Pages

Monday, April 30, 2012

Keunikan Geofisik Kaldera Danau Toba sebagai Potensi Geowisata


Keunikan Geofisik Kaldera Danau Toba sebagai Potensi Geowisata

2010 April 19
Oleh Agus Hendratno (Staf Pengajar Jurusan Teknik Geologi UGM)
Keindahan kawasan Danau Toba

Danau toba adalah danau terbesar di Indonesia yang terletak di Propinsi Sumatra Utara yang berjarak 176 km ke barat dari ibukota propinsi ini yaitu Medan. Danau Toba dapat dicapai dengan kendaraan roda empat dari Medan dengan jarak tempuh sekitar tiga sampai empat jam. Dengan pesawat menuju kota Medan hanya memakan waktu 40 menit dari Singapura dan 2 jam dari Jakarta, ibukota Indonesia.

Sebagai danau hasil volcano tektonik terbesar di dunia, dengan panjang danau 87 km dari baratdaya ke tenggara dan lebar 27 km, lokasi ketinggian 904 meter di atas permukaan laut dan kedalaman maksimal 505 meter, danau ini menjadi salah satu aset pariwisata yang penting bagi Indonesia. Keindahan alam Danau Toba telah tersebar ke seluruh penjuru dunia. Perairan danau yang biru, penduduk yang sangat ramah dan budaya Batak yang sangat mempesona, menarik wisatawan dari seluruh dunia dengan tujuan menikmati pemandangan Danau. Pada bagian tengah danau terdapat pulau indah yang dikenal dengan Samosir.

Berkeliling dari tepi danau hingga pulau Samosir adalah suatu petualangan agung dan sangat mengesankan bagi para pengunjung. Danau Toba meliputi luasan daerah 3,658 km2, dengan luas permukaan danau 1,103 km2. Sisa dari luasan area tersebut sekitar 43% merupakan bukit-bukit dan 30% bergunung-gunung, dengan puncak tertinggi 2,000 m di atas permukaan laut.

Lingkungan biota (flora dan fauna) yang menarik, suhu udara yang dingin dan lingkungan yang menyegarkan, udara bersih, lahan yang subur menjadikan tempat ini sebagai tempat ideal untuk tempat tinggal manusia

Tidak heran berabad-abad yang lalu nenek moyang dari Suku Batak memilihnya sebagai lokasi tempat tinggal permanen mereka. Di tempat inilah keturunan mereka berkembang menjadi lima kelompok kesukuan Batak, yakni dikenal dengan Angkola-Mandailing, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun dan Toba. Pulau Samosir dan tepi danau Toba menjadi lokasi perkembangan dari budaya Batak asli, yang mengandung budaya yang tinggi dari nilai sejarah dan peninggalannya, budaya dan seninya. Sesungguhnya, budaya Batak masih hidup dan dapat disaksikan di sini, yang masih terpelihara dalam format aslinya.

Posisi geografis yang unik juga terlihat karakter sumber mata pencahariannya yang penting bagi pengembangan ekonomi, yang sebagian besar diperoleh dari perairan yang bersih, sumber daya yang berlimpah-limpah dan hutan hujan tropis yang lebat. Danau Toba terletak di pusat suatu puncak topografi dengan panjang 300 km, dengan beda tinggi berkisar antara 100-1,000 m di dalam peta topografi Sumatra Utara. Puncak morfologi ini biasanya disebut Batak Tumor yang sejajar dengan arah memanjang Pulau Sumatra.

Badan air Danau Toba dengan luas 1.103 km2 yang menempati 3 area, Pulau Samosir di dalam danau mempunyai luas daratan 647 km2 dan suatu Pulau Pardapur yang lebih kecil dengan luas area 7 km2. Panjang danau adalah 87 km, dengan ukuran panjang keliling danau 294 km. Area cekungan danau dikelilingi oleh batuan vulkanik, dengan tinggian yang berkisar antara 400 hingga 1200 m di atas muka air danau. Danau ini terletak pada garis lintang dan garis bujur antara 98030′ BT; 3005′ LS dan 99020 BT’; 2040′ LS.

