Kota Barus dan Penetrasi Kebudayaan India
Penetrasi kebudayaan Hindu yang berasal dari India Selatan dan masuk melalui suatu kota pelabuhan yang dulu mungkin merupakan salah satu kota dagang tertua, terbesar dan paling internasional dibandingkan dengan kota-kota pelabuhan manapun di Kepulauan Nusantara ini seolah-olah terlupakan.
Padahal kota pelabuhan ini mungkin memiliki arti yang sangat penting. Kota pelabuhan yang dimaksud ialah Barus.
Batu atau “banda bapahek” dekat Suroaso, merupakan saluran air dari zaman Hindu, dibuat dalam sebuah bukit batu. Pada dinding saluran ini juga didapat tulisan. Tetapi tidak seperti prasasti-prasasti lainnya, tulisan pada “banda bapahek” dibuat dalam 2 bahasa. Di sebelah kiri, 10 baris dipahat dengan bahasa Sanskerta seperti pada banyak inskripsi Adityawarman sedangkan di sebelah kanan sebanyak 13 baris, dalam tulisan yang belum ditemukan sebelumnya di Minangkabau NOTE-1.
Berita ini dan ditambah lagi dengan fakta bahwa nama Barusai telah dikenal semenjak kira-kira awal tahun Masehi (karena kapur barus dan pernah disebut oleh Ptolomeus), serta dugaan-dugaan hubungan Barus dengan Kerajaan Sriwijaya purba, menimbulkan praduga di kalangan para ahli bahwa mungkin semenjak abad ke 6 atau 7, telah ada sebuah kerajaan di daerah tersebut.
Tiga buah peci misalnya yang berasal dari sebuah tiang batu segi enam yang mulus, setinggi lebih kurang 83 cm, besar antara 22 dan 25 cm dengan tulisan pada tiga sisinya. Ada lagi pecahan-pecahan berbentuk prasasti, ditulis pada 2 bagian, yang mungkin dipecahkan Mara Pangkat, Raja Barus dahulu. Selain itu, kontrolir Deutz juga menemukan bermacam peninggalan kuno berupa perhiasan emas dan perak, berbagai bentuk kerajinan tangan dari tanah, mata uang dan lain-lain. Atas petunjuk rakyat, dia juga pernah mengunjungi tempat-tempat di mana dahulu bangsa Tamil pernah bermukim. NOTE-8
Seorang epigraf Pemerintah Inggris di India bernama Hultzsch, akhir abad yang lalu menterjemahkan batu Lobutua itu NOTE-9 yang dibuat tahun 1088! NOTE C
Bahasa Tamil sendiri merupakan salah satu bahasa terpenting dari kurang-lebih 21 bahasa Drawidia, dipergunakan di daerah paling selatan anak benua India dengan Kota Madras sebagai pusatnya, di negara bagian Tamil Nadu. Disamping Tamil, beberapa bahasa lainnya yang juga termasuk keluarga bahasa Drawidia ialah Malayalam di Kerala, Kannada di Mysore, dan Telugu di Andra Pradesh. Karena daerah yang berbahasa Tamil itu terletak paling Selatan NOTE-12, maka banyak ahli menganggap bahasa itu paling “murni” kurang dipengaruhi oleh bahasa-bahasa Indo - Arya yang datang dari Utara.
Selain itu, bahasa Tamil dianggap tertua dan terpenting dipandang dari sudut kesusastraan. Dahulu di sana terdapat kerajaan-kerajaan besar dan kuat dibawah keluarga-keluarga terkenal seperti Pandya, Chola dan Pallawa.
Kontrolir Deutz juga mendengar tentang “orang chetti” NOTE-13 dari rakyat setempat. Mereka ini ialah bangsa asing yang kemudian bergaul dengan penduduk seperti orang-orang Minang, Melayu dan Batak. Para pendatang itu berintegrasi dengan rakyat di sana, kebudayaan yang mereka bawa ikut pula memperkaya kebudayaan setempat. Bahasa mereka lambat laun diambil dan banyak kata-kata Tamil hingga hari ini masih dipakai di Sumatera Tengah (Minangkabau, Tapanuli sampai sebagian dari Sumatra Timur).
Hal ini mungkin dapat menjelaskan pengaruh dan perkembangan kebudayaan asal India Selatan, di daerah Batak baik di Tapanuli maupun di Sumatera Timur. Tetapi pengaruh kebudayaan ini (terutama bahasanya) melebar sampai di Minangkabau dan beberapa daerah dibagian tengah Pulau Sumatera. “Banda bapahek” ialah bukti mengenai pengaruh ini di Minangkabau.
