Mandailing
Tenteara kerajaan Munda Holing yang di pimpin oleh Raja Odap-Odap telah ditewaskan oleh Rajenderacola dan berkuasa di seluruh daerah Batang Pane. Kerajaan kedua di Sumatera di didirikan di Pidoli Dolok
di kenali sebagai kerajaan Mandala Holing artinya kawasan orang-orang
Keling. Di abad ke 13, Kerajaan Majapahit telah menyerang ke Lamuri, Padang Pariaman dan Mandailing. Sekali lagi kerajaan Mandala Holing ini telah di bumi hangus dan hancur.
Penduduk yang tidak dapat di tawan telah
lari kehutan dan bercampur-gaul dengan penduduk asli. Lalu terbentuklah
Marga Pulungan artinya yang di kutip-kutip. Di pertengah abad ke-14,
terdapat legenda tiga anak Yang Dipertuan Pagar Ruyung yang bernama Betara Sinomba, Putri Langgoni dan yang bungsunya Betara Gorga Pinanyungan
yang mendirikan dua buah kerajaan baru.Betara Sinomba telah di usir
oleh Yang Dipertuan dari Pagar Ruyung karena kesalahan bermula dengan
adiknya Putri Langgoni.
Kedua beradik tersebut berserta pengikutnya telah merantau dan mendirikan kerajaan di Kota Pinang. Yang di Pertuan Kota Pinang inilah yang menurunkan raja-raja ke Kota Raja, Bilah, Kampung Raja dan Jambi.
Di tebing sungei itu baginda telah melahirkan seorang anak laki-laki yang gagah dan perkasa. Anak yang ditinggalkan di bawah pohon sena tersebut telah di temui oleh rombongan Sultan Pulungan yang sedang berburu, lalu dipunggutnya.
Di tebing sungei itu baginda telah melahirkan seorang anak laki-laki yang gagah dan perkasa. Anak yang ditinggalkan di bawah pohon sena tersebut telah di temui oleh rombongan Sultan Pulungan yang sedang berburu, lalu dipunggutnya.
Anak yang dibesarkan di dalam kandang di
bawah rumah tersebut akhirnya telah berhasil melarikan diri dan
mendirikan sebuah kerajaan dan kemudiannya mengalahkan Sultan Pulungan.
Anak tersebut yang di kenali sebagai Sibaroar yaitu kandang di bawah rumah akhirnya menjadi raja besar di Penyabungan.
Ketika cerita kebesaran Sibaroar yang di
gelar Sutan Diaru tersebar jauh ke Pagar Ruyung maka Yang Dipertuan
Pagar Ruyung pun terkenang akan Putri Rumandang Bulan yang hamil di bawa
ke Gayo. Baginda dan pengiringnya pun berangkatlah mengikuti
pohon-pohon pinang yang telah di tanam oleh bekas kekasihnya itu hingga
sampailah di tepi sungei yang di namakan “Aek Batang Gadis” lalu di bawa
mengadap kepada Sutan Diaru di penyabungan.
Maka ketahuanlah akan Yang Di Pertuan
Pagar Ruyung, bahwa Raja Sutan Penyabungan tersebut adalah anaknya.
Diabad ke-19 yaitu sekitar 1916, Tentera Paderi di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol telah mengutuskan Raja Gadumbang Porang atau lebih di kenali sebagai Tuanku Mandailing untuk mengislamkan Tanah Mandailing.
emudiannya Belanda pula memasuki
Mandailing sekitar 1835, ini telah mengakibatkan banyak dari raja-raja
Mandailing yang menentang dan terpaksa mundur dan menyeberangi Selat
Melaka dan terus menetap di Tanah Melayu.
Nama seperti Tuanku Tambusai, Raja Asal,
Raja Laut dan Sutan Naposo tercatat di dalam sejarah pergolakan perang
saudara di Pahang dan Selangor.
Ada diantaranya di hantar ke
Semenanjung. Di bawah pimpinan Tuanku Mandailing beberapa orang panglima
perang paderi akhirnya menyerang Kubu Tuanku Lelo di Padang Sidempuan dan
menewaskannya. Tuanku Tambusai, Raja Asal dan Raja Laut mendarat di
Melaka dan pergi ke Lukut mencari tempat tinggal. Tuanku Tambusai
mencari tempat tinggal yang terpencil di Negeri Sembilan dan menetap di
sana. Maka itu beliau di sebut Raja Laut.
Sumber:
http://sihepeng.com-02.com/mandailing
No comments:
Post a Comment