Pages

Saturday, December 5, 2015

DAIRI PUSAKA: Army School di Panggung Musik Sidikalang

DAIRI PUSAKA
Army School di Panggung Musik Sidikalang
Oleh: Edward Simanungkalit

Pagi itu ketika sedang sarapan, penulis dikejutkan oleh sebuah lagu yang distel oleh keponakan di komputernya yang memiliki loudspeaker besar. Lagu yang sudah diupload di 4shared itu terdengar menghentak-hentak seperti hendak mendobrak sesuatu dan seperti hendak menyadarkan masyarakat banyak. Setelah lagunya diulang kembali, maka terdengar dari awal yang liriknya seperti berikut:

Di sana aku lahir dan besar
Dibuai janji-janji melulu
Generasi selalu yang utama
Walau kami tetap pengangguran

Dairi, Dairi …
Katanya penghasil kopi
Dairi, Dairi …
Nyatanya kami pengangguran

Ibu dan bapak ada di sana
Ajari kami gak nyuri duit
Sudah jujur kok malah sengsara
Kaum koruptor semakin menjamur

Dairi, Dairi …
Katanya penghasil kopi
Dairi, Dairi …
Kumpulan tikus-tikus busuk

Dairi tempat kami bermain
Tempat kami berbagi rasa
Dairi tempat kami lahir
Tempat kami menjadi bodoh
Dairi tempat kami bernyanyi
Dengan lagu, lagu sendiri
Dairi tempat kami bermain
Tempat kami berbagi rasa

Dairi, Dairi kok selalu ketinggalan zaman

          Penulis terhenyak mendengar lagu yang diberi judul "Dairi Pusaka" ini dengan liriknya yang membuat terasa ikut tertampar oleh kata demi kata yang demikian lugas tanpa tedeng aling-aling. Ah, dasar anak muda membuat lagu kayak begitu, melupakan penghalusan bahasa dan miskin dengan eufenisme. Jangan-jangan anak-anak muda ini menjadi keblinger oleh karena dididik lingkungannya sendiri yang demikian semrawut. Padahal, Dairi yang beribukotakan Sidikalang ini lumayan jauh juga dari ibukota provinsinya, sehingga relatif jauh dari pusat-pusat kemajuan zaman.
          Memang mudah untuk menyalah-nyalahkan anak-anak muda yang bernyanyi ini dengan group band yang mereka berikan nama “Army School”. Padahal, mereka sedang memprotes kenakalan orang-orangtua dan mereka sedang menunjuk-nunjuk orang-orangtua yang memberi nasehat agar tidak mencuri uang, tetapi koruptor makin menjamur yang membentuk kumpulan tikus-tikus busuk, kata mereka. Para remaja dan anak muda tentu bukan koruptor, tetapi para orangtua yang berada di dekat saluran-saluran anggaranlah yang melakukannya serta mereka yang memiliki jabatan dan kekuasaan. Anak-anak muda Army School melihat itu semuanya yang telanjang dipertontonkan orang-orangtua kepada mereka, sehingga menjadi bahan bisik-bisik di tengah-tengah masyarakat yang mereka dengar. Belum lagi orang-orangtua yang selingkuh yang menjadi bahan bisik-bisik di masyarakat yang mereka dengar juga. Sementara kopi Sidikalang kini hanya tinggal kenangan dan minyak nilam sudah menjadi dongeng dari negeri antah-berantah.
          Tahun 2013 lalu, jalan-jalan di banyak daerah di Dairi terlihat begitu rusaknya dan walaupun ada yang mendapatkan perbaikan, tetapi tetap juga masih banyak yang rusak. Belum lagi hutan di Dairi sudah terlihat gundul membuat hawa terasa mulai panas, padahal dulu setiap pagi minyak goreng mengeras dengan warna putih kekuning-kuningan. Sementara para pegawai banyak yang takut mengalami perpindahan yang biasa disebut “dibuang” ke daerah terpencil, sedangkan pelayanan kesehatan melalui rumah sakit daerah demikian memprihatinkan yang telah menimbulkan banyak protes selama ini. Hal ini ditambah dengan air bersih yang sering kotor selama lebih dari 40 tahun sejak ada PAM di kota Sidikalang, sehingga pastilah air bersih yang tak bersih ini merusak kesehatan masyarakat Sidikalang yang meminumnya.  Berbagai permasalahan lain mereka lihat dan dengar di tengah-tengah masyarakat menempatkan mereka hanya menjadi penonton dan pendengar. Semua itu mereka tahu, semua itu mereka lihat, dan semua itu mereka dengar dan sekarang mereka menceritakannya di dalam lagu ini. Oleh karena itu, mereka sesungguhnya merupakan nurani masyarakat yang masih belum terkontaminasi oleh berbagai kecemaran di masyarakat tadi. Dan, mereka menyampaikan protes melalui lagu atas kenakalan orang-orangtua.

