Pages

Friday, April 6, 2012

Gual dalam masyarakat Simalungun

Gual dalam masyarakat Simalungun

Para ahli antropologi  dewasa ini mengenal adanya enam suku dalam masyarakat Batak yang memiliki  bahasa dan adat istiadat yang berbeda satu sama lain, namun sesungguhnya  merupakan komponen dari budaya yang sama. Mereka adalah Batak Toba, Simalungun,  Karo, Pakpak, Angkola dan Mandailing.
Masyarakat suku Batak,  konon telah berabad-abad yang lalu mendiami wilayah yang secara geografis  tersusun atas sungai-sungai terjal, plato dataran tinggi, hutan-hutan, dan  lembah-lembah perbukitan yang dikenal sebagai wilayah Provinsi Sumatera Utara.  Mereka berkeyakinan sebagai penduduk asli tanah asal yang berada di sekeliling  Danau Toba. Hal ini sangat bertentangan dengan beragam teori yang diajukan oleh  para etnolog dan arkeolog.

Awalnya, Danau Toba dan  Pulau Samosir yang berada di tengah-tengah tanah Batak merupakan titik  pusat dari kediaman masyarakat Batak. Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah  populasi masyarakatnya, anggota masyarakat Batak terpaksa menyebar menjauhi  titik awal penyebaran tersebut. Sebagai akibatnya, timbullah berbagai pemisahan  dalam bentuk pengelompokan suku dan adat istiadat di antara sesama masyarakat  Batak sendiri.

Masyarakat Batak Toba  mendiami daerah dataran pusat yang berlokasi di sekeliling wilayah selatan  Danau Toba di sebelah barat dan lebih ke selatan. Masyarakat Simalungun  (dikenal sebagai Batak Timur) mendiami daerah sebelah timur Danau Toba.  Masyarakat Karo mendiami daerah sebelah utara dan masyarakat Pakpak (Dairi)  mendiami daerah barat laut.

Masyarakat Simalungun  sebagai salah satu kelompok etnis di antara berbagai wilayah suku Batak,  kegiatan budaya, loyalitas etnis, dan ikatan kekerabatan yang paling kuat  terdapat di kabupaten Simalungun sebagai tanah leluhur mereka. Mereka merasa  dipersatukan oleh bahasa, musik, dan tari tradisional, adat-istiadat, serta kekhasan  yang unik pada masyarakat Simalungun.

Secara etimologis, menurut  Arlin Dietrich Jansen, kata Simalungun menggambarkan karakter masyarakat  Simalungun itu sendiri, namun arti sebenarnya secara tepat sukar dipahami. Kata  Simalungun dapat dibagi ke dalam tiga suku kata, yaitu:sebagai kata sambung yang berarti yang, dan berarti sunyi, kesepian, jarang dikunjungi. Dengan demikian, Simalungun berarti  ia yang bersedih hati, sunyi atau kesepian.

Henry Guntur Tarigan  berpendapat bahwa kata Simalungun berasal dari ciri khas dan tutur kata yang  lambat yang dimiliki oleh para warga pegunungan yang terisolasi. Hal ini  tentunya ada hubungannya dengan nilai-nilai yang terkandung dalam suatu budaya  yang mempengaruhi pembentukan dan modifikasi nilai-nilai tersebut. Ada  kaitannya pula dengan istilah kata inggou yang berarti lagu yang mengungkapkan kesedihan.




Gual
Dalam ritus upacara  kematian di Simalungun, ansambel musik memainkan peran yang sangat penting yang  dinamakan.Istilah gonrang  berkaitan langsung dengan alat musik gendang, yang merupakan istilah spesifik  bagi setiap jenis alat-alat musik tabuh. Keharusan penggunaan alat tabuh untuk  menciptakan suatu ensembel yang lengkap yang melibatkan sebuah alat musik tiup  dan serangkaian alat musik gong, bukanlah hanya sekedar kebetulan.


Alat-alat tabuh memainkan  suatu peran penting kelompok suku tradisional yang masih mempraktikkan  kepercayaan animisme sebagaimana yang dulu dilakukan oleh masyarakat  Simalungun. Fungsi utama alat-alat tabuh ini adalah untuk memanggil roh-roh  para nenek moyang (roh orang yang baru meninggal) dan meminta nasehat maupun  berkat dari mereka. Istilah yang paling lazim dalam mengutarakan lagu untuk  ansambel musik gonrang adalah.

Unsur-unsur sangat penting  dari gual ialah 1) Alunan melodi sarunei yang bervariasi, 2) Struktur kolotomis  dasar yang dimainkan paga gong dan mongmongan dan 3) Pola irama yang  berhubungan yang divariasikan oleh imbal irama yang dimainkan pada alat-alat  tabuh. Diterapkannya metode siklus pernafasan pada permainan serunei, melodi yang  dihasilkan pada alat musik akhirnya berupa alunan nada yang tak terputus mulai  dari awal hingga akhir. Setiap variasi alunan nada-nada dilakukan sambung  menyambung tanpa adanya perhentian atau istirahat dalam suatu alunan melodi  yang kontinu.

Ada beberapa gual yang  digunakan dalam upacara kematian di Simalungun, yaitu: Gual huda-huda merupakan  gual antara kesedihan dan kegembiraan, kesedihan karena ada seorang yang  meninggal dan di sisi lain menghibur keluarga yang ditinggal mati.Gual porang huda-huda,  merangsang semangat kaum pria untuk berperang, dalam hal ini berperang melawan  sesuatu yang wujudnya gaib. Mereka mengusir pengaruh-pengaruh jahat.Gual ondos-ondos  (dinggur-dinggur) atau tapak-tapak andorasi dengan menggunakan gonrang bolon  yang dimainkan untuk mengiringi tari-tarian yang dilakukan di sekitar jenazah  dan menyambut anggota keluarga lain yang baru datang. Seorang Simalungun  sejati, ketika mendengar gual ini dimainkan, maka dia sudah tahu bahwa ada  seseorang yang meninggal.Gual rahot  rambing-rambing dibawakan sebagai klimak pada saat si tondong menemui keluarga  yang meninggal, diikuti oleh kelompok-kelompok lain sehingga berkat yang  diinginkan dapat diberikan kepada mereka.Gual sayur matua dapat  digunakan sebagai permohonan panjang umur atau digunakan sebagai penggembira  bagi orang-orang tua. Orang-orang tua yang banyak menghadapi permasalahan.

Selain itu, ada beberapa  gual tambahan yang dianggap layak untuk dimainkan yaitu Gual Boniala-boniala,  Ganggor-danggor, Sambirbir, Sambirbir Boru-boru, dan Bukbuk Harajoan, Gonrang  bolon dapat memainkan gual tersebut, jika dijumpai adanya kesunyian suasana  bilamana ada salah satu anggota keluarga yang menari seorang diri di  sekelilingi peti mati untuk mengenang kebaikan-kebaikan sang raja sambil  meratap.

Wiflihani, S.Pd
staf Pengajar Prodi Seni Musik,  Sendratasik FBS Unimed.
http://www.waspada.co.id/”>www.waspada.co.id
(12 Oktober 2008) dan http://melayuonline.com/
Kredit foto : “The Claire  Holt Collection” by Nancy Shawcross (Dance Research Journal, Vol. 19. No. 1  (Summer, 1987), pp. 25-35)

Sumber:
http://simalungunonline.com/gual-dalam-masyarakat-simalungun.html

No comments:

Post a Comment