Pages

Thursday, April 10, 2014

BATAK PARDEMBANAN DAN BATAK NADOLOK

BATAK PARDEMBANAN DAN BATAK NADOLOK
Oleh: Edward Simanungkalit


Batak Pardembanan merupakan orang Batak yang berada di Kabupaten Asahan sejak ratusan tahun lalu. Sedang Batak Nadolok merupakan orang Batak yang berada di Kabupaten Labuhan Bilik yang juga sejak ratusan tahun lalu. Kedua kelompok masyarakat ini menjadi bahan pembahasan pada tulisan ini.

1.       Batak Pardembanan
Batak Pardembanan adalah kelompok orang yang menempati daerah sepanjang aliran sungai Asahan yang berasal dari daerah Toba. Salah satu marga tertua dan terkenal di Asahan ialah marga “Simargolang” yang berasal dari Raja Simargolang salah seorang putera dari Ompu Sahang Mataniari.

Kerajaan Margolang dahulu kala berpusat di Pulau Raja dengan wilayah kekuasaan Asahan dan Labuhan Batu. Raja terakhir yang mejadi raja adalah Raja Marlau di saat penjajah Belanda sudah datang. Kepada Raja Marlau ini Belanda menawarkan untuk membangun kebun Kelapa Sawit dan pabrik di Tanah kekuasaannya. Akan tetapi, tawaran ini ditolak oleh Raja dengan alasan bahwa kalau tanah mereka  dijadikan kebun Kelapa Sawit, maka rakyatnya nanti akan menjadi budak Belanda yang tidak dikehendaki raja. Singkatnya, kebun kelapa sawit ini dapat juga dibangun walaupun dengan muslihat Belanda (Margolang, 2010:1).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Tim Pendataan Situs dan Kawasan Cagar Budaya, Asahan menemukan situs sejarah dari Raja Simargolang I dam II di Dusun Dolok Maraja, Desa Lobu Rappa, Kecamatan Aek Songsongan. Dan, situs sejarah Raja Simargolang pada dinasti berikutnya di Kampung Pea atau Kampung Sawah, Desa Marjanji Aceh, Kecamatan Aek Songsongan dan Dusun Pancuran Raja, Desa Rahuning Kecamatan Rahuning, serta dinasti ke-5 di Kampung Pertandaan, Dusun Titi Putih, Desa Gunung Melayu (Analisadaily, 04/01-2012).

  
Adapun silsilah keluarga Simargolang, sebagaimana dikemukakan oleh Nazaruddin Margolang (2010:1-2) yang merupakan anak dari Raja Nahar Margolang, adalah sebagai berikut:
1.       Si Raja Batak
2.       Guru Tatea Bulan
3.       Saribu Raja I
4.       Raja Borbor
5.       T. Balasahunu
6.       R. Hatorusan II
7.       O.T. Raja Doli Datu Taladibabana
8.       Sabung/Sahang   Mataniari
9.       Simargolang
10.   R. Margolang II (Bermakam di Huta Raja)
11.   R. Margolang III (Bermakam di Marjanji Aceh, Kec. Bandar Pulau)
12.   R. Pulu Raja IV (Bermakam di Pancuran Raja)
13.   R. Pulu Raja V (Bermakam di Kampung Raja)
14.   R. Pulu Raja VI (Bermakam di Pulu Raja)
15.   R. Pulu Raja VII (bermakam di Sei Berita, Pulu Raja)
16.   R. Marsiha
17.   R. Janggut  (Bermakam di Pulau Sarune, lalu di pindahkan oleh R. Nahar ke    pangkal Titi Gantung Pulau Raja, Pemakaman Keluarga Nahar Margolang)
18.   R. Dohon (Bermakam di Pemakaman Keluarga Nahar Margolang, Pangkal Titi Gantung Pulau Raja)
19.   R. Pangaruhat : (Bermakam di Kedai Kawat, Pulau Raja)

