Pages

Thursday, January 15, 2015

BENDERA BEGU GANJANG BERKIBAR TERUS MESKI USIA GEREJA SUDAH 153 TAHUN

BENDERA BEGU GANJANG BERKIBAR TERUS
MESKI USIA GEREJA SUDAH 153 TAHUN
Oleh: Edward Simanungkalit



Berulang dan berulangkali isu begu ganjang menggema di dalam masyarakat diikuti jatuhnya korban atau rusaknya harta benda dari pihak yang mendapat tuduhan. Apalagi kalau kita search dengan google menggunakan kata kunci: “begu ganjang”, maka akan ditampilkan kejadian-kejadian tersebut. Hingga menutup tahun 2014 masih ada yang mendapat tuduhan seperti yang dialami oleh sebuah keluarga di Deli Serdang dan telah membuat pengaduan kepada pihak kepolisian. Semuanya kejadian itu menunjukkan betapa kokohnya bendera begu ganjang berkibar meskipun L.I. Nommensen sudah berhasil mendirikan gereja  153 tahun lalu. Bahkan tak kalah pentingnya bahwa hal itu terjadi justru di kalangan para pengagum L.I. Nommensen sendiri, baik yang dituduh maupun yang merasa yakin akan tuduhannya. Sementara para penerus Nommensen sudah belajar teologi ke mana-mana, tetapi isu begu ganjang rupanya masih tetap ampuh memporak-porandakan kehidupan keluarga-keluarga korban. Akhirnya, begu ganjangnya yang sukses sementara para penerus Nommensen itu entah ke mana atau mungkin juga sedang sibuk bertelogi sampai  ke awan sana hingga lupa mendarat di bumi.
Suatu kali, di tengah merebaknya isu begu ganjang di penghujung tahun 1980-an, seorang Kapolres meminta agar para pendeta turut menangani masalah begu ganjang ini. Tepat sekali  apa  yang  disampaikan oleh Kapolres tersebut,  karena  dia sendiri pun warga
gereja yang membaca Alkitab.  Kalau  pendeta hanya mengemukakan analisa-analisa sosial-masyarakat saja, maka akan lebih hebat para sosiolog, antropolog, sejarawan, dan ahli hukum maupun para ahli ilmu-ilmu sosial lainnya. Akan tetapi, pendeta dibutuhkan menyampaikan kabar apa yang disaksikan Alkitab tentang begu ganjang dan mengajar  warga gereja bagaimana mengalahkan begu ganjang. Alkitab memang menyaksikan dan mengajarkan tentang begu ganjang yang telah dikalahkan oleh Yesus Kristus di kayu salib sekitar 2.000 tahun lalu. Begu ganjang hanyalah sebuah nama atau istilah di kalangan masyarakat tertentu saja, sedang di tengah masyarakat lain namanya berbeda-beda, tetapi tetap juga bahwa Yesus Kristus telah mengalahkannya di kayu salib (Kolose 2:13-15). Jadi, soal nama boleh saja berbeda-beda di seluruh dunia ini, tetapi pribadinya tetap yang itu-itu juga.
Banyak korban jiwa sudah terjadi dan harta benda yang hancur berantakan, tetapi begu ganjang tetap bergentayangan  di mana-mana dengan isu yang terus muncul hingga melahirkan tindakan destruktif berikutnya di dalam masyarakat.  Boleh saja kita mengatakan
bahwa  itu  karena  cara  berpikir  masyarakat,   tetapi  semuanya terjadi oleh karena begu ganjang merupakan sesuatu yang sangat menakutkan bagi mereka. Di benak mereka tidak ada cara mengatasinya selain mengusir atau mencabut hak hidup yang dituduh. Itulah solusi yang mereka lakukan untuk mengatasi masalah begu ganjang yang sangat menakutkan mereka. Solusi mereka tersebut benar-benar cara bar-bar seakan-akan Yesus Kristus tidak pernah mengajarkannya melalui Alkitab bagaimana menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenisnya. Jauh hari Alkitab sudah menyatakan ini: “Dan mereka mengalahkan dia oleh darah Anak Domba, dan oleh perkataan kesaksian mereka. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut.” (Wahyu 12:11). Cuma sayangnya ada pengagum Nommensen malah takut membaca Alkitab, karena menganggap Alkitab bisa membuat “bibelon”!
Dasar utama sebagai inti iman Kristen didasarkan pada karya Kristus di kayu salib. Ketika Yesus Kristus disalibkan dan mati serta dikuburkan dan kemudian bangkit dari kematian,  maka Yesus Kristus  telah  mengalahkan dosa, maut, dan Iblis. Kebangkitan-Nya
telah mengalahkan dosa, maut, dan Iblis, dan karya-Nya itu Yesus berikan kepada orang percaya hingga menjadi milik mereka. Itulah sebabnya, maka orang percaya memiliki kuasa untuk mengalahkan ketiganya, yaitu dosa, maut, dan Iblis. Orang percaya ada di dalam Kristus dan Kristus ada di dalam orang percaya, maka dosa, maut, dan Iblis tidak berkuasa lagi atas orang percaya (Roma 6:9-10; 16:20; I Korintus 5:55-57; Efesus 2:6; Kolose 2:13-15; I Petrus 2:24; 5:8). Inilah dasar iman yang hidup termasuk dalam menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya.