Batas perairan Danau Toba meliputi suatu area seluas 3,704 km2 yang terbagi ke dalam lima Kabupaten, yaitu. Kabupaten Tapanuli Utara, Toba Samosir, Simalungun, Dairi dan Karo. Di wilayah Danau Toba, terdapat suatu area untuk tujuan konservasi yang berfungsi sebagai resapan air, pengendalian polusi udara, pencegahan erosi lahan dan stabilisasi lahan.

Kabupaten Toba Samosir yang terdiri dari duabelas kecamatan merupakan daerah paling besar dari seluruh batas perairan (64%), yang diikuti oleh Kabupaten Tapanuli Utara empat kecamatan (21%), lima kecamatan di Kabupaten Simalungun (10%), Kabupaten Karo satu kecamatan (3%) dan satu kecamatan di Kabupaten Dairi (2%), (gambar 1).

Duapuluhtiga (23) daerah yang terbagi dalam lima (5) kabupaten telah termasuk dalam area perairan danau Toba, yaitu antara lain, 1)Sianjur Mula-mula, Harian, Simanindo, Pangururan, Palipi, Onanrunggu, Onanrunggu Timur, Lumbanjulu, Porsea, Silaen, Laguboti dan Balige di Kabupaten Toba Samosir; 2)Silimakuta, Purba, Dolok Pardamean, Sidamanik dan Girsang Sipanganbolon di Kabupaten Simalungun; 3)Doloksanggul, Muara, Lintongnihuta and Siborong-borong of Kabupaten Tapanuli Utara; 4)Merek di Kabupaten Karo; dan 5)Sumbul di Kabupaten Dairi.

Kegiatan kepariwisataan
Cekungan Danau Toba memberikan suatu kontribusi cukup besar dalam pengembangan ekonomi lokal, daerah, maupun ekonomi nasional. Keindahan alam dan kesempurnaan budaya Batak telah menimbulkan kegiatan pariwisata yang menyediakan manfaat ekonomi kepada masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Letak geografis Danau Toba yang unik memiliki sejumlah potensi ekonomi yang dapat digunakan untuk kepentingan luas masyarakat, terutama sebagai sumber air bersih yang besar, dan hutan tropis yang dapat menarik minat dari investor untuk menanam modal di daerah ini bagi pengembangan kepariwisataan yang ramah lingkungan.

Dari segi estetika, daya pikat Danau Toba terdapat dalam kecantikan alamnya yang sangat terkenal di dunia internasional. Dari sudut manapun danau tersebut menggiurkan dan dapat membuat setiap pendatang seperti yang sedang dibuai oleh perasaan sangat gembira. Kecantikan dari tiap sudut Danau Toba, dengan bukit hijau yang merias Pergunungan Bukit Barisan yang diselimuti dengan air terjun yang menghiasinya membuat wisatawan yang datang ke kawasan Toba dapat menyaksikan atraksi alam yang sangat agung. Pulau Samosir dan garis pantai Danau Toba menjadi pusat kelahiran Budaya Toba Batak dan rumah peninggalan budaya dan historis yang tidak ternilai harganya. Di tempat ini, budaya Batak masih kental dan tersaji dalam bentuk aslinya. Modernisasi telah menyebabkan migrasi penduduk dan saat ini ada banyak penduduk Batak yang tinggal di luar daerah itu dibanding yang tinggal di sekitar tempat itu atau di sekitar Danau Toba. Meskipun demikian, kota asal ini tetap merupakan identitas mereka sebagai Batak kendati mereka tinggal di tempat jauh sekali. Total penduduk dari lima daerah wisata utama Danau Toba terdiri dari Tomok/ Simanindo, Balige, Porsea, Ajibata dan Parapat adalah 102,477 orang atau 17% dari jumlah penduduk seluruhnya yang tinggal di batas perairan Danau Toba. Kegiatan pariwisata di sekitar kawasan Danau Toba, telah mendorong pengembangan 168 hotel, dari yang tradisional/Batak home-stay sampai hotel bintang empat.

