MENGENAL MASYARAKAT KARO
Oleh: Ngajarsa Sinuraya Bre Bangun
Jikalau diteliti , disetiap penerbitan buku , pasti mempunyai maksud dan tujuan , ( untuk itu harus disimak secara mendalam , jangan terkecoh terutama mengenai masyarakat karo , dan bagaimana pun kejadiannya kita sendiri sebenarnya yang mersakannya sebagai orang karo sendiri , sedang penerbit dan pengarang buku tersebut bukan orang Karo , manalah mungkin dia memahaminya secara mendalam , dapat dipastikan hanya bagian luarnya saja dan apa yang melatar belakngi pembuatan buku itu sendiri tentunya ada maksud tujuan tertentu mau diapakannya diarahkan kemana benak yang membacanya sehingga persepsinya menjadi lain dalam mengenal Masyarakat karo yang dia uraikan tersebut tentu yang berkenan bagi dia yang mau dia paparkan ) . Dapat kta rasakan dampaknya bahwa sampai saat ini dimanapun kita berada bagi masyarakat Indonesia sampai ke jajaran pemerintahan sampai kepucuk pimpinan Pusat sapaan kepada kita orang karo disapa sebagai Orang Batak . bahkan dilingkungan Legeslatif oleh penjabat - penjabat sapaan itu muncul. Tidak disana saja tapi di bidang pendidikan bertemu para pendidik/ guru- guru , maka ternyata di sapanya juga kita sebagai orang Batak, di RT / RW kantor- kantor lainnya. Mereka tidak mengenal Orang Karo. Saya tidak merasa ploong dengan sapaan itu, akan tetapi merupakan kenyataan bahwa Kebudayaan Masyarakat Karo , bahasa Karo,Aksara Karo, Merga- Merga SILIMA di Karo, Sastra Karo, Jenis Pakaian Karo. Lagu- lagu Karo, Makanan Khas Karo, Adat Istiadat karo, Salam Mejuah- juah dari karo,, kurang dikenal masyarakat suku- suku lain di Indonesia, bahkan penulis peneliti Eropa, ASmeriak, dan Asia. Maafkan saya, tidak perlu masyarakat Karo sakit hati dan malu, akan tetapi mengapa demikian ironisnya ? Mengapakah orang Karo di dalam masyrakat Indonesia ini, sebagai daun sirih tak bertangkasi dalam ikatan Ia berada di dalam , tetapi tdak masuk dihitung, sebab tak bertangkai . Istilah dalam bahasa Karo, BAGI BELO LA ERTANGKEI ./ Untuk itu timbul pertanyaan lebih jauh, mengapakah selama ini 1900 an penjajah datang , ke Karo, sampai tahun 2011 ini , masih saja sebutan kepada orang Karo sebagai orang batak ?.
benarkah orang Karo itu mempunyai religi BATAK? Apakah masyarakat menyadari bahwa agama Kristen itu diturunkan melalui/ memakai bahaasa pengantarnya bahasa Ibrani ? Agana Islam diturunkan memakai bahasa ARAB ? RELIGI BATAK itu memakai bahasa pengantarnya bahasa Batak ? ( asli ) sejak datangnya sampai kini di Pusuk Buhit, UGAMO MALIM atau PARMALIMJ ( BATAK ?? ) adalah kepercayaan. Apakah masyarakat Karo dan luar Karo memahami hahwa masyarakat Karo di dataran tinggi ,maupun masyarakat Karo di dataran rendah belum pernah memeluk RELIGI BATAK ? Siapakah yang menyapa dan menyebut masyarakat Karo itu sebagai Batak Karo ? Mengapakah dalam bahasa asing ada organisasi keagamaan menyebut wadahnya Batak Karo Bata,s atau dalam bahasa Indonesia batak Karo ? benarkah para peneliti, pengarang, penulis menyakini akan tulisannya pada karyanya itu bahwa bahasa Toba hanya lain logat dengan bahasa Karo ? Demikian pula alat kelengkapan buah akalnya dalam kebudayaan cukup jauh bedanya, akan tetapi mengapa suka disama- sama kan. Dari mana asal muasal karo, apakah menuruit etimologi bahasa oleh peneliti dari Eropa. Amerika, Asia , dan Pribumi betulkah penulisan dalam buku anthropology bahwa Batak itu sebuah Suku Batak ? atau Ras ? Apakah dasarnya disebutkan Suku Batak terdiri dari Sub Suku - Sub Suku Karo, Toba, Pakpak , Simalungun, Angkola, mandailing ? Apakah