Pages

Sunday, October 26, 2014

Sekilas Catatan Tentang Kerajaan Nagur

Sekilas Catatan Tentang Kerajaan Nagur

>> THURSDAY, MARCH 13, 2014




Oleh: Masrul Purba Dasuha, S.Pd

Nagur merupakan satu kerajaan kuno nan agung sebagai awal mula dan cikal bakal lahirnya peradaban suku Batak Timur yang belakangan disebut Simalungun. Nagur telah mengawali peradabannya sejak abad VI masehi, sesuai tersurat dalam catatan (anals) Sui Dynasty (570-620), yang menceritakan adanya transaksi perdagangan kedua belah pihak, yaitu antara Nagur dengan Dinasti Sui di perairan sungai Bah Bolon. Ini merupakan sumber tertua yg mencatat riwayat kerajaan ini. Kerajaan Nagur mendominasi sebagian wilayah Sumatera Timur, mulai dari pesisir barat Aceh terbentang luas hingga ke sebelah timur yang berwatas dengan Selat Malaka, di sebelah Utara berwatas dengan wilayah yang disebut Jayu sampai berwatas dengan Danau Toba di selatan.

Sumber lain tentang Nagur juga diperoleh dari sejumlah kesaksian para penjelajah asing yang pernah melawat Nagur, seperti keterangan dari penjelajah Persia, Buzuruq bin Syahriar pada abad X M mencatat adanya suatu kerajaan bernama Nakus; keterangan lain juga datang dari Marco Polo (1271-1295), seorang pengembara dari Venesia (Italia) yang pada tahun 1292 pernah mengunjungi sejumlah pulau di pesisir Sumatera, di antaranya adalah Dagroian yang tidak lain adalah Nagur, yang letaknya berada di Pidie (Aceh) sekarang. Marco Polo menceritakan kebiasaan masyarakat Dagroian (Nagur) yang kanibal yang larut dengan praktik genosida. Masyarakatnya betul-betul primitif dan penyembah berhala.

Catatan lain juga berasal dari penjelajah Cina, yaitu laporan dari Laksamana Cheng Ho melalui 2 orang penerjemahnya yaitu Ma Huan  yang dimuat dalam karyanya Ying-yei Sheng-lan tahun 1416 dan Fei Xin dalam bukunya Xing-cha Sheng-lan pada tahun 1436 yang ketiganya beragama Islam, mereka menceritakan adanya satu kerajaan bernama Nakuerh, sebuah kerajaan pedalaman yang daerahnya sangat luas dan berdampingan dengan Kerajaan Aru dan Samudera Pasai. Dalam laporan itu, mereka menggambarkan raja Nakuerh wajahnya bertato, daerahnya tidak begitu luas dan hanya dihuni sekitar seribuan keluarga. Adapun letak kerajaan ini berada di pesisir barat Sumatera tidak jauh dari Lamuri (Aceh). Lebih lanjut sejarawan Portugis Ferdinand Mendez Pinto pada tahun 1539 mengatakan adanya sebuah pelabuhan bernama Surotilau, yang berada di lepas pantai Kerajaan Aru. Pinto juga menceritakan kisah peperangan sengit antara Aceh pada masa kepemimpinan Raja Ali alias Sultan Alauddin Riayat Shah Al-Qahhar (1537-1569) dengan Raja Batak (kemungkinan besar Nagur dengan nama rajanya bernama Tuan Anggi Sri Timur Raja).

Peperangan ini berlangsung selama 2 babak, pada perang pertama dengan mengandalkan ketangguhan panah beracunnya, Nagur berhasil memukul mundur pasukan Aceh dan mengejarnya hingga sampai ke pegunungan yg dinamai Cagerrendan (Cagar Ardan), di sanalah selama 23 hari para pasukan Batak mengepung sisa pasukan Aceh yg masih bertahan. Singkat cerita kedua belah pihak sepakat mengadakan perjanjian damai. Namun tidak berselang 2 setengah bulan, Aceh melanggar perjanjian tersebut dan berniat melakukan pembalasan. Adanya bala bantuan 300 orang Turki menjadikan Aceh semakin bersemangat melawan Raja Batak. Pihak Aceh lalu mensiasati strategi bagaimana agar penyerangan mereka tidak menyebar luas dan diketahui Raja Batak. Lantas dibuatlah suatu