Kalau pengaruh kebudayaan Tamil itu di daerah Batak datang dari Barus, ini bisa dimengerti karena sudah dapat dipastikan tentang adanya koloni bangsa asal India Selatan di kota Barus tersebut. Tetapi bagaimana mengenai marga Sembiring tadi yang (menurut beberapa ahli) memperlihatkan ciri-ciri khas kebudayaan Tamil, tetapi bermukim di daerah pegunungan sebelah timur Danau Toba? Apakah mungkin mereka ini juga berasal dari pantai barat (Barus) ataukah dari pantai timur Sumatera? Kebanyakan yang kita baca mengenai kedatangan pengaruh Hindu, ialah dari bagian timur, karena itu perhatian selalu dipusatkan ke sana. Kita sama sekali belum yakin, persoalan Sembiring itu juga berasal dari sana. (Joustra menamakannya “teka-teki Sembiring”!).
Apakah tidak mungkin setelah Kota Barus menjadi pelabuhan penting dan terjadi hubungan dagang yang erat sekali dengan India, juga ikut datang ke sana orang-orang India asal Indo Aryan dari kasta Brahmana umpamanya, guna mengembangkan agama mereka seperti di Pulau Jawa?
Karena belum banyak diketahui kota-kota pantai asal penetrasi kebudayaan Hindu, belum berarti kita dapat memastikan semua aliran ini datang dari bagian timur atau dibawa dari Pulau Jawa. Hal ini mengingatkan kita kembali pada peringatan Prof Veth kira-kira 1 abad yang lalu. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu selalu memikirkan bahwa arus pengaruh kebudayaan Hindu itu harus datang dari Pulau Jawa NOTE-19.
Catatan oleh Pelaminan Minang:
Note A:
Ada tiga jenis kapur barus pada saat itu yaitu:
Kapur barus dari Kalimantan dan Sumatera (Dryobalanops aromatica), Kapur barus dari China dan Jepang (Cinnamomum Camphora) yang banyak beredar dipasaran dan yang ketiga adalah Blumea balsami- fera, yang diproduksi di China dengan nama kapur barus Ngai. Harga dari kapur barus asal Sumatera ini kira-kira 138 kali lebih mahal dari kapur barus China dan Jepang. (Hobson-Jobson, Glossary of Anglo-Indian Words and Phares)
Lihat juga: Travel of Marco Polo Buku 3 Bab 9 dan Buku 2 Bab 8 by Marco Polo dan Rustichello of Pisa
[kembali]
Note B:
Po-lu-chi atau Po-lu-suo terkadang sering keliru diterjemahkan dalam text China dengan Bo-si atau Persia. Barus ini juga sering disebut sebagai Bon-cu, Bian-shu atau Bin-cuo.
(Roderich Ptak, Possible Chinese Reference to the Barus Area (Ming to Tang) in Claude Guillot (ed.) Histoire de Barus, Sumatera: Le Site de Lobu Tua I, Etudes et Documents, Paris, Cahier d’Archipel 30, 1998, pp. 119-138)
[kembali]
Note C:
Pedagang dari Arab mungkin telah berdagang ke kota Barus pada sejak abad ke 8 Masehi. Pada situs Lobu Tua ini ditemukan gelas dan keramik abad ke 9 Masehi serta yang paling penting adalah cap yang kemungkinan berasal dari Iran dengan tulisan Allah dan Muhammad. Selain itu ditemukan juga keramik yang berasal dari China pada abad yang sama.
(Claude Guillot and Sonny Ch. Wibisono, “Le verre à Lobu Tua: Étude préliminaire” in Guillot (ed.)
Histoire de Barus I, pp. 189-206; dan Guillot (ed.), Histoire de Barus, Sumatera: Le Site de Lobu Tua, II ,
Chapter V – Céramique du Proche-Orient”, pp. 171-196.)
Lihat juga: Ludvik
Kalus, “Le plus ancienne inscription islamique du monde malais?” Archipel, Vol. 59 (2000), pp. 23-24.
[kembali]
Note D:
Barus telah disebut oleh Ptolomeus kira kira tahun 150 Masehi. (Kozok, 1991, 14)
[kembali]
Dua peristiwa penting yang mempengaruhi Umat Islam di Asia Tenggara terjadi pada abad ke 10 dan abad ke 11. Salah satunya adalah serangan Raja Cola, Rajendra I yang ingin menguasai perdagangan di selat Malaka yang terjadi pada tahun 1017 dan 1025. Serangan ini membuat perubahan pola perdagangan dari Timur Tengah ke Sumatera dan munculnya perusahaan dagang Tamil yang menguasai Barus yang terdiri dari sekitar 1500 orang Tamil, pemukiman di Barus ini ditinggalkan pada abad ke 12 Masehi dengan alasan yang tidak diketahui.
