istilah di masyarakat Batak, orang dianggap kaya kalau maranak (punya anak laki-laki) sapuluh (10), marboru (punya anak perempuan) sabolas (sebelas). Karena dia bisa jadi mora untuk 11 keluarga. Hehehehe... Pada ulos, dalihan na tolu digambarkan dengan 3 kolom yang berada di tepi kiri dan kanan ulos. Yang paling luar adalah anak boru, yang tuigasnya dalam masyarakat adat melayani Mora dan Kahanggi. Yang tengah adalah Kahanggi (saudara dari anak boru). yang bahagian paling dalam, yang dibatasi dengan tugu adalah Mora.
TUGU, yang berupa 3 garis hitam sejajar, artinya perkumpulan keluarga. Orang Batak harus hidup dalam perkumpulan keluarga.
Untuk diketahui, ulos Batak terdiri dari dua lembar yang disambung tepat di bagian tengah. Seluruh susunan dan ukuran motif dari kedua lembar ulos itu sama, kecuali tulisan doa dan harapa Horas Tondi Madingin Sayur Matua Bulung. Tulisan itu justru menjadi satu kesatuan setelah kedua lembar ulos disambung. Kenapa harus terdiri dari dua lembar yang disambung? Karena rumah tangga itu terdiri dari 2 pribadi dengan latar belakang yang berbeda, yang disatukan, disambungkan. Dalem maknanya…
Oh ya, seharusnya, diriku memperkaya penjelasan ito Advent ini dengan mendalami makna nama-nama corak tersebut, mengingat Papaku dan teman-temannya sudah menerbitkan 2 edisi kamus Angkola – Indonesia. Tapi karena diriku takut lupa mengaitkan penjelasan-penjelasan yang diberikan dengan foto-foto yang diriku buat, jadi haris segera dikerjakan. Lagi pula, aku ingin bisa mempublikasi paling tidak satu tulisan pada saat aku sedang berada di rumah peninggalan Ompungku. Why…? Karena Ompung Godang kami mempunyai minat baca yang besar, dan mewariskannya pada anak-anak beliau, yang kemudian juga mewariskannya pada kami, cucu-cucu Ompung. Buku adalah jendela dunia… Dan jendela itu tak ada gunanay kalau tidak dibaca.
Semoga tulisan ini bermanfaat.. Mungkin bisa menjadi referensi bagi yang akan mangulosi.. Atau mungkin juga bagi yang menerima ulos namun belum diberi penjelasan tentang makna yang ada di balik motif-motif yang ada di ulos tersebut.
Rumah Jl. Simangambat No. 97 Sipirok, 05 April 2015
Sondha Siregar
Sumber:
http://ceritasondha.com/2015/04/03/ulos-angkola/