Pages

Thursday, April 10, 2014

MENELUSURI KEBESARAN KERAJAAN HARU

MENELUSURI KEBESARAN KERAJAAN HARU
Oleh; Edward Simanungkalit



Sebuah kerajaan yang pernah bangkit menjadi kerajaan besar, tetapi terlupakan di dalam sejarah Indonesia adalah Kerajaan Haru/Aru, yang berpusat di Sumatera Utara. Sementara berbagai sumber tulisan dari Eropa, Cina, Aceh, Melayu, dan lainnya menyebutkan tentang keberadaan kerajaan ini.

1.    Masa Kerajaan Haru Berdiri
Kerajaan Haru muncul dalam kronik Cina pada masa Dinasti Yuan, yang menyebutkan Kubilai Khan menuntut tunduknya Haru kepada Cina pada tahun 1282, yang ditanggapi dengan pengiriman upeti dari Haru pada tahun 1295 (Wikipedia). Kerajaan Haru telah eksis pada abad ke-13, sebagaimana beberapa utusannya telah sampai ke Tiongkok, yaitu pertama di tahun 1282 dan 1290 pada zaman pemerintahan Kubilai Khan (T.L. Sinar, 1976 dan McKinnon dalam Kompas, 24 April 2008).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Kerajaan Haru merupakan sebuah kerajaan yang disebutkan di dalam kitab Negara Kertagama dan Pararaton  (1336). Dalam pupuh ke-13 bait ke-1 dari Negara Kertagama (1365) diuraikan bahwa Haru berada di bawah kekuasaan Majapahit. Munculnya utusan-utusan dari Kerajaan Haru di istana Kaisar Cina dan kunjungan Laksamana Cheng Ho sebagaimana ditulis oleh Ma Huan di dalam laporannya pada tahun 1416 dan 1436 membuktikan keberadaan kerajaan Haru. Pada abad ke-15, Sejarah Dinasti Ming menyebutkan bahwa "Su-lu-tang Husin", penguasa Haru, mengirimkan upeti kepada Cina tahun 1411. Sumber dari Eropah seperti Tome Pires (1512-1515), Mendez Pinto (1539) dan Duarte Borbosa (1513-1515) ada juga melaporkan kerajaan Haru ini. Masih ada lagi sumber dari Aceh dan Melayu tentang Haru.

Dalam laporan Tome Pires, yaitu Suma Oriental, disebutkan bahwa kerajaan Haru merupakan kerajaan yang kuat, Penguasa Terbesar di Sumatera, yang memiliki wilayah kekuasaan luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi kapal-kapal asing. Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Haru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu. Dalam Sulalatus Salatin, Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai (Wikipedia)

Gambaran daerah kekuasaan Kerajaan Haru ini ditemukan juga dalam: Hikayat Raja-raja Pasai dan Sejarah Melayu, pada pertengahan abad ke-13 (Sinar, 2006:12). Sebagaimana dijelaskan dalam Sejarah Melayu bab ke-13 bahwa Kerajaan Haru telah menjadi kerajaan besar setaraf dengan Malaka dan Pasai pada abad ke-15. Pada periode tersebut, Haru  menjadi kerajaan besar di Sumatera dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka sebelum kedatangan Portugis. Oleh karena itu, dalam Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang dijelaskan bahwa Haru sempat berkali-kali menduduki Pasai dan menyerang Malaka (Azhari, 2010:2).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Pada abad ke-16 Haru merupakan salah satu kekuatan penting di Selat Malaka, selain Pasai. Setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugal dengan bantuan Haru menyerbu Pasai pada tahun 1526. Catatan Portugis menyebutkan dua serangan Aceh pada tahun 1539 dan 1564 sempat mengalahkan Haru, tetapi kemudian Aceh dapat dikalahkan dengan bantuan Johor seperti dicatat dalam Hikayat Aceh dan sumber-sumber Eropa. Kemerdekaan Haru baru berakhir pada masa  Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Dalam surat Iskandar Muda kepada Best (1613) dikatakan, bahwa Raja Haru telah ditangkap. Haru kemudian mendapatkan kemerdekaannya dari Aceh pada tahun 1669 dengan nama Kesultanan Deli. Hingga terjadi sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuklah Kesultanan Serdang pada tahun 1723 (Wikipedia).
2.    Kerajaan Haru Setelah Runtuh
Kerajaan Haru berpusat di kota Rentang sebelumnya, tapi dengan adanya serangan Aceh kemudian pusat kerajaan berpindah ke Deli Tua yang memiliki benteng pertahanan. Perihal benteng ini dapat diperoleh dari catatan P.J. Vet dalam bukunya Het Lanschap Deli op Sumatra (1866-1867) maupun laporan John Anderson pada tahun 1823 bahwa di Deli Tua terdapat benteng tua berbatu yang tingginya mencapai 30 kaki dan sesuai untuk pertahanan. Benteng Putri Hijau  ini terdapat di Namu Rambe dan berdasarkan survei yang dilakukan John Miksic (1979) luasnya adalah 150x60 m2 atau 360 Ha. Letaknya persis diantarai dua lembah yang di sebelah baratnya mengalir Lau Patani/Sungai Deli.

