Pages

Monday, March 5, 2012

Orang Simalungun


Orang Simalungun

 Oleh: Jan Roi Purba





Kabupaten Simalungun terletak di antara 02’36,03’1 lintang utara dan 98’32-99’35 bujur timur dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan tanah jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan dolog pardamean dengan luas 9.045 ha.Luas yang cukup luas untuk ukuran sebuah kabupaten di provinsi Sumatera Utara namun secara statistik orang simalungun justru merupakan polulasi dengan peringkat ke tiga setelah suku jawa dan suku etnis lainnya yang merupakan sub suku batak.

Mempelajari ,mempertahankan sejarah dan eksistensi orang simalungun merupakan hal yang harus dilakukan oleh orang Simalungun sendiri , sebab pada dewasa ini sudah banyak buku buku yang beredar terkait sejarah Simalungun yang justru merupakan kebalikan dari sejarah Simalungun dan hal ini tentu saja merugikan eksistensi orang Simalungun dalam wilayah Republik Indonesia.

Leluhur nusantara (juga Batak) berasal dari dataran tinggi Yunan dekat hulu Sungai Mekong di Cotte dan Napur Hindia Belakang. Kemudian dengan alasan tertentu melakukan migrasi ke berbagai wilayah dan sebagian di antaranya tiba di wilayah nusantara yang menghuni wilayah pantai. Gelombang yang pertama memasuki wilayah nusantara (sebahagian tiba di Sumatera Utara) ini disebut dengan Protomelayu (Melayu dalam). Selanjutnya, dalam rentang waktu tertentu, gelombang migrasi serupa juga terjadi yang disebut dengan Deutromelayu (Melayu luar). Gelombang yang kedua serta memiliki peradaban yang lebih tinggi ini, kemudian mendesak protomelayu ke pedalaman.

Secara Umum penduduk di Sumatera merupakan penduduk yang berasal dari hindia belakang kedatangan ini di perkirakan terjadi pada 1000 tahun SM, dan khususnya di Simalungun yang menjadi leluhur orang Simalungun adalah orang orang yang berdomisili di wilayah Kerajaan Nagur, Kerajaan Nagur sendiri berdiri pada abad ke VI waktu berdirinya tersebut dikutip dari penelitian Sutan Martua Siregar dalam buku Tuanku Rao, selain itu catatan dari Buzuruk bin Syahrir seorang pedagang dari persia,

Marcopolo serta ferdinand Mendes Pinto menerangkan bahwa mereka pernah singgah di kerajaan Nagur dan secara khusus ferdinand mendes pinto mencantumkan tahun 1535 kesinggahannya di kerajaan Nagur.Menurut hikayat parpadanan na bolag (hikayat Kerajaan Nagur) dijelaskan bahwa batas wilayah kerajaan Nagur tersebut hampir meliputi seluruh sumatera bagian utara, di utara berbatasan dengan Aceh dan di Selatan berbatasan dengan Minangkabau. Berdasarkan persepsi literer (kepustakaan) tersebut diatas, diyakini bahwa kerajaan Nagur pernah eksis di Sumatra Timur tepatnya di Simalungun. Paling tidak hal tersebut dibuktikan dengan adanya catatan-catatan dari pengelana asing yang singgah di Sumatra Timur dari abad ke-6 hingga ke-16.

Sejarah mencatat Kerajaan Nagur telah melakukan interaksi dengan kerajaan lainnya serta mendapat berbagai serangan dari kerajaan kerajaan di sekitarnya. Bahkan terbentuknya perkampungan Suku jawa di wilayah kekuasaan Kerajaan Nagur merupakan kegagalan Kerajaan Singosari untuk menaklukkan Kerajaan Nagur, sebab pada waktu invasi, terjadi pergolakan internal yang berujung kudeta di Kerajaan singosari dan berakibat adanya suksesi di Kerajaan Singosari, akibat dari hal ini pasokan logistik terhenti dan pasukan yang dikirim untuk tujuan invasi hanya bisa pasrah dan dan akhirnya menyerah dan menjadi warga di Kerajaan Nagur.Perkampungan suku jawa ini dinamakan tanoh djawa dan mereka kebanyakan menjadi golongan jabolon dalam sistem kasta di Simalungun.