Keunikan geofisik dan sejarah terbentuknya Danau Toba sebagai daya tarik geowisata
 gambar 2. Citra satelit Pulau Sumatera yang menunjukkan arah pergerakan Lempeng Australia (Australia Plete) dan Lempeng Eurasia (Eurasia Plate). Nampak, kawasan kaldera Danau Toba bersebelahan dengan Patahan Besar Sumatera (Great Sumatera Fault – GSF) (sumber: www.geology.sdsu.edu).

Geologi Danau Toba telah menjadi suatu topik yang menarik untuk dipelajari. Secara geologi, pembentukan danau ini merupakan hasil suatu aktivitas volkanik besar sepanjang zaman Kuarter atau dua setengah juta tahun yang lalu. Perlu diketahui bahwa bagian barat Pulau Sumatera merupakan sistem busur vulkanik yang memanjang dari Aceh hingga di Teluk Lampung. Busur vulkanik tersebut terbentuk oleh tumbukan dua lempeng besar yang dimulai sejak Jaman Eosen atau 65 juta tahun yang lalu. Lempeng ini adalah lempeng samudera India atau Lempeng Australia di barat-daya dan Lempeng Eurasia yang terletak di timur-laut (Gambar 2). Tumbukan lempeng ini membentuk suatu zone subduksi yang panjang dengan suatu rangkaian gunungapi sepanjang Sumatra-Jawa-Nusa Tenggara sampai ke Kepulauan Maluku. Di Sumatra mengakibatkan terbentuknya suatu patahan geser besar (transform fault) yang disebut dengan Zone Patahan Besar Sumatra ( SFZ= Sumatra Great Fault Zone). Patahan ini memiliki ukuran panjang 1700 km, tersingkap dari Teluk Lampung di bagian selatan hingga daerah Aceh di ujung utara Pulau Sumatra. Danau Toba terletak di bagian timur laut dari zone Patahan Sumatra (Gambar 3 dan Gambar 4). Sedangkan sungai Batang Toru dan Sungai Renun terletak di sepanjang patahan itu.

Dua penjelasan ilmiah yang utama mengenai sejarah geologi Danau Toba diterangkan sebagai: (a)produk satu ledakan dahsyat; atau (b)produk gabungan dari berbagai peristiwa erupsi gunungapi. Kedua hipotesis ini dibagi lagi menjadi beberapa pendapat yang lebih kecil dan penjelasan yang lebih detail. Ada perdebatan yang sengit mengenai penentuan waktu terjadinya peristiwa geologi ini, apakah kejadian itu terjadi baru-baru ini (kurang dari 75.000 tahun yang lalu) atau merupakan hasil satu rangkaian yang menyangkut proses geologi antara lain proses pembentukan kubah (up-doming), peledakan, pensesaran, sedimentasi, dan up-wrapping yang yang terjadi sejak dua juta tahun yang lalu. Keunikan geofisik dan Danau Toba adalah landsekap yang terbentuk dari erupsi super kuat, sehingga membentuk kaldera Danau Toba tersebut. Keunikan inilah yang menjadi dasar minat seseorang mengunjungi dan berpetualang di kawasan Danau Toba.

Gambar 3. Kaldera Danau toba dan Pulau Samosir, di bagian timur dari zone Patahan Besar Sumatera. (www.volcano.si.edu)

Menurut hipotesis yang dilakukan oleh van Bemmelen (1949), seorang ahli geologi dari Belanda menyimpulkan sejarah danau diawali dengan pembentukan Batak Tumor dengan bentuk oval seperti bentuk telur seluas 300 km dengan darerah 150 km, terletak di antara sungai Wampu di bagian utara dan Sungai Barumun di Selatan. Pembentukan kubah (dome) akibat suatu pengangkatan hingga 2,000 m yang ditunjukkan oleh puncak pegunungan seperti G. Sibuatan (2.457 m) di Barat Laut, G. Pangulubao (2.151 m) di timur, dan G. Surungan (2.173 m) di Tenggara, dan G. Uludarat (2.157 m) di Barat.