(Y. Subbarayalu. “The Tamil Merchant-Guild inscription at Barus: A Rediscovery” in
Guillot (ed.) Histoire de Barus I, pp. 25-33. The inscription is dated to the equivalent of 1088 C.E.)
Lihat juga: Kozok, Uli: Prehistory. In: Sibeth, Achim: The Batak. Peoples of the Island of Sumatra. London: Thames and Hudson
1991:13-16.
[kembali]
Note:
No. 1
Notulen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tahun 1911, halaman 128
[kembali]
No. 2
Hindoe-Javaansche, Prof. N.J. Krom, Den Haag tahun 1962, halaman 410
[kembali]
No. 3
Encyclopdeia van Nederlandsch Indie
[kembali]
No. 4
Sumatra Benzoe, Disertasi P.H. Brans
[kembali]
No. 5
Verspreide Geschriften No VI, halaman 15
[kembali]
No. 6
The ancient Kingdom of Panai and the ruins of Padanglaweh (North Sumatera) oleh Rumbi Mulia dalam BPPAN, Jakarta 1980
[kembali]
No. 7
Barus, G.J.J. Deutz, Tijdschr No. 22 tahun 1875
[kembali]
No. 8
Pusat Penelitian Purbakala dan Peninggalan Nasional Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mengadakan survey didaerah Barus dibawah pimpinan H.M. Ambary pada bulan Mei 1978. Hal yang menarik ialah ditemukannya sebuah batu nisan di desa Batubadan yang merupakan batu nisan tertua yang pernah ditemukan di Pulau Sumatera, yakni tahun 1206, 90 tahun lebih tua dari makan Malik as Shalah di Aceh.
[kembali]
No. 9
Notulen van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tahun 1892, halaman 80
[kembali]
No. 10
A Tamil Merchant-guild in Sumatera oleh Prof. N. Sastri dalam Tijdschr No 72 tahun 1932
[kembali]
No. 11
Hindoe-Javaansche Geschiedenis oleh Prof. Krom halaman 304
[kembali]
No. 12
Bahasa di India berasal dari 2 keluarga bahasa yaitu: Indo-Aria dan Drawidia. Indo-Aria terkenal dengan bahasa sansekerta yang dipakai di India utara, tengah dan barat utara. Terpenting dari bahasa Indo-Aria adalah Benggali, Marathi, Hindi, Gujarati. Keluarga Drawidia lebih tua dan dipakai sebelum kedatangan bangsa Indo-Arya dan memiliki kebudayaan yang tinggi dilembah sungai Indus (Kebudayaan Harappa) yang terkenal seperti Mahenjo Daro.
[kembali]
No. 13
Perkataan Sati (Sakti) dalam kosa kata Minang mungkin berasal dari kata ini, lebih lanjut baca: Opstellen over Minangkabau oleh Westenenck ( Koloniale Studien No. VI tahun 1922. De Chetti en Zijn Bedriff oleh S.J. Schoorl ( Koloniale Studien tahun 1926) yang membahas mengenai kegiatan orang Chetti di Sumatera Timur.
[kembali]
No. 14
Het Tamil Element in Het Maleisch oleh Von Ronkel (Tijdschr No 45 tahun 1902)
[kembali]
No. 15
Oudheidkundig Verslag van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen oleh Stein Callenfels tahun 1920 halaman 73
[kembali]
No. 16
Meededeelingen Omtrent en Opmerkingen naar Aanleiding v.h. Pek Oewaloeh of het Doodenfeest der Marga Sembiring (Keterangan tentang dan catatan terhadap pek Uwalah atau pesta mati Marga Sembiring). Tijdschr. No. 45 tahun 1902
[kembali]
No. 17
Hindoe Invloed in Noordelijk Batak-land oleh J. Tideman (A’dam 1936). Karo Bataksche Offerplaatsen oleh J.H. Neumann (Bijdrage van het Koninklijk Instituut tot Taal-, Land en Volkenkunde No 83 tahun 1927 halaman 514). Aanteekeningen Omtrent de Godsdienstige Begrippen der Karo Bataks oleh C.J. Westenberg (Bijdr No 41 tahun 1892).
[kembali]
No. 18
Laporan Perjalanan Melintas Sumatra oleh F.D.K. Bosch (Oudheidkundig Verslag van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen tahun 1930)
[kembali]
No. 19
Tjidschrift voor/van Nederlandsch Indie tahun 1889 Jilid 1
Sumber:
http://pelaminanminang.com/sejarah-minangkabau/kota-barus-dan-penetrasi-kebudayaan-india.html
No comments:
Post a Comment