Pages

Thursday, March 19, 2015

UNIMED Adakan Seminar Tentang Misionaris Jerman Di Tanah Batak

UNIMED Adakan Seminar Tentang Misionaris Jerman Di Tanah Batak
Jumat, 09 Januari 2015 - 18:16:26 WIB
Pusat Studi Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial (PUSSIS) bekerja sama dengan Jurusan Pendidikan Sejarah FIS Unimed adakan Seminar Ilmiah terbuka tentang "Misionaris Jerman di Tanah Batak". yang dilaksanakan pada Jumat, 9 Januari 2014 di Ruang Sidang A Biro Rektor Unimed. Kegiatan Seminar ilmiah ini menghadirkan narasumber dari Jerman yakni Prof. Dr. Uli Kozok (Universitas Hawaii). Hadir dalam seminar ilmiah tersebut Rektor Unimed Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, Kepala PUSSIS Unimed Dr. phil. Ichwan Azhari, M.S, Ketua Jurusan Pendidikan Sejarah Dra. Flores Tanjung, M.A, ratusan dosen dan mahasiswa internal Unimed dan beberapa perguruan tinggi di Sumatera Utara.

Rektor Unimed Prof. Dr. Ibnu Hajar, M.Si, mengatakan dalam sambutannya dihadapan hadirin bahwa pertemuan seminar ilmiah ini sangat penting, karena merupakan satu upaya secara ilmiah dalam melakukan kajian ulang terhadap sejarah yang telah ditelan oleh pemahaman masyarakat. Apalagi kita telah hadirkan orang yang ahli dan telah melakukan penelitian di Indonesia dengan makan waktu yang lama yang dilaksanakan oleh Prof. Dr. Uli Kozok. Saya sangat senang dan bangga bila lembaga kita Unimed yang kita cintai ini terus aktif melakukan berbagai kajian-kajian ilmiah yang mampu menggugah emosional dosen dan mahasiswa dalam berpikir dan berkreasi untuk mengembangkan wawasan dan keilmuwannya. Saya yakin pasti kita dan peserta seminar ilmiah ini tidak akan rugi hadir dipertemuan ini, karena temanya cukup menarik yang mungkin masih sedikit orang-orang yang berkenan melakukan analisis ulang terhadap Peran Misionaris Jerman pada masa Penjajahan di Indonesia dan Namibia ini. Semoga pertemuan kita ini nantinya membawa kebaikan terhadap pengembangan ilmu kesejarahan di Indonesia.

Kepala PUSSIS Unimed Dr. Phil. Ichwan Azhari, M.S, mengatakan bahwa kita akan aktif melakukan pertemuan-pertemuan ilmiah yang menggebrak emosional calon ilmuwan dan ilmuwan di Sumatera Utara untuk lebih peduli terhadap sejarah. Kali ini kami mengusung topik, "Peran Missionaris Jerman Pada Masa Penjajahan di Indonesia dan Namibia", bahwa motif di balik penyelenggaraan ceramah kali ini adalah menajamkan penelusuran yang sebelumnya telah dipaparkan oleh pertemuan-pertemuan ilmiah yang ada. Kita menghadirkan kembali, Prof. Dr. Uli Kozok, seorang professor dari Universitas Hawaai, Manoa, USA yang ahli dalam analisis materi ini.

Ceramah yang dihadiri oleh akademisi, praktisi, dan mahasiswa yang memiliki perhatian pada kebudayaan dan sejarah ini berlangsung penuh antusias. Jejak para missionaris Jerman di Indonesia yang pada ceramah di tahun sebelumnya sudah dipaparkan oleh peneliti berkebangsaan Jerman ini dimulai dengan pemaparan ihwal Teologi dan Ideologi RMG. Rheinische Missions-Gasselschalt (RMG), Serikat Penginjilan Rain, ditegaskanProf. Dr. Uli Kozok sebagai sebuah perserikatan para missionaris yang memiliki tujuan untuk menyebarkan injil. Dalam pergerakannya, RMG yang merupakan cikal bakal HKBP, memang memiliki keterikatan dengan Belanda. Terutama dalam menunjang tugas para missionaris RMG. Tabir keberadaan para missionaris RMG, salah satunya Nommensen, yang terkenal di Sumatera Utara selanjutnya diungkap ke persfektif lain. Bertepatan dengan masa penjajahan, rupanya, keterikatan RMG dengan Belanda, dimulai dari kebutuhan untuk mempertahankan daerah tujuan penginjilan. RMG pada masa itu, mengajukan kerja sama dengan Jerman dan Belanda, agar kedua negara tersebut menjadikan wilayah tujuan penginjilan RMG sebagai wilayah jajahan. Hal ini dilakukan agar suplai kebutuhan aktivitas RMG dapat terpenuhi. Penelitian Prof. Dr. Uli Kozok selain berdasar pada surat-surat Sisingamangaraja juga merujuk pada catatan para missionaris yang setiap bulan harus mengirim laporan untuk diterbitkan. Namun sayang, memang belum semua berhasil diterjemahkan.

Dalam konsep penginjilan dan penjajahan menurut Prof. Kozok "Semakin berdosa sebuah bangsa, semakin berubah bentuk dan warna kulitnya. Semakin hitam warna kulit sebuah bangsa, semakin berdosa bangsa itu". Demikian ideologi yang dimiliki kaum berkulit putih, terutama para missionaris yang kemudian mengantar mereka memasuki berbagai belahan dunia. Pemikiran dan keyakinan itu kemudian menjadi dasar para orang kulit putih untuk melakukan kebaikan, meningkatkan derajat manusia kulit hitam dengan mengajak mereka mengikuti keyakinan para missionaris, menjadi seorang Kristen.

Belanda yang tengah menjajah Indonesia dan berpusat di Jawa sebenarnya tidak berkenan ikut campur mengurus Sumatera karena merasa tidak memiliki kepentingan ekonomi di tanah Batak. Namun selanjutnya, kerja sama dilakukan karena Belanda menyadari bahwa keberadaan tanah Batak harus dijaga dan dijadikan zona netral antara Aceh dan Minangkabau. Jika tanah Batak  menjadi wilayah dominasi islam, akan berdampak buruk pada stabilitas tanah Deli yang merupakan daerah kaya. Akhirnya Belanda bekerja sama dengan RMG dengan menjadi suplier dana pengadaan pendidikan, kesehatan dan berbagai kebutuhan masyarakat sekaligus memperkuat pertahanan Nommensen yang pada masa itu mengalami perseteruan dengan Sisingamangaraja yang bekerja sama dengan Aceh. Tidak berbeda jauh dengan di Sumatera Utara, penginjilan di Namibia juga pro pada penjajahan. Dengan menduduki suatu wilayah dan memiliki supiler, maka pergerakan RMG maksimal. (Humas Unimed).


Sumber:
http://humas.unimed.ac.id/unimed-456-unimed-adakan-seminar-tentang-misionaris-jerman-di-tanah-batak.html

No comments:

Post a Comment