Dalam mempertahankan eksistensi Kerajaan Nagur maka dibuatlah pembagian wewenang oleh raja ,suatu jabatan baru di bawah level raja dibentuk oleh kerajaan Nagur dan gelar jabatan baru ini dinamakan dengan Tuan.Tuan berasal dari keluarga raja,reformasi yang dilakukan tersebut berjalan lancar dan berhasil menciptakan integrasi dalam negeri namun Kerajaan Nagur akhirnya mencapai keruntuhan akibat wabah sampar banyak korban berjatuhan sehingga banyak orang orang bermigrasi secara besar besaran melewati danau toba sebab ada asumsi dari penduduk tersebut wabah penyakit tersebut tidak mampu melewati perairan (danau toba) dan akhirnya mereka tiba di suatu pulau, dan akhirnya dinamakan dengan nama Samosir, nama samosir tersebut diambil dari Bahasa Simalungun yaitu kata Sa yang berati sekali dan Misir yang berarti pindah.

Kejadian wabah ini mengakibatkan pusat kerajaan tidak mampu mengendalikan pemerintahan dan akhirnya 4 wilayah partuanon berdiri sendiri yaitu :
1.Kerajaan Siantar, yang adalah kelanjutan dari kerajaan Nagur ibukotanya di Pamatang dan raja terakhirnya adalah Raja Sawadin Damanik
2.Kerajaan Tanoh Djawa, berdiri di perkampungan orang jawa ibukotanya dalah Pamatang Tanoh Djawa dan raja terakhirnya dalah Raja Kaliamsyah Sinaga
3.Kerajaan Panei letaknya di Kecamatan Panei sekarang ibukotanya di Pematang Panei dan raja terakhir adalah Tuan Bosar Sumalam Purba Dasuha
4.Kerajaan Dolog Silau beribukota di Pamatang Dolog Silau (dekat saran padang ) dan raja terakhir adalah Tuan Bandar Alam Purba Tambak

Kedatangan belanda dengan politik devide et imperanya telah berhasil memecah kerajan kerajaan di Simalungun sehingga terbentuklah 3 kerajaan baru yaitu :
1.Kerajaan Raya pada awalnya adalah partuanon dibawah Kerajaan Dolog Silau ibukotanya di Pematang Raya dan raja terakhir adalah Tuan Djaulan Kadoek Saragih
2.Kerajaan Purba pada awalnya adalah partuanon di bawah Kerajaan Dolog Silau ibukotanya di Pematang Purba rumah bolonnya masih ada sampai sekarang dan butuh perhatian dari pemkab Simalungun dan raja terakhirnya adalah Tuan Mogang Purba Pakpak
3.Kerajaan Silima Kuta pada awalnya merupakan partuanon di bawah kerajaan Dolog Silau dan raja terakhir adalah Tuan Padi Raja Girsang
Setelah terpecah menjadi 7 kerajaan ,maka dengan mudah belanda akhirnya memaksa para raja untuk menandatangani Korte Verklaring dan resmilah wilayah Kerajaan Nagur dijajah oleh Belanda.

Nama Simalungun resmi di pergunakan sejak 1906 dalam lembaran negara Hindia Belanda, Secara etimologis Simalungun berasal dari kata Sima dan lungun.Sima berarti peninggalan dan lungun artinya sepi nama simalungun di sebut oleh orang yang berada di luar wilayah kerajaan nagur untuk menyebut bekas Kerajaaan Nagur yang sepi dan sekaligus di rindukan.
Orang orang yang tetap tinggal di eks kerajaan Nagur merupakan orang orang proto Simalungun yang berasal dari india selatan mereka adalah para raja dengan 4 marga diatas yaitu Sinaga,Saragih, Damanik dan Purba

Ada keunikan di Suku Simalungun selain marga diatas sudah ada marga di Simalungun yang mengaku dan marahap Simalungun yaitu Sipayung, Lingga, Sitopu,Haloho,Sihaloho dan lain lain namun mereka tidak pernah memangku kerajaan dan mungkin hanya menjadi Tondong dari raja/tuan di Simalungun.

