Pages

Saturday, March 10, 2012

MANDAILING, TANO SERE


MANDAILING, TANO SERE

Wilayah Mandailing terletak di Kabupaten Mandailing-Natal, Propinsi Sumatra Utara. Sebelum tahun 1992, wilayah ini terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan. Batas-batas wilayahnya di sebelah utara dengan Kecamatan Angkola (Simarongit, Desa Sihepeng) dan dengan Padang Bolak (Rudang Sinabur).  Ke arah barat berbatasan  dengan wilayah Natal (Lingga Bayu), sementara ke arah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pasaman (Ranjo Batu), Propinsi Sumatra Barat. Perbatasannya ke arah timur berada di wilayah Barumun. Sejak lama wilayah Mandailing dibagi atas dua sub-wilayah yaitu Mandailing Godang dan Mandailing Julu. Pada masa sebelum kemerdekaan, raja-raja di Mandailing Godang umumnya bermarga Nasution dan di Mandailing Julu bermarga Lubis. Fakta ini menegaskan bahwa Mandailing dapat dilihat dari dua pengertian yaitu sebagai suku-bangsa dan wilayah geografis. Gunung berapi yang masih aktif Gunung Sorik Marapi berada di perbatasan Mandailing Godang dan Julu.

          Asal usul kata Mandailing banyak diperdebatkan, namun didominasi oleh dua pendapat. Berasal dari Mande Hilang (artinya ibu yang hilang, Minangkabau) dan Mandala Holing, sebuah nama kerajaan yang telah ada sejak abad ke-12, terbentang dari Portibi di Padang Lawas sampai ke Pidoli di Panyabungan. Dokumentasi sejarah Mandailing memang sulit diperoleh karena sekalipun ada warisan aksara tradisional, surat tulak-tulak dan kitab pustaha, namun pustaha lebih banyak berisi tentang pengobatan tradisional, ilmu gaib bahkan ramalan mimpi (the interpretation of dream). Sejarah Mandailing justru lebih banyak diketahui dari Buku Kakawin Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu  Prapanca yang mencatat bahwa pada tahun 1287 Saka (1365 Masehi) prajurit Majapahit menyebutkan adanya wilayah yang bernama Mandahiling.  Kata Mandahiling ditemukan pada syair ke-13 yang berbunyi:

          “Lwir ning nusa pranusa pramuka sakahawat
          ksoni ri Malayu/ning Jambi mwang Palembang
          karitang I Teba len Dharmacraya tumut/ Kandis
          Kahwas Manangkabwa ri Siyak I Rekan Kampar
          mwang i Pane/ Kampe Harw athawe
          Mandahiling I Tumihang Parlak mwang I Barat"

Selain kedua pendapat tadi nama Mandailing juga tertulis pada Tonggo-tonggo Si Boru Deak Parujar, sebuah buku kesusasteraan  Toba klasik.

          Asal usul suatu kelompok dapat juga dilihat dari tarombo (silsilah) marga mereka. Marga Nasution (dari nenek-moyang bernama Si Baroar) dan Lubis (dari nenek-moyang bernama Namora Pande Bosi) adalah marga dengan jumlah "pengikut" terbesar. Masyarakat Mandailing menurunkan marga berdasarkan marga ayahnya (patrilineal). Selain marga Lubis, Namora Pande Bosi juga mempunyai keturunan yang kemudian memakai marga Pulungan dan Harahap. Marga-marga lain yang dikenal di Mandailing adalah: Rangkuti dan Parinduri (memiliki nenek-moyang yang sama, Mangaraja Sutan Pane), Matondang dan Daulae (memiliki nenek-moyang yang sama, Parmato Sopiak) dan Batubara dari nenek-moyangnya, Bitcu Raya. Selain itu dikenal juga: Hasibuan, Dalimunte, Mardia, Tanjung dan Lintang.

Cukup menarik bahwa di Mandailing terdapat Suku Lubu atau dikenal dengan orang Siladang. Dahulu mereka dipandang sebagai suku terasing dengan bahasa yang berbeda dengan bahasa Mandailing. 

Mandailing Julu berhawa sejuk dikelilingi oleh gunung. Aek Batang Gadis dan Aek Pungkut adalah dua sungai yang mengalir dari hulu yang sama (Gunung Kulabu) dan bertemu kembali di Muara Pungkut, selanjutnya memakai nama Aek Batang Gadis yang bermuara ke Singkuang, Lautan Hindia di pantai barat Sumatra. Kotanopan adalah kota kecil yang dianggap sebagai pusat Mandailing Julu. Persawahan banyak ditemui di sepanjang lereng gunung dan di tepi sungai, namun luasnya kurang memadai dibanding dengan areal persawahan di Mandailing Godang. Hawanya yang sejuk sangat sesuai untuk tanaman kopi. Sebelum perang dunia ke-2 kopi yang dihasilkan dari Pakantan dan Ulu Pungkut diekspor ke Eropah dan Amerika dan kemudian dikenal sebagai Mandheling coffee. Di wilayah ini juga tumbuh subur karet dan kayu manis. Gula aren kualitas terbaik yang dikenal dengan gula bargot banyak dihasilkan dari pohon enau. Bekas penambangan emas banyak ditemukan di Mandailing Julu, bahkan di aliran Aek Batang Gadis masyarakat sering mendapatkan emas (sere) dengan cara manggore (mendulang). Banyaknya ditemukan sumber emas ini menjadikan Mandailing mendapat gelar sebagai Tano Sere.

          Mandailing Godang memiliki areal dataran rendah yang cukup luas dan berhawa panas. di wilayah ini padi tumbuh subur dan menjadi lumbung beras di Mandailing. Ibukota Kabupaten Mandailing Natal, Panyabungan terletak di wilayah ini. Panyabungan awalnya adalah sebuah kota kecil. Namun karena posisinya di tengah-tengah dataran rendah Mandailing Godang ia kemudian berkembang pesat sebagai pusat perdagangan dan pemukiman. Aek Mata yang bermuara ke Aek Batang gadis adalah sungai yang membelah Kota Panyabungan dan menjadikan pembagian wilayah berdasarkan arah alirannya yaitu: Panyabungan Julu (hulu), Panyabungan Tonga-tonga (tengah) dan Panyabungan Jae (hilir). 

     Orang Mandailing juga gemar menciptakan aneka makanan (kuliner Mandailing) yang menarik dan enak rasanya. Makanan ini khas Mandailing karena memiliki perbedaan bentuk, tampilan, rasa dan kemasan dengan daerah atau etnis lain. Ikan sale, daun ubi tumbuk, sambal udang kecepe adalah di antara makanan khas yang dikenal di Mandailing. Bagi perantau, menyebutkan nama makanan ini saja, dapat menimbulkan air liur. Untuk makanan jajanan (kudapan) juga dikenal lemang, toge Panyabungan, pakkat, anyang pakis, kipang pulut dan alame (dodol).


Simber:

No comments:

Post a Comment