Van-Bemmelen (1949), mengatakan bahwa kawasan Danau Toba dikelilingi oleh kelompok batuan hasil letusan gunungapi, dan danau tersebut merupakan suatu bekas caldera volkanik yang sangat besar. Letusan abu vulkanik yang menyebabkan terbentuknya kaldera Toba, tersebar hingga wilayah Malaysia dan India, hingga jarak 3.000 km. Hal tersebut, dibuktikan dengan dijumpai abu riolit yang sama di sekitar Danau Toba dengan yang ditemukan di wilayah Malaysia dan India, bahkan di dasar lautan India Timur dan perairan Teluk Bengal.

Gambar 4. Pola patahan besar Sumatera, pola Pulau Samosir, geometri Danau Toba yang berbentuk elipsoid searah dengan memanjangnya patahan besar Sumatera (Sumatera Fault Zone : SFZ) (Knight et.al., 1986; Pdf document).
Kaldera yang berukuran (30 hingga 100 km) dan mempunyai relief dengan ketinggian hingga mencapai 1.700 m. Kaldera ini dibentuk dalam beberapa periode letusan. Letusan besar terjadi 840.000, sekitar 700.000, dan 75.000 tahun yang lalu. Letusan 75.000 tahun yang lalu memproduksi endapan Toba Muda dengan kandungan tuf (abu vulkanik berukuran sangat halus) yang tinggi.

Letusan Toba, yang diperkirakan terjadi 73.000 ± 4000 tahun yang lalu, menjadi letusan terakhir dan terbaru sebagai “supervolcano”. Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University menyimpulkan bahwa total jumlah material dari letusan adalah sekitar 2800 km3; dengan 800km3 ignimbrite yang mengalir di dataran dan di 2.000km3 itu jatuh sebagai abu yang diterbangkan oleh angin yang bertiup ke arah barat. Letusan yang sangat besar itu mungkin bertahan hampir dua minggu. Hanya sedikit binatang dan tumbuhan di Indonesia yang selamat, dan mungkin letusan menyebabkan suatu bagian yang luas dari kehidupan planet mati satu per satu. Ada beberapa bukti, berdasar pada mitochondrial DNA, bahwa ras manusia berkurang menjadi hanya beberapa ribu individu akibat letusan Toba. Suatu area besar yang anjlok setelah letusan akibat dimuntahkannya material letusan (material vulkanik) dalam volumen yang sangat besar dan kuat, kemudia membentuk suatu kaldera, yang terisi dengan air yang membentuk Danau Toba. Kemudian, dasar dari kaldera terangkat membentuk Samosir, suatu pulau besar di dalam danau. Pengangkatan seperti itu sering terjadi pada kaldera yang sangat besar, hal tersebut terjadi akibat tekanan keatas oleh magma. Toba merupakan caldera yang terbesar yang terbentuk di atas permukaan bumi ini (Yokohama dan Hehanusa, 1981).

Gambar 5. Peta kawasan Kaldera Danau Toba (Knight et.al.,1986), (www.volcano.md.nodak.edu.)
Menurut Knight et.al. (1986), Pulau Samosir dan Semenanjung Uluan adalah bagian-bagian dari satu atau dua kubah yang terbentuk kembali. Endapan danau di Pulau Samosir menunjukkan telah terjadi pengangkatan, kurang lebih mencapai 450 m. Pusukbukit, merupakan suatu stratovolcano kecil sepanjang garis tepi barat dari kaldera Toba, terbentuk setelah letusan 75,000 tahun yang lalu (Gambar 5). Terdapat juga solfatara yang masih aktif pada sisi utara dari gunungapi.

