Mengapa Angkola Tidak Dikenal?
Oleh : Drs H Syamsul Bahri Ritonga MSi
Glr Sutan Humala Muda
Ini tidak terkait dengan pemekaran-pemekaran. Sampai sekarang, termasuk di Sumatera Utara masih banyak orang yang belum mengetahui apa itu Angkola dan bagaimana pula hubungannya dengan daerah atau etnik lainnya. Meskipun sebenarnya tidak sedikit yang telah memahami bahwa Sumatera Utara didiami oleh penduduk dari berbagai suku/etnik asli dan pendatang, apakah dalam jumlah besar atau dalam jumlah yang masih sedikit.
Dalam sejarah Tapanuli Selatan, dijelaskan bahwa Angkola mengandung dua kandungan arti penting, Angkola bisa diartikan sebagai suatu wilayah, teritori atau daerah, sedangkan makna yang lain Angkola adalah sebuah etnik yang berdiri sendiri dan asli di Sumatera Utara ini.
Sejarah mencatat bahwa sebelum Indonesia merdeka, Wilayah Pemerintahan di Tapanuli Selatan dahulunya bernama Afdeling dipimpin oleh sorang Residen dengan pusat Pemerintahan di Padangsidimpuan, membawahi 3 Onder Afdeling dan masing-masing dipimpin oleh Controlleur, seterusnya membawahi Onder Distrik yang dipimpin oleh Asisten Demang.
Onder Afdeling di bawah Afdeling, antara lain Angkola dan Sipirok berpusat di Padangsidimpuan, Onder Afdeling Padang Lawas di Sibuhuan, dan Onder Afdeling Mandailing di Kota Nopan.
Selanjutnya Onder Afdeling yang membawahi Onder Distrik. Angkola, membawahi 3 Distrik masing-masing Angkola dengan pusat Padangsidimpuan, Batang Toru di Batang Toru, dan Distrik Sipirok di Sipirok. Onder Distrik ini membawahi pula Luhat/Kuria yang dipimpin oleh Kepala Kuria.
Sebelum kemerdekaan, ketiga Onder Afdeling yang ada sama kedudukannya dengan kabupaten yang dipimpin oleh Bupati, namun setelah pemulihan kekuasaan tahun 1949, seluruhnya digabung menjadi satu kabupaten dengan pusat pemerintahan di Padangsidimpuan.
Dalam pemerintahan sekarang, Onder Afdeling Angkola yang sebelumnya terdiri dari tiga Onder Distrik dan beberapa Kekuriaan telah berkembang menjadi beberapa kecamatan. Seperti Kuria Sipirok telah dipecah/dimekarkan menjadi beberapa kecamatan, antara lain Sipirok, Arse (pemekaran dari Sipirok), Padangsidimpuan Timur, Saipar Dolok Hole, dan Aek Bilah (pemekaran dari Saipar Dolok Hole), Batang Angkola, Sayur Matinggi, Sigalangan hingga ke Batang Toru dengan beberapa pemekarannya, sampai Dolok/Sipiongot.
Angkola sebagai Etnik
Jauh sebelum penjajah Belanda menjejakkan kaki di bumi persada ini, telah ada penduduk yang mendiami Wilayah Angkola, yang diperkirakan 9000 tahun sebelum masehi, itulah yang dinamakan Etnik Angkola (asli Angkola, bukan pecahan atau yang memisahkan diri dari etnik lain). Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan disekitar Sabungan/Padangsidimpuan, Batunadua, Sipirok/Parau Sorat, Siala Gundi, Muara Tais, Batang Toru sekitarnya, Batarawisnu, Mandalasena dan lain-lain.
Etnik Angkola memiliki ciri tersendiri, seperti :
-Falsafah dasar “Dalihan Na Tolu”, sebagai tatanan/pandangan hidup sampai saat ini
tetap dipedomani,
-Adat Istiadat Budaya,
-Pakaian Adat dengan Tenunan sendiri,
-Bahasa dengan Aksara. Bahasa yang kaya dengan tingkatan penggunaannya Biasa, Andung, Bura atau yang lainnya dapat diperdalam melalui Impola Ni Hata. Sedangkan Aksara Angkola yang jika dibaca menurut ejaan Latin adalah A, HA, MA, NA, RA, TA, I, JA, PA, U, WA, SA, DA,BA, LA, NGA, KA, CA, NYA, GA, YA ( Konsonan Ina ni Surat). Dilengkapi dengan simbol yang menandakan perubahan bunyi Vokal E, I, O, dan U serta Simbol Pembatas disebut Pangolat menandakan huruf mati, misalnya NGA menjadi NG, dll. Bentuk huruf/abjadnya jelas ada tersendiri lain dari aksara etnik lainnya.
-Mempunyai Kesenian dan Alatnya serta Ornamen khas.
-Dalam pergaulan sehari-hari mempunyai tidak kurang dari 135 jenis Tutur/Sapaan.