Kolonialisme belanda dengan gaya kapitalis mereka telah merusak tatanan adat dan nilai di Simalungun setelah berhasil menjajah Simalungun Belanda mengubah Simalungun menjadi daerah pekebunan untuk pangsa pasar di eropa dan kebijakan pertama sekali adalah dibukanya perkebunan teh di Naga Huta pada tahun 1910 dan disusul oleh perluasan perkebunan lainnya .Orang Simalungun tidak bisa di harapkan menjadi pekerja di perkebunan sebab karakter mereka yang terbentuk adalah santai dan bukan pekerja keras selain itu budaya membayar upeti kepada raja membuat karakternya tidak terlalu ingin bekerja keras. 

Hal karakter ini membuat Belanda mendatangkan para pekerja dari jawa sebab orangnya tekun bisa diatur dan tidak banyak berontak dan akhirnya mereka lah yang menjadi pekerja di perkebunan, kemudian kendala kembali muncul terkait bahan pangan dari migran jawa ini sehingga orang belanda kembali mendatangakan orang orang yang bisa menjadi penyedia makan bagi migran jawa, kresidenan tapanuli yang menguasi wilayah toba akhirnya menjatuhakan pilihan kepada batak toba yang mendiami sekeliling danau toba.kelompok sub suku ini merupakan kelompok terbesar orang batak dan dianggap yang termaju terutama dalam bidang pertanian sawah dan pendidikan dibanding kelompok yang lain dan tanah yang tepat untuk dijadikan persawahan adalah wailayah Kerajaaan Siantar,Panei dan Tanah Djawa sehingga tidak mengherankan jika jumlah penduduk di daerah tersebut adalah mayoritas batak toba perpindahan ini terjadi pada tahun 1910-an akibat tinginya migrasi tersebut akhirnya menjadi faktor yang melemahkan eksistensi Simalungun.

Namun dari pendatang tersebut ada juga yang mengaku orang Simalungun dan berbudaya Simalungun hal tersebut merupakan pengaruh dari kerajaan sikap kerajaan sangat tegas kepada pendatang,sehingga untuk mendapatkan kehidupan terutama dalam hal ekonomi (tanah)mereka harus mau bergabung dengan orang Simalungun dan menjadi orang Simalungun dan pada akhirnya pembauran tersebut menimbulkan marga marga baru di Simalungun seperti Saragih Simarmata, Saragih sitanggang dan lain sebagainya sehingga pada seminar 20 februari 1964 di simpulkan bahwa orang simalungun merupakan dari pengakuan dan budayanya,berbudaya Simalungun maksudnya adalah menggunakan bahasa Simalungun, beradat istiadat Simalungun dan memiliki ahap (keberpihakan kepada) Simalungun dalam kehidupannya sehari harinya .

Runtutan kejadian diatas lah yang menjadi sejarah orang Simalungun,Secara signifikan, dapat ditarik korelasi dimana gelombang yang pertama masuk itu pastilah berdiam di Selat Malaka, kemudian mereka terdepak ke daerah pedalaman oleh gelombang migrasi berikutnya hingga ke kawasan Simalungun. Dengan begitu, gelombang yang masuk ke Simalungun pun dapat dinyatakan mengalami dua gelombang, yakni gelombang proto Simalungun dan deutro Simalungun sampai pada akhirnya terbentuk neo Simalungun pasca revolusi berdarah 1946.

Dengan begitu, kondisi ini lebih memungkinkan dan hampir mendekati kebenaran sejalan dengan sejarah penyebaran ras-ras umat manusia. Sejalan dengan itu, sesuai dengan pendapat Uli Kozok (1992) (Profesor Filologi berkebangsaan Belanda) yang mengurangi bahwa di antara bahasa-bahasa Batak, bahasa Simalungun adalah bahasa yang lebih dulu terbentuk, maka asumsi ini menjadi masukan yang sangat berharga untuk merekonstruksi kembali sejarah Simalungun. Bahasa Simalungun lebih dekat dengan Bahasa Mandailing, dan lebih jauh jika dibanding dengan Bahasa Batak Toba, Karo ataupun Pak-pak. Itu berarti bahwa, kemungkinan suku bangsa Simalungun adalah suku yang pertama ada dibanding suku Batak lainnya. Kendati demikian, penggalian serta penelusuran yang lebih mendalam tentang hal ini senantiasa dilakukan sebagai upaya pelurusan sejarah, khususnya pada masyarakat kebudayaan Simalungun .


Sumber
Orang Simalungun, 
Dr. Sortaman Saragih, SH, MARS,





No comments:

Post a Comment