Anaknya R. Pangaruhat, yaitu :
          1.       R. Wani (Bermakam di Pulau Tanjung, Kec. Simpang Empat)
          2.       R. Nahdon (Bermakam di Pemakaman Keluarga Nahar Margolang, Pangkal Titi Gantung Pulau Raja)
        3.       R. Nahar (Bermakam di Pemakaman Keluarga Nahar Margolang, Pangkal Titi Gantung Pulau Raja).
http://sopopanisioan.blogspot.com
                Inilah kerajaan tertua di Asahan sebelum kedatangan Sultan Syah Johan dari Aceh mendirikan kerajaan lain di Asahan, yaitu Kesultanan Asahan. Keturunan Raja Simargolang ini menggunakan marga Simargolang sebagai marganya. Menurut Alek Margolang (salah seorang keturunan raja Simargolang), nama Asahan berasal dari kebiasaan raja Simargolang mengasah Piso Gading/Mata Halasan di Aek Toba. Jadi berawal dari “Asah – Halasan” sehingga kemudian dikenal dengan Asahan atau dalam catatan Portugis disebut Ashacan. Aek Toba sendiri merupakan sebutan untuk nama sungai Asahan dulunya oleh warga kerajaan Simargolang di daerah Pulau Raja. Pendapat ini sangat masuk akal, karena Aek itu artinya air, sehingga bisa diterjemahkan bahwa Aek Toba adalah air yang mengalir dari danau Toba atau dari daerah Toba (Siregar, 2012:1-2).
2.       Batak Nadolok
Penduduk asli di wilayah Labuhan Batu Utara merupakan masyarakat yang dulunya datang bermigrasi dari daerah Toba. Mereka menempati daerah sepanjang Sungai Kualuh, tapi tidak sampai ke muaranya  di pantai Kualuh. Mereka mencari lahan pertanian baru sehubungan dengan semakin sempitnya tanah persawahan di sekitar Danau Toba bagian Selatan.

Sungai Kualuh mengalir dari Parsoburan di Tapanuli Utara sampai ke Kualuh Leidong. Kelihatannya Sungai Kualuh ini merupakan salah satu jalur perpindahan orang Toba dari Parsoburan, Porsea, Balige dan Tapanuli Utara ke arah daerah pantai Timur. Sedang melalui darat perpindahan itu terjadi melalui Tangga Damuli ke arah daerah Aek Natas dan Na IX-X, sehingga sampai sekarang banyak masyarakat yang berada di Labura berasal dari etnik Toba.
http://sopopanisioan.blogspot.com
Masyarakat Batak Nadolok yang hidup di daerah aliran Sungai Kualuh tadi bertetangga dengan masyarakat Batak Pardembanan yang hidup di sebelah utara di aliran sungai Asahan sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Orang Batak Nadolok ini menurunkan marga Nadolok yang sampai saat ini masih dipakai sebahagian penduduk Batak Nadolok yang wilayah aslinya meliputi kecamatan Na IX-X, Aek Natas, Aek Kuo, dan Marbau di Kabupaten Labuhan Batu Utara sekarang.
 
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penduduk asli Labuhan Batu Utara adalah orang Batak Nadolok yang hidup di hulu Sungai Kualuh sebagai petani. Kemudian hari Sultan Syah Johan dari Aceh datang dan mendirikan Kesultanan Asahan melalui anaknya Sultan Abdul Jalil (1630) yang berhasil menginvasi wilayah Batak Pardembanan dan Batak Nadolok sebagai bagian dari Kesultananan Asahan (Hutahaean, 2013:1-3).

Akhirnya, bahwa Batak Pardembanan dan Batak Nadolok adalah Batak yang berasal dari Negeri Toba. Batak Pardembanan menempati daerah aliran Sungai Asahan dengan memakai marga “Simargolang” dan Batak Nadolok menempati daerah hulu aliran Sungai Kualuh dengan memakai marga “Nadolok”. Kerajaan Simargolang berakhir setelah revolusi sosial di Sumatera Timur pada tahun 1946. ***


Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Edisi Sabtu, 09 Pebruari 2013
http://sopopanisioan.blogspot.com



2 comments:

  1. Maaf amang Edward Simanungkalit, sepertinya ini adalah tulisan penelitian saya yang dimuat di blog http://batak-people.blogspot.co.id/2013/01/batak-pardembanan-asahan-bukan-melayu.html pada tanggal 3 January 2013 (Batak Pardembanan) dan http://batak-people.blogspot.co.id/2013/01/lagu-batak-nadolok-labuhan-batu-utara_7132.html pada tanggal 20 January 2013 (Batak Nadolok). Mohon sertakan daftar pustaka nya amang. Mauliate.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mauliate atas tanggapannya dan saya tadinya sudah sebutkan nama lae di sana dengan neyebutkan Hutahaean, 2013:1-3 sebagai rujukannya khusus untuk Batak Nadolok. Itu mengenai Batak Nadolok, tetapi sedang Batak Pardembanan memang saya rujuk dari blog marga Simargolang termasuk tarombonya bersumber dari blog Nazarudin Margolang dan koran Analisa Daily serta tulisan Siregar seperti ada saya cantumkan di dalam tulisan tersebut, sehingga jelas rujukan tersebut semuanya. Jadi, hanya tulisan Batak Nadolak itu yang bersumber dari http://batak-people.blogspot.co.id yang sudah saya sebutkan nama penulisnya (hutahaean, 2013:1-3). Tetapi, meskipun demikian, saya sertakan jugalah di sini semuanya sumber kepustakaannya dari http://batak-people.blogspot.co.id. Mauliate, horas. :)

      Delete