Setelah terjadi letusan 74.000 tahun yang lalu, mulai terbentuk kubah (dome) di dalam kaldera yang luas yaitu sebagai proses pembentukan Pulau Samosir dengan ketinggian 750 m di atas muka air Danau Toba. Endapan Tuff Toba yang muda, diperkirakan memiliki volume 2.800 kilometer kubik (km3) dan meletus sekitar 74.000 tahun yang lalu. Sebagai perbandingan letusan yang terjadi di Gunungapi Yellowstone sekitar 2.2 juta tahun yang lalu, meletuskan volume piroklastik hingga 2.500 km kubik. Volume piroklastik dari letusan termuda tersebut, menjadi letusan yang paling besar dalam seperempat abad terakhir. Aliran piroklastik menutupi suatu area sedikitnya 20.000 km2. Ketebalan endapan Tuff Muda Toba yang terdapat pada dinding kaldera mencapai ketinggian 400. Pada Pulau Samosir, endapan tuff tersebut mempunyai ketebalan hingga lebih dari 600 m. Debu volkanik menutup suatu area sedikitnya 4 juta km persegi (sekitar separuh ukuran benua Amerika Serikat). Debu volkanik juga ditemukan pada cekungan di Teluk Bengal dan di India, kurang lebih 300 miles ( 500 km) dari pulau ( 1,900 miles, 3100 km dari Toba).

Keunikan geofisik dan sejarah terbentuknya kaldera Danau Toba inilah yang dapat memunculkan apresiasi geowisata bagi siapa pun yang berkunjung ke kawasan Danau Toba. Kentalnya budaya Batak yan asli di kawasan Danau Toba ini juga dapat menimbulkan apresiasi wisatawan untuk melakukan proses pembelajaran budaya masyarakat Batak terhadap kondisi geofisik Danau Toba dari waktu ke waktu.


Referensi
Knight, M. D., Walker, G. L., Ellwood, B. B. and Diehl, J. F. 1986. Stratigraphy, palaeomagnetism, and magnetic fabric of the Toba tuffs: constraints on sources and eruptive styles. Journal of Geophysical Research 91, 355-382.
Anonym, 1989, Danau Toba (Lake Toba), Data Book of World Lake Environments, Survey of the State of World Lakes, edited by Lake Biwa Research Instituite and International Lake Environment Committee, Otsu, Japan.
Anonym, 1990, A Study of the Decline in Water Level of Lake Toba, Indonesia, a report prepared by the Overseas Development Admonistration, UK for BPPT Teknologi, Jakarta
Bemmelen, R.W. van, 1949, The Geology of Indonesia, Vol. 1a., 732 p., Governmental Printing Office, the Hague, Netherlands.
Borre, Lisa, 2000, Feasibility Study for the Lake Toba Science and Education Center, for the Lake Toba Heritage Foundation, Jakarta, Indonesia.
Hehanussa, P.E., 1981, Sejarah Geologi Tufa Toba, dalam Seminar Bendungan Asahan, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Nontji, Anugerah, 1990, Review of the Limnology of Lake Toba, International Conference on Lake Toba, 1990, Jakarta.
Tjia, H.D. and Kusnaeny, K., 1976, An Early Quaternary Age of an Ignimbrite Layer, Lake Toba, Sumatera, Sains Malaysiana, 5, p.67-70, Kuala Lumpur.
Yokoyama, T. and Hehanussa, P.E., 1981, The Age of ‘Old Toba Tuffs’ and Some Problems on the Geohistory of Lake Toba, Sumatera, Indonesia, in Paleolimnology of Lake Biwa, Japan Pleitocene, Vol.9 p.177-186, Kyoto.
Zen, M.T. 1990, Inventory of the Toba Problems, presented at the International Toba Conference, Jakarta.


No comments:

Post a Comment