Pages

Sunday, May 6, 2012

Ulos Tenunan Khas Muara


Ulos Tenunan Khas Muara
Ulos Tenunan Khas Muara Ulos Tenunan Khas Muara
Ulos Harungguan, yang coraknya mencerminkan semua corak ulos batak menjadi tenunan khas Muara, buah karya, Nurhaida br Siregar (52), warga pasar Muara Taput.
Disanggarnya yang sederhana, Op Ni Si Rodo Pakpahan, sebutan akrab Nurhaida ketika ditemuiHarian Sib Online, sedang fokus menyelesaikan tenunannya yang sudah hampir rampung, Jumat (19/2).
Nurhaida, memulai karir bertenun semasa gadis, di ajarkan oleh gurunya mendiang, br Tobing, “kala itu kami yang menjadi muridnya ada 3 orang, dan sampai sekarang warisan bertenun ulos harungguan tersebut masih terus kami tekuni,” katanya.
Dituturkannya, bahwa spesifikasi ulos harungguan miliknya terdiri dari, ragi hotang, maratur toba, surisuri sanggar, ragi sikkam, ragi bintang, sibolang jauh, hait marsutsang, hait simullopmullop, bolean pisusaan, ragi biduan, sibolang oji, sopipot, mangiring, maratur, situturtutur, ragi idup, surisuri, gatipgatip, sibolang maratur, sitoltuho, ragi ambasang, dan simarpusoran. “Dalam tenunan, kesemua ciri tadi dapat ditemukan pada ulos harungguan ini,” katanya.
Dengan mengandalkan alat tenun warisan orang tuanya, Nuhaida yang dipersunting Darusman Pakpakhan (55) ini, diakhir tahun 80an mulai mandiri melakukan kreasinya, bertenun ulos. “Suami, ditambah dengan 4 tenaga paruh waktu, cukup membantu kami menyelesaikan proses pembuatan ulos,” ujarnya. Ditambahkannya, banyaknya tahapan dalam pembuatan ulos harungguan, mulai dari menggulung benang (mangkulhul-red) hingga penenunan, sanggarnya hanya mampu memproduksi 6 ulos setiap bulannya.
“Itupun kalau bahannya lengkap, dan sudah termasuk didalamnya lembur diatas jam kerja normal,” imbuhnya. Dilanjutkannya, ulos tenunan tersebut bisa dipesan untuk kain sarung atau jas, juga stelan lain sesuai pesanan. “Banyak yang sudah memesan, terlebih bila keluarga yang melakukan hajatan ingin terlihat elegan dengan penampilan seragam, sering menggunakan ulos harungguan atau sarungnya,” ujar ibu lima anak ini.
Disinggung tentang pemasaran, Nurhaida merasa bingung, hal tersebut wajar karena umumnya yang dikerjakan adalah pesanan, “Kalau tidak ada pesanan, toke kerap melirik produk kami, bahkan beberapa toke sudah melakukan inden (pembayaran dimuka), namun tidak terikat, artinya meskipun toke sudah inden, pesanan untuk pemakai langsung tetap menjadi prioritas kita,” pungkasnya.
Dikatakan, bahwa ulos harungguan banyak dipesan oleh perantau-perantau dari Jakarta, “umumnya perantau yang mengerti kualitas akan memesan, baik dari Jakarta maupun dari daerah lain, artis yang show di Muara juga ada yang memesan ulos ini, demikian juga camat, atau pejabat lain yang sering menggunakan ulos sebagai cendra mata, juga memesan ulos dari kami,” cetusnya.
Tahun lalu, sanggarnya dikunjungi desainer khusus industri pertenunan, Merdy Sihombing. “Merdy, juga memesan satu set selendang dan sarung, tapi, kita hanya menenun sedangkan bahan benangnya di sediakannya sendiri,” ujarnya.
Soal bahan, Nurhaida mengaku menemukan kendala karena keterbatasan modal. “Bahan kita beli dari Balige, namun karena keterbatasan modal pekerjaan bertenun sering terganggu, karena topangan hidup keluarga hanya mengandalkan pertenunan ini, termasuk biaya sekolah dan lainnya,” kilahnya.
Disinggung tentang permodalan dengan menggunakan kredit usaha dari bank, Dia hanya menggelengkan kepala, “hingga saat ini kita tidak mengerti apakah bisa mendapatkan pinjaman tersebut atau tidak, karena belum pernah kita lakukan. Kalau memang ada, jelas itu sangat membantu kami,” serunya.
Camat Muara, Gibson Siregar kepada SINTA mengaku akan berupaya membantu usaha pertenunan Nurhaida melalui pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR). “Kita akan upayakan mereka mendapatkan bantuan tersebut guna mempertahankan dan mengembangkan usaha pertenunannya,” jelasnya.

Sumber:

No comments:

Post a Comment