Army School
          Grup band ini berdiri pada tahun 2003 yang terlahir dari sebuah komunitas kecil di kota Sidikalang bernama SUC (Sidikalang Underground Community) dan grup band itu diberi nama “Army School”. Adapun personilnya terdiri dari: William Adiaksa pada gitar dan vocal, Ayie Sitanggang pada gitar bass dan vocal, Goms Sihombing pada drum. Komunitas anak-anak muda ini menyimpan kegelisahan yang meronta di tanah kelahiran mereka sendiri. Tanah kelahiran mereka ini tak kunjung mengalami perkembangan dan kemajuan di hampir segala bidang.
          Perjalanan grup band ini sudah melalui jalan yang berliku-liku dan pasang-surut di
mana sudah pernah mengalami pergantian personil dan sudah banyak juga memiliki pengalaman panggung sudah lumayan banyak. Adapun vokalis pertama grup band ini ialah Raya Manik, yang sudah merupakan ikon punk Sidikalang. Namun, Raya Manik meninggal dunia pada tahun 2006. Grup band ini sempat mengalami kebingunan dengan kehilangan vokalis yang merupakan pentolan dari Army School. Berat bagi Army School dengan kehilangan bintang vokalisnya, Raya Manik. Sementara grup band ini tidak jarang mendapat cemoohan dan hinaan di tengah-tengah masyarakat, karena mengusung musik punk hingga sempat dicap sebagai sekumpulan pemuda berandal yang tidak punya masa depan.
William Adiaksa, gitaris band ini, bercerita: “Banyak pengalaman pahit yang kami rasakan ketika memperjuangkan eksistensi kami dalam dunia musik di kota kami. Kami sempat diboikot di beberapa studio musik  yang ada di Dairi dan tidak mengizinkan kami latihan. Begitu juga di acara-acara musik yang ada di kota kami, Sidikalang. Tidak semua yang  mau menerima kehadiran kami, entah apa itu alasannya. Kami hanya pemuda yang ingin mengekspresikan dan menuangkan ide kami dalam bermusik secara jujur.”  Demikian diceritakan Willy, demikian dia biasa dipanggil, tentang pahit-getirnya pengalaman mereka selama ini. Willy berhasil diwawancarai setelah mereka tampil di panggung pada acara gebyar musik “Cetak Biru BANGGA 2015” yang dilaksanakan di GOR Sidikalang. Grup band mereka, Army School, merupakan salah satu dari 15 grup band yang turut meramaikan acara gebyar musik ini dengan salah satu lagunya merupakan andalan mereka yaitu DAIRI PUSAKA.
Sidikalang merupakan kota “kecil”, tetapi memiliki dinamika demikian hebat yang terlihat dari banyaknya grup band anak-anak muda di kota ini. Kota Sidikalang memiliki 20 grup band lebih dengan berbagai aliran musik, seperti: pop, rock, reggae, latin, punk, akustik pop, dll. Hebatnya, grup band anak-anak muda kota Sidikalang ini tidak ada yang mengkhususkan diri pada musik lokal yang menyanyikan lagu-lagu lokal. Anak-anak muda di kota Sidikalang sebelum era reformasi berbeda perkembangannya dengan setelah reformasi yang diikuti oleh semakin besar dan padatnya kota Sidikalang. Perkembangan kota Sidikalang yang semakin besar jumlah penduduknya turut menyumbang kepada banyaknya grup band di kota ini. Selain pengaruh reformasi, semakin mengglobalnya dunia ini terutama perkembangan informasi dan komunikasi turut juga mempengaruhi anak-anak muda ini. Oleh karena itu, kota Sidikalang yang dulu kecil dan tertutup itu di tahun 1970-an berubah sedemikian drastis, sehingga dapat melahirkan grup band hingga lebih dari duapuluhan grup band banyaknya. Hal inilah yang melahirkan kesenjangan antara anak-anak muda yang dinamis yang terlihat dari perkembangan musik dan grup band tadi dengan orang-orangtua yang berada di lapisan atas seperti di pemerintahan/birokrasi, politik, ekonomi, adat dan budaya. Orang-orangtua yang berada di lapisan atas dari keempat kalangan ini sepertinya sudah ditakdirkan untuk berbenturan dengan anak muda dari grup band Army School ini.