Mendez Pinto (1539) menceritakan tentang ibukota Haru serta kubu, benteng, sebuah meriam besar dan istana di dalam benteng. Kemudian hari ditemukan sebuah meriam bertulisan Arab dengan bunyi: ’Sanat… alamat Balun Haru’ yang ditemukan oleh kontrolir Cats de Raet pada tahun 1868 di Deli Tua (Lukman Sinar, 1991). Di tengah meriam tersebut terdapat tulisan buatan Portugis. Hal ini senada dengan laporan Pinto bahwa Haru memiliki sebuah meriam yang besar. Meriam inilah kemudian disebut dalam kisah Putri Hijau ditembakkan secara terus-menerus hingga terbagi dua.
  
Setelah diserang oleh Aceh di masa Sultan Alauddin Riayat Syah Al Kahar (1537-1571) pada 1564, maka tidak lagi ada berita tentang Haru. Serangan Aceh kedua ini adalah serangan terhebat hingga kerajaan Haru hancur dan hanya menyisakan benteng hingga kini. Hal ini senada dengan pendapat Mohammad Said (1980) bahwa peperangan yang terjadi pada masa Sultan Iskandar Muda (1612-1619) tidaklah sehebat peperangan pada masa Sultan Al-Kahar (Damanik, 2008:1-5).
http://sopopanisioan.blogspot.com
Selanjutnya  Haru  dikuasai Aceh yang dipimpin oleh panglima Gocah Pahlawan sebagai wali negeri Aceh di Haru,  yakni kesultanan Deli. Panglima Gocah Pahlawan (asal India) dari Kerajaan Aceh kemudian menjadi Sultan Kerajaan Deli pertama yang berkuasa pada 1632-1653. Sementara itu, walaupun mengalami serangan hebat, menurut Zainal Arifin dalam buku “Subuh Kelabu di Bukit Kubu” (2002), diterbitkan oleh Dewan Kesenian Langkat, petinggi Haru itu tidak turut tewas. Ia melarikan diri ke Kota Rentang - Hamparan Perak, Deli Serdang dan mendirikan kerajaan baru dengan rajanya bernama Dewa Syahdan (1500-1580). Kerajaan inilah kemudian melahirkan Kerajaan Langkat dan keturunan terakhir dari Kerajaan Langkat ini adalah Tengku Amir Hamzah, seorang penyair besar yang tewas dalam revolusi berdarah pada tahun 1946 (www.lenteratimur.com).

Sebagai catatan akhir, bahwa belum ada mufakat mengenai siapa Kerajaan Haru itu. Masyarakat Karo, misalnya, menyebutkan bahwa Karo berasal dari kata “Haru”. Karena itu, masyarakat Haru merupakan masyarakat Karo yang didirikan oleh klan Kembaren. Dalam “Pustaka Kembaren” (1927), marga Kembaren disebut berasal dari Pagaruyung di Tanah Minangkabau. Akan tetapi, ada indikasi bahwa penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, seperti nama-nama pembesar Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung nama dan marga Karo. Haru memakai adat Melayu, dan pembesarnya ada menggunakan gelar-gelar Melayu seperti "Raja Pahlawan" dan "Sri Indera". Namun adopsi terhadap adat Melayu ini mungkin tidak sepenuhnya, dan unsur-unsur adat Batak-Karo masih ada (wikipedia).

Berkaitan dengan penguasa Haru, tidak dapat dipisahkan dengan peran lembaga Raja Berempat, yang menurut Peret (2010) telah ada sebelum pengaruh Aceh. Raja Urung di pesisir ini meliputi Urung Sunggal. Urung XII Kuta, Urung Sukapiring dan Urung Senembah, yang masing-masing berkaitan dengan Raja Urung di dataran tinggi (Karo), yakni Urung Telu Kuru (merga Karo-Karo), Urung XII Kuta (merga Karo-Karo), Urung Sukapiring (merga Karo-Karo) dan Urung VII Kuta (merga Barus). Dalam kesempatan berikut, Raja Berempat ini berperan dalam penentuan calon pengganti Sultan di Deli/Serdang, dengan menempakan Datuk Sunggal sebagai Ulun Janji (wikipedia).

Dalam Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang (1612) disebutkan bahwa pada periode 1477-1488 Kerajaan Haru dipimpin oleh Maharaja Diraja, putra Sultan Sujak “… yang turun daripada Batu Hilir di kota Hulu, Batu Hulu di kota Hilir”. T. Luckman Sinar (2007) menjelaskan bahwa Batu Hilir maksudnya adalah Batak Hilir dan Batu Hulu adalah Batak Hulu. Menurut beliau, ada kesalahan tulis antara wau pada akhir “batu” dengan kaf, sehingga yang tepat adalah “… yang turun daripada Batak Hilir di kota Hulu, Batak Hulu di kota Hilir. Dari nama-nama pembesar Haru yang disebut dalam Sejarah Melayu, seperti Serbayaman Raja Purba, Raja Kembat, merupakan nama yang mirip nama-nama Karo. Di Deli Hulu ada daerah bernama Urung Serbayaman, merupakan nama salah satu Raja Urung Melayu di Deli yang berasal dari Karo (wartapedia). Sementara Dr. Ichwan Azhari (2010:1), sejarawan Unimed, mengatakan: “Haru merupakan kerajaan Melayu yang besar yang pernah menguasai dan mengontrol jalur perdagangan internasional di Selat Malaka.” Nah, masih diperlukan penelitian yang lebih jauh dan mendalam untuk dapat mencapai sebuah kesepakatan tentang hal ini. ***



Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Edisi Sabtu, 02 Pebruari 2013
http://sopopanisioan.blogspot.com



No comments:

Post a Comment