Pages

Wednesday, November 5, 2014

Alfred Simanjuntak, Maestro yang Terlupakan

Alfred Simanjuntak, Maestro yang Terlupakan

Alfred Simanjuntak, Maestro yang Terlupakan
Komposer Pencipta Mars Bangun Pemudi Pemuda, Alfred Simanjuntak. TEMPO/Dhemas Reviyanto

TEMPO.COJakarta - Dalam bilik kamar mandi, sekitar 69 tahun silam, tercipta satu lagu kebangsaan. Bangun Pemudi Pemuda judulnya.


Si pencipta adalah Alfred Simanjuntak. Kala proses penciptaan, ia tengah bekerja sebagai guru di Sekolah Rakyat Sempurna Indonesia, Semarang, Jawa Tengah. Mata pelajaran yang ia bina adalah musik.



Ketika Tempo berkunjung ke kediamannya, di kompleks perumahan Bintaro Paradis, Jakarta Selatan, Alfred bercerita bahwa lagu itu dibuat karena ia merasa Indonesia tak memiliki lagu kebangsaan. “Para pejuang dan pemuda perlu lagu yang dapat membakar semangat mereka,” kata Alfred, Selasa, 16 Oktober 2012.



Kata Alfred, perjuangan untuk bangsa dan negara tidaklah harus melalui kontak fisik atau senjata. Karenanya ia tidak pernah ikut dalam baku tembak melawan Jepang dan Belanda.



“Perlawanan bisa dilakukan melalui lagu. Tujuannya untuk memberikan semangat juang,” kata dia.



Contohnya lagu Bangun Pemudi Pemuda. Karena gubahan itu, Alfred sempat diburu polisi militer Jepang. Keberadaan Alfred dianggap mengancam karena lagu ciptaannya telah membangkitkan spirit pemuda.



“Lagu Bangun Pemudi Pemuda dianggap terlalu patriotik,” katanya.



Hingga usianya mencapai 92 tahun, Alfred terus menggubah lagu. Tak hanya musik kebangsaan, ia juga menulis lirik rohani, daerah, dan lagu bagi partai politik.



“Saya juga pernah tulis himne Partai Kebangkitan Bangsa, pesanan Gus Dur,” ujarnya.



Ia pun mendapat sederet penghargaan dari sekolah, perkupulan gereja, atau paduan suara di beberapa universitas. Alfred memajang semuanya di meja pada ruang keluarga rumahnya. Namun, dari barisan trofi itu, tidak ada satu pun yang berasal dari pemerintah atau kementerian tertentu.



Alfred juga bercerita, ia tidak pernah diundang ke Istana Negara, pada hari kenegaraan seperti 17 Agustus misalnya. Padahal, di peringatan kemerdekaan, lagu Bangun Pemudi Pemuda kerap dinyanyikan.



“Tidak pernah ada undangan atau orang pemerintah yang datang kemari (rumah),” kata Alfred. “Mungkin saya memang tidak dianggap veteran atau bisa jadi pemerintah tidak kenal saya.”

CORNILA DESYANA

Sumber:
http://www.tempo.co/read/news/2012/10/27/173438003/Alfred-Simanjuntak-Maestro-yang-Terlupakan


Alfred Simajuntak: 

Lagu itu Mengobarkan Semangat

Alfred Simajuntak: Lagu itu Mengobarkan Semangat
Komponis, Alfred Simanjuntak. TEMPO/Praga Utama

TEMPO.COJakarta - Menciptakan lagu yang memicu patriotisme anak muda pada 1940-an, tidak semudah seperti sekarang. Tahun 1943, ketika Alfred Simajuntak menciptakan lagu Bangun Pemudi Pemuda, Indonesia sedang dijajah oleh Jepang.

Alfred ingat, saat itu dirinya merasa terancam. Dia mengatakan dia sempat masuk daftar orang yang dicari oleh Kempetai, polisi rahasia Jepang. “Saya ingat waktu itu dikejar polisi Jepang, karena dinilai terlalu memberi semangat untuk anak muda,” kata Alfred di kediamannya, di Bintaro, Tangerang, dua pekan lalu.

Menurut Alfred, lagu yang diciptakannya sangat patriotis di kuping Jepang. Pemerintah Jepang saat itu khawatir timbul pemberontakan dari kalangan pemuda setelah mendengar lagu ciptaan Alfred itu. “Saya sempat bersembunyi waktu dikejar, tapi saya lupa di mana. Saya enggak ingat juga berapa lama melarikan diri," ia mengenang. "Jepang itu sangat jelek, orang mengarang lagu kok dikejar, mau dibunuh,” kata pria kelahiran Tapanuli Utara, 20 September 1920 itu.

Alfred menceritakan bagaimana kejamnya Jepang ketika menjajah Indonesia. Pria yang telah menciptakan sekitar 42 lagu ini menjelaskan banyak orang yang hilang karena dibunuh oleh polisi Jepang. “Kalau ada orang dianggap salah, lalu dijemput Jepang, dia tidak akan kembali. Entah dibunuh, ditembak, atau dibuang ke jurang,” tutur Alfred.

“Dulu semua guru juga harus bisa berbahasa Jepang, tidak boleh tidak,” ucapnya.

Setelah pensiun menjadi guru, Alfred banyak menghabiskan waktu dengan melakukan pelayanan di yayasan musik gereja setiap hari Senin hingga Kamis. Alfred sampai sekarang juga masih menciptakan lagu untuk gereja. Kepada Tempo, dia menunjukkan satu buku tebal yang berisi lagu serta not balok hasil ciptaanya.

“Saya tidak pernah belajar musik, anak saya sekolah musik di Amerika. Tuhan yang memberikan (bakat), bapak saya memang guru jemaat, tapi tidak terlalu hebat nyanyinya. Saya diberkati Tuhan kemampuan musik, membuat lagu-lagu,” kata Alfred.

Soal komponis favorit, Alfred mengagumi Cornel Simajuntak yang menciptakan lagu Maju Tak Gentar. Dia mengenalnya begitu dekat sejak masih duduk di bangku sekolah

“Dia pintar, lagu-lagunya luar biasa. Dia sekolah di Muntilan, saya di Solo. Kalau ujian, kami bertemu di Muntilan. Saya juga mengagumi Binsar Sitompul dan Liberti Manik. Mereka tiga komponis hebat,” kata Alfred.

ALIA FATHIYAH

Sumber: www.tempo.co

No comments:

Post a Comment