Lagu Dairi Pusaka
          Pada tahun 2003, lagu Dairi Pusaka tercipta yang diciptakan bersama oleh Pak Uwech (Purba) dan Raya Manik. Lagu ini menceritakan gambaran tanah kelahiran mereka, yaitu Kabupaten Dairi. Lirik lagu ditulis berdasarkan dengan apa yang mereka rasakan mengenai kondisi Dairi dan mereka berusaha secara jujur menuliskannya di dalam lirik lagu tersebut. “Lagu ini menjadi ancaman bagi orang orang yang terganggu kepentingannya. Dan sebaliknya lagu ini menjadi suara-suara perubahan bagi orang yang mengalami kegelisahan.  Lagu ini merupakan hasil karya kami pertama dan menjadi lagu wajib  di setiap kesempatan manggung pada acara musik. Lagu ini dimainkan dengan genre punk rock yang cukup liar dan brutal. Kami memilih genre ini karena sesuai dengan kemampuan dalam bermain musik kami yang “paspasan” dan juga sesuai dengan karakter kami yang agak “jogal” (keras kepala, pen.) dan jujur melihat suatu keadaan. Kami berpandangan bahwa berkarya itu bukan melulu menceritakan tentang keindahan semu tanpa melihat realitas yang sebenarnya.”, ungkap Willy tentang lagu Dairi Pusaka yang merupakan lagu Army School, yang menjadi mascot bagi group band ini.
          Sehubungan dengan lagu Dairi Pusaka dan lagu-lagu lainnya yang mereka nyanyikan di saat manggung, maka banyak pengalaman senang dan sedih yang mereka alami di waktu manggung pada acara-acara musik. Bahkan suatu kali pada tahun 2004, mereka mendapat pengawalan dari militer pada saat manggung dalam acara ulang tahun dari salah satu instansi. Sebelum mereka naik panggung, acara diisi oleh band-band mainstream dan mereka membawakan lagunya masing-masing sementara keadaan masih normal dan biasa-biasa saja sebagaimana biasanya acara musik. Namun, ketika group band ini mendapat giliran naik ke panggung, suasana mengalami perubahan, karena ruang kosong yang ada di bawah panggung disterilkan dan tidak bisa ada yang “pogo” seperti  biasanya mereka memainkan musik dan bernyanyi. Semuanya tampak kaku dan dijaga ketat oleh aparat dengan alasan menghargai para penguasa. Para anggota grup band ini sendiri merasa takut dan grogi bermain di atas panggung, karena baru pertama kali mereka mengalami hal seperti itu.
          Beberapa bulan setelah peristiwa tadi, mereka mendapat kesempatan bermain di panggung pada acara ulang tahun salah satu studio musik. Seperti biasanya mereka bermain dengan gayanya, tetapi tidak mendapat sambutan baik, malahan mereka tidak diperbolehkan lagi bermain musik pada acara-acara berikutnya. Dalam kesempatan lain pada tahun 2005, pernah juga mereka tidak diperbolehkan masuk dan bermain pada acara Pentas Seni salah satu sekolah yang ada di kota Sidikalang. Adapun alasan yang disampaikan ialah bahwa musik mereka katanya tidak mendidik dan dianggap sebagai sekumpulan preman yang akan membuat onar pada acara tersebut. Tahun 2011, tepatnya pada Velentine Day, mereka diundang bermain dalam acara musik yang diadakan di GOR Sidikalang. Ada kejadian aneh pada waktu itu, bahwa mereka diingatkan panitia agar jangan berorasi sebelum bermain di panggung, Namun, mereka ngotot dan tetap berorasi seperti biasanya, bahkan lebih pedas dan tajam isi orasinya. Mereka pun merasa sangat senang sekali, karena baru kali itu mereka manggung dengan mendapat bayaran sebesar