-dan lain-lain ciri khas kebudayaannya yang telah dianut secara turun temurun.
tetap dipedomani,
-Adat Istiadat Budaya,
-Pakaian Adat dengan Tenunan sendiri,
-Bahasa dengan Aksara. Bahasa yang kaya dengan tingkatan penggunaannya Biasa, Andung, Bura atau yang lainnya dapat diperdalam melalui Impola Ni Hata. Sedangkan Aksara Angkola yang jika dibaca menurut ejaan Latin adalah A, HA, MA, NA, RA, TA, I, JA, PA, U, WA, SA, DA,BA, LA, NGA, KA, CA, NYA, GA, YA ( Konsonan Ina ni Surat). Dilengkapi dengan simbol yang menandakan perubahan bunyi Vokal E, I, O, dan U serta Simbol Pembatas disebut Pangolat menandakan huruf mati, misalnya NGA menjadi NG, dll. Bentuk huruf/abjadnya jelas ada tersendiri lain dari aksara etnik lainnya.
-Mempunyai Kesenian dan Alatnya serta Ornamen khas.
-Dalam pergaulan sehari-hari mempunyai tidak kurang dari 135 jenis Tutur/Sapaan.
-dan lain-lain ciri khas kebudayaannya yang telah dianut secara turun temurun.
Bahasa dan Aksara Angkola dahulu dipergunakan menjadi salah satu mata pelajaran di SD dan SMP/sederajat diseluruh Tapanuli Selatan, baik pelajaran Tata Bahasa (Impola Ni Hata), Bahan Bacaan (Turi-turian), dan lain-lain yang dipergunakan adalah versi Angkola.
Dari segi garis keturunan yang menerapkan sistem Patrilineal, masyarakat Angkola ditandai dengan Marga/Clan yang dominan seperti Harahap, Siregar, Pane dengan rumpun marganya, seluruhnya mendiami ketiga onder distrik tersebut.
Dilihat dari segi Falsafah Dalihan Na Tolu, hubungan kekeluargaan Etnik Angkola dibagi kepada: 1. Mora, yaitu pihak keluarga pemberi boru. Mora ini mendapat posisi didahulukan, karena pihak Mora dalam hubungan kekeluargaan memiliki posisi yang sangat dihormati, di samping raja-raja maupun Pemangku Adat; 2. Kahanggi, yaitu keluarga yang mempunyai hajatan atau Horja adat, termasuk di dalamnya Suhut selaku Tuan Rumah; 3. Anak Boru, yaitu pihak keluarga pemberian Boru (pangalehenan Boru).
Di dalam pelaksanaan sesuatu pekerjaan adat, masing-masing unsur Dalihan Na Tolu tersebut masih mempunyai teman kelompok (sajuguan) seperti Mora dengan Mora ni Mora (biasa juga disebut Hula Dongan, Kahanggi/Suhut dengan Pareban (saudara/keluarga sepengambilan), dan Anak Boru bersama dengan Anak Borunya yaitu Pisang Raut yang sering juga disebut Piso Pangarit.
Tidak Dikenal
Banyak orang yang cukup mengenal kata Angkola, mengenal Sipirok, tetapi lebih banyak yang tidak mengenal Etnis Angkola. Hal ini antara lain disebabkan karena:
1. Kurangnya sosialisasi tentang Angkola, sebab terbatasnya penutur sejarah budaya Angkola.
2. Kurangnya minat generasi muda mempelajari sejarah asal-muasal.
3. Kurangnya kecintaan terhadap adat istiadat dan budaya.
2. Kurangnya minat generasi muda mempelajari sejarah asal-muasal.
3. Kurangnya kecintaan terhadap adat istiadat dan budaya.
Tidaklah diragukan jika pada umumnya orang Tapanuli Selatan seluruhnya (etnik aslinya) dianggap orang Mandailing, padahal orang Mandailing sendiri tidak pernah menganggap atau menyamakan orang Angkola dengan orang Mandailing. Meskipun dalam adat istiadat budayanya ada persamaan, namun tetap ada perbedaan yang tak perlu dipertentangkan.
Penutup
Uraian ringkas di atas menggambarkan, bahwa Angkola jelas adalah merupakan sebuah Etnis Asli dan berdiri sendiri di Sumatera Utara, mempunyai adat istiadat dan budaya sendiri. Apabila masih ada yang meragukan tentang itu, boleh-boleh saja dan silakan untuk meneliti lebih mendalam. Namun bagi saudara-saudara yang berasal dari Angkola dengan marga seperti Harahap (selaku pendiri Padangsidimpuan = di Padang Na Dimpu) dengan saudaranya, juga marga Siregar dengan keturunannya, demikian pula marga Pane, Hutasuhut, Rambe dan lain-lain tidak perlu ragu akan keberadaan Angkola termasuk salah satu dari sekian banyak etnik yang ada di nusantara ini. Oleh karena itu, apabila kita berasal dari etnik Angkola, akuilah dan cintailah bahwa kita memang orang Angkola.(Blog Khusus Untuk Masyarakat Kab.Madina)
Penulis adalah PNS Pemprovsu
Sumber:
Mauliate info na on tulang.
ReplyDeleteMenambah wawasan ttg asal usul niba.
Au pe tubu di Padangsidempuan do.
Alai otik dope na huboto ttg Angkola.
Hehe...