benar Suku batak itu logat - logat Karo, Logat Toba, Logat toba, Logat Pak pak , logat Simalungun, logat , logat Angkola, Logat Mandailinh..Benarkah perbedaan logat ? Bukankah perbedaan perbedaan bahasa ? Pernah kah diuji kebenarannya bahwa hanya perbedaan logat- logat saja? Disadarikah oleh masyarakat luas bahwa bahasa Karo adalah bahasa kesatuan orang karo terdiri dari logat Gunung- gunung/ Kenjahae, logat Kenjulu, logat Jahe- jahe ?Ketiga logat dalam bahasa Karo ini, jika dfiuji didalam satu pesta adat perkawinan yang rumit dan unik, mereka memakai bahasa Karo dengan logat - logat itu dalam suatu pesta perkawinan seorang Karo dengan seorang Toba , atau seorang Mandailing, atau pak-pak , atau seorang Simalungun atau seorang dari Angkola merundingkan emas kawin ? Mungkin kacau balau ? Saya belum pernah mendengarnya , tetapi perkawinan itu sudah ada dan disaksikan ternyata mereka memakai bahasa Indonesia. Bukan bahasa Batak . Mengapa demikian, bukankah halini suatu bukti bukan perbedaan logat diantara bahasa Karo, Toba, Simalungun, Pak- pak , Angkola, Mandailing akan tetapi benar perbedaan bahasa.? Ternyata tidak saling mengerti , karena perbedaan bahasa untuk tidak saling merusak jalannya musyawarah pada pesta , dipakai bahasa Indonesia , supaya komunikatif. Jika yang mengerti satu tiga orang,itu bukan ukurannya. Sama juga kalau ada satu dua kata bahasa serupa, bukan ukuran satu ras, demikian juga nama. Masalah itulah sebenarnya mendorong hati nurani kita di Sapo ini untuk mendalaminya dalam segala liniinformasi untuk diambil sari patinya sehingga dapat melestarikan Kebudayaan kita orang Karo " bagi oratna "dan diharapkan menjadi bermakna bagi seluruh masyarakat Karo dimanapun dia berada , diseluruh pelosok dunia ini dan memang di Sapo inilah tempatnya pada jejarinmg sosial ini yang bisa diakses sedemikan rupa sehingga orang karo semakin dapat dikenal oleh masyarakat duinia. Saya bertanya, karena ada sementara orang yang menyamakan " Dalihan Na Tolu " denghan " Rakut Sitelu " . Jika diteliti dalikan di rumah asli orang Karo, maka daliken itu LIMA ( 5 ). Saya sangat ingat betul bahwa dua + dua + satu ( ditengah agak lebih besar ) = lima . Jika memasak , kuali dapat dinaikan dua sekali gus . Oleh sebab itu saya tidak mengerti , jikalau Rakut Si Telu , disamakan dengan Dalihan Na Tolu , Jika dilaksanakan atau di sama- samakan , dalam pelaksanaan adat perkawinan orang Karo , apa yang dimaksudkan RAKUTNA SI TELU dengan DALIHAN NA TOLU , sangat mungkin kacau balau, " Rumusannya , sangat berbeda " contohnya teori TRIAS POLITICA oleh Montesque jika disama- samakan dengan PA NCASILA , sebagai dasar melaksanakannya Pemerintah , akan sangat berbeda (? ) . Begitu juga mengenai tutur ; dim Masyarakat Karo sangat tebal artinya " garis ayah " dan " garis ibu " sebab dilaksanakan secara berbarengan ( Parental atau Bilateral ) . Jadi bukan hanya Patrilineal akan tetapi juga Matrilineal. Keunikan itu merupakan kenyataan dan khusus untuk itupun telah kita uraikan penjelasannya pada sebelumnya begitu juga hal- hal lainya di Sapo kita ini tinggal anda cari sendiri didalamnya dan berbagai informasi yang telah banyak didalamnya untuk dapat menambah wacana dalam meningkatkan pengetahuan tentang jati diri kita sebagai orang karo, dan marilah bersama kita melestarikannya " BAGI ORATNA ",. Dage mejuah- juah kita kerina ula permenek, ula perpusuh, Runggulah bagi oratna bagi nininita nai gelah ertambahna pemetehta , jenari dat kemalemenen ate perban ndalankenca beluh kita bagi oratna.
No comments:
Post a Comment