Rp 300.000,-
          Pada tahun 2013 mereka menerima undangan untuk bermain pada acara ulang tahun Kabupaten Dairi di tengah-tengah para pejabat. Mereka pun bermain di atas panggung dengan membawakan lagu “Dairi Pusaka” disertai suara lantang yang diawali sedikit orasi yang mengkritisi keadaan Dairi pada saat itu. Mendengar semuanya itu terlihat ekspresi para pejabat yang mendengarnya berubah sedikit agak memerah wajahnya dan agak salah tingkah. Pada akhir tahun 2014, mereka tampil juga di panggung pada acara musik malam Tahun Baru dan ternyata ada orang yang memperhatikan mereka bermain musik di panggung. Beberapa minggu berselang mereka bertemu lagi dengan orang tersebut dan mengatakan bahwa dia tertarik dengan music mereka dan gaya bermain mereka di panggung. Hal ini berada di luar dugaan mereka, karena selama ini tidak ada yang tertarik dengan musik mereka dan gaya mereka bermain musik di panggung. Orang itu Zoe Padang, bekas drummer dari grup band “Summer Blues”, salah satu band indie yang besar namanya pada dekade tahun 1990-an di kota Medan. Zoe Padang pun mengajak mereka untuk merekam lagu Dairi Pusaka yang diupload di 4shared.com.
          Pada tahun 2015, di bulan Pebruari bertepatan pada Valentine Day, mereka kembali menerima undangan untuk menjadi bintang tamu dalam sebuah acara musik rock yang ada di Sidikalang. Pada acara tersebut hadir beberapa pejabat daerah yang turut menonton. Seperti biasanya sebelum bermain, mereka melakukan orasi yang turut juga didengar para pejabat tersebut. Setelah mendengar orasi tersebut para pejabat itupun keluar ruangan meninggalkan acara. Demikian pengalaman mereka yang kadangkala getir, menyedihkan, dan banyak kondisi yang membuat hati mereka tidak nyaman. Mereka memberontak terhadap kondisi masyarakat yang membuat mereka tidak gembira dan mereka menginginkan perubahan masyarakat kea rah yang lebih baik dan Dairi yang lebih maju.
Penampilan Army School terakhir, yaitu di acara gebyar musik: “Cetak Biru BANGGA 2015” yang berlangsung pada hari Sabtu, 28 Nopember 2015 di GOR Sidikalang. Acara gebyar musik diikuti oleh 15 grup band asal Sidikalang meskipun masih ada beberapa grup band Sidikalang yang absen dari acara gebyar ini. Panitia memberikan keleluasaan kepada mereka dengan menyanyikan sebanyak 6 lagu dan kebanyakan lagu yang mereka bawakan adalah lagu ciptaan mereka sendiri: Punk Rock Show, Hey Sahabat, Kinantan Jiwaku, KKK Took My Baby Away (Ramones), He Was Punk Rocke, dan tak ketinggalan lagu Dairi Pusaka. Penampilan mereka kali ini lebih bagus dari penampilan mereka sebelum-sebelumnya. Army School semakin meningkat. Sukses buat Army School!


Sidikalang, 01 Desember 2015

From Sidikalang with Love



DAIRI PUSAKA: http://www.4shared.com/mp3/IrzIowUmba/Dairi_Pusaka.html










No comments:

Post a Comment