Pages

Tuesday, May 1, 2012

SANG GURU, MARANDUS SIRAIT


SANG GURU, MARANDUS SIRAIT


Monang Naipospos
Suara hingar-bingar keluar dari kompleks Panti Karya Hephata setiap hari Rabu sore. Para Tuna Netra itu sedang mendapatkan bimbingan dari guru musik mereka dari Taman Eden 100.

Marandus Sirait pengelola Taman Eden 100 mulai melatih musik kepada para tunanetra di panti karya Hephata Laguboti sejak Juli 2003 selama 6 bulan. Dana operasional diperoleh dari Himpunan Pengusaha Migas Rayon Tapanuli. Hasil pembelajaran selama 6 bulan itu telah dapat menciptakan pemusik tuna netra dan menampilkan permainan mereka ke beberapa tempat dalam kegiatan gereja dan sekolah.

Pelatihan itu berhenti selama 5 tahun, alasan utamanya adalah ketiadaan dana. Melihat kemampuan mereka yang masih tanggung, Sebastian Hutabarat tergugah kembali untuk menghidupkan pelatihan musik ini. Sebastian yang juga anggota Himpunan Pengusaha Migas itu tidak lagi mengandalkan lembaganya untuk membantu kegiatan ini. Dia merogoh kantong sendiri mendukung transport Marandus dari Lumban Rang ke Hephata dan Marandus tidak menerima honor sebagai pelatih musik. Partisipasi Panti karya Hephata hanya sebatas jemputan dari Simpang Sirongit yang berjarak sekitar 3 km. Pelatihan ini berlanjut kembali sejak Januari 2009.

Apakah Panti Karya Hephata yang dikelola Gereja HKBP itu miskin dana hingga pelatihan kepada tunanetra itu harus mengharapkan sumbangan dari pengelola Taman Eden 100 ini?
Marandus Sirait meyakini bahwa gereja terbesar di Asia Tenggara ini cukup kaya dan memiliki dana yang banyak. Tapi mungkin untuk melatih musik kepada tuna netra ini tidak diprioritaskan. Sehingga dia yang berkorban waktu dan bantuan transport dari pihak lain.

Ada harapan Marandus dari jerih payah yang dikorbankannya kepada para tuna netra itu. Kelak mereka akan menghibur orang yang bisa melihat dengan mata. Talentanya harus dikembangkan hingga tidak menjadi pengemis, tapi harus bisa membantu orang lain. “Mereka harus menjadi pemusik yang menghibur”, tegasnya.

Apakah Marandus mendapat kesulitan mengajar orang buta?
Ini merupakan pengalaman baru bagi Marandus dalam hal membimbing calon pemusik. Marandus membuat catatan, tapi tidak bisa dibaca muridnya. Dia yang tidak ada pengalaman sebelumnya mengajar kepada orang buta, hingga lebih mengutamakan feeling para muridnya didukung sentuhan tangan. Untuk melatihkan permainan musik sebuah lagu, harus dibantu alat rekam. Mereka mendengarkan lagu itu beberapa kali, setelah terbiasa barulah dilatih. Diantara alat musik yang ada, keyboard yang paling sulit diajarkan.

Apa kesan Marandus saat melatih?
Marandus yang sempat menimba ilmu musik di Medan Musik ini cukup puas karena para pemain tu sudah dapat menguasai alat musik yang dipegang masing-masing. Kadang kala dia dengan serius memberikan petunjuk dengan tangan, tapi para pemain itu mengabaikannya. Ketika dia memberikan kode berhenti kepada seorang pemain dengan tangan, pemain itu jalan terus. “Oh … dia tidak melihat”, kenang Marandus.


Sumber:

No comments:

Post a Comment