Budaya Pakpak dalam Tradisi Kulinernya
Dalam adat-istiadat kesukuan di berbagai negara, aspek kuliner alias makanan dan minuman merupakan salah satu poin penting. Tak hanya sebagai pemuas lapar dan dahaga, berbagai jenis makanan serta minuman diolah dan disantap karena berkaitan dengan latar belakang budaya, kepercayaan, serta adat istiadat tertentu. Tak terkecuali dengan suku Pakpak, sebuah kelompok suku yang mayoritas mendiami wilayah Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat di Sumatera Utara. Sebagai suku yang memiliki warisan adat dan budaya yang unik, budaya pakpak pun mengenal adanya tradisi kuliner yang berkaitan erat dengan berbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Pakpak. Berbagai jenis makanan diolah tidak hanya sebagai santapan rutin, namun juga untuk mendahului berbagai peristiwa penting seperti panen dan pernikahan. Dalam budaya pakpak, beras merupakan unsur penting untuk membuat makanan adat, baik karena kandungan nutrisi, kemampuannya untuk mengenyangkan perut, maupun makna spiritualnya.
Hidangan Beras dalam Tradisi Kuliner Pakpak
Beras, yang hadir dalam berbagai santapan adat suku Pakpak, menjadi bagian penting dalam hampir setiap peristiwa penting serta aspek kehidupan anggota suku Pakpak. Ada berbagai cara mengolah hidangan beras menurut cara masyarakat Pakpak. Ada yang berupa hasil olahan sederhana, misalnya ginaru ncor yang merupakan bubur beras campur cuka, atau nakan gersing alias nasi kunyit yang dihidangkan dengan telur rebus. Ada juga olahan yang lebih rumit dan memanfaatkan berbagai bahan baku khas Pakpak, misalnya pelleng yang mungkin lebih dikenal masyarakat Indonesia sebagai nasi kuning, dan nakan merasa alias beras yang diolah bersama buah bungke yang pahit, tanaman singgaren, rimbang dan terong. Beras juga diolah menjadi tepung dan dimasak lagi dengan kelapa dan gula merah menjadi semacam kue yang disebut nditak.
Makna di Balik Hidangan Khas Pakpak
Dalam budaya pakpak, berbagai sajian tradisionalnya dimasak dan dihidangkan dengan menyimpan makna atau harapan tertentu. Nasi kuning alias pelleng, misalnya, dipandang sebagai makanan yang tidak hanya kaya dan menyehatkan namun juga memiliki unsur spiritualitas tinggi. Itulah sebabnya makanan ini biasa dihidangkan pada pagi hari sebelum peristiwa-peristiwa penting seperti membuka lahan, mengiringi anggota keluarga yang pergi atau pulang merantau, hajatan, hingga perang. Unsur spiritual beras dalam budaya pakpak juga nampak dalam hadirnya kue nditak di acara pengikiran gigi anak gadis, penyerahan mas kawin alias muat nakan peradupen, serta upacara meneppuh babah untuk mengakhiri panen atau acara pernikahan. Wanita Pakpak yang sedang hamil biasanya diminta memakan nakan merasa atau kadang juga disebut nakan pagit. Hasil olahan beras dengan buah-buahan dan sayuran yang pahit ini dianggap dapat menguatkan fisik dan mental si ibu, serta menghindarkan janin si ibu dari penyakit karena darah si ibu dan bayinya dianggap menjadi pahit akibat makanan tersebut. Biasanya, wanita Pakpak yang sedang hamil diminta memakan makanan ini ketika usia kandungannya sudah mencapai 5 hingga 7 bulan.
Sumber:
http://pakpak.org/budaya-pakpak-dalam-tradisi-kulinernya
No comments:
Post a Comment