Selanjutnya, secara garis besar, bahwa menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis dapat dikemukakan di sini secara Kristen berdasarkan Alkitab sebagai berikut: (1) Firman Allah yang tertulis di dalam Alkitab merupakan dasar yang teguh untuk menghadapi begu ganjang dan roh-roh sejenis, (2) kuat-kuasa Roh Kudus merupakan kekuatan yang dimiliki orang percaya, (3) Nama Yesus merupakan nama yang berkuasa, karena kepada-Nya telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi, (4) Darah Yesus merupakan senjata yang mengalahkan begu ganjang dan roh-roh sejenis,  (5) Doa dan Puji-pujian di mana doa merupakan komunikasi memohon pertolongan Tuhan secara khusus untuk mengalahkan begu ganjang dan roh-roh sejenis, sedang puji-pujian akan menghadirkan khadirat Allah di tengah-tengah umat-Nya,  dan (6) Puasa adakalanya dibutuhkan untuk menghadapi hal-hal seperti yang dibicarakan ini.
Keenam poin tadi menjadi kuasa dan kekuatan untuk melawan begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya dan semuanya dilaksanakan melalui doa dan puji-pujian. Doa orang percaya   menjadi    senjata   yang   paling  ampuh   untuk   melawan  begu  ganjang   dan
menghancurkan seluruh aktivitas yang berhubungan dengan itu. Apalagi mendengar darah Yesus disebut, maka roh setan apapun itu akan tunggang-langgang mendengarnya. Berikutnya, kalau ada tindakan melanggar hukum yang nyata-nyata dapat dibuktikan secara hukum, barulah diserahkan kepada penegak hukum. Sebab, di dalam perkara pidana, apabila sebuah tuduhan tidak dapat dibuktikan atau tidak terbukti nantinya di hadapan pengadilan, maka konsekwensinya akan berbalik kepada si penuduh tadi dengan tuntutan pencemaran nama baik atau fitnah. Oleh karena itu, tidak boleh sembarangan menuduhkan sesuatu kepada orang lain, karena si penuduh dapat menghadapi konsekwensinya secara hukum.  Sehingga, tidak ada anarki atau tindakan main hakim sendiri yang nyata-nyata di luar koridor hukum, karena Alllah telah menetapkan pemerintah dan negara yang memberlakukan hukum untuk menjaga ketertiban dan keamanan (Roma 13:1-7).
Di sinilah patut disadari bahwa orang Kristen “bukan melawan darah dan daging, ... tetapi melawan roh-roh jahat” (Efesus 6:12) dan “ ...  Ia (Iblis) adalah pembunuh manusia sejak semula ... (Yohanes 8:44) , sehingga bukan dengan jalan membakar orang dan menghancurkan harta-benda orang yang dituduh. Begu ganjang tidak takut dengan itu semuanya, tetapi malah terbahak-bahak menyaksikan ulah manusia yang anarkhis. Dengan terjadinya peristiwa anarkhis seperti itu, maka begu ganjang itulah yang menjadi pemenangnya oleh karena penuduh dan yang dituduh sama-sama  rugi. Yang dituduh ada yang mati dan hartanya hancur, sedangkan para penuduh akhirnya ada yang masuk penjara. Peristiwa seperti itu berulang dan berulang terus meskipun gereja sudah berdiri 153 tahun lalu tanpa adanya solusi yang signifikan dari pihak gereja.
Untuk sementara boleh saja dikemukakan dalih ada provokator yang memprovokasi, tetapi kalau masyarakat tidak mau diprovokasi, maka tidak akan terjadi peristiwa seperti itu. Ketakutan akan begu ganjang dari massa itu dimanfaatkan oleh provokator, sehingga massa termakan isu begu ganjang. Ditambah dengan ketidakmengertian tentang seluk-beluk begu ganjang dari perspektif Alkitab, maka lengkaplah semuanya dan muncullah aksi brutal menghakimi si tertuduh. Untuk itu gerejalah yang paling bertanggunggjawab dalam melakukan penyadaran terhadap warga jemaatnya, karena gereja sudah diperlengkapi Tuhan dengan Akitab. Gereja bukan hanya berisi kegiatan ritual berupa berdiri, duduk, bernyanyi, berdoa, mengucapkan ikrar, mendengar khotbah, memberikan persembahan, membaptis. memberkati orang kawin, dan mengubur orang meninggal. Tetapi juga mengajar warga gereja, selain katekisasi sidi, tentang berbagai hal mulai dari politik, ekonomi, sosial, budaya, iptek, kehidupan Kristen, serta termasuk masalah begu ganjang dan roh-roh sejenis lainnya. Para penerus Nommensen berhentilah mengajukan argumen-argumen yang pada akhirnya membenarkan sikapnya yang lepas tangan dan berdiam diri melihat kenyataan itu semuanya. Oleh karena, tidaklah tepat bila menyerahkan masalah itu hanya kepada pihak kepolisian dan tokoh-tokoh masyarakat, karena Alkitab sudah mengajarkan hal itu jauh-jauh hari sebelumnya. (Jakarta, 05012015)






Tulisan ini telah dimuat di:
Majalah SINAR BANGSA
Edisi PEBRUARI 2015



No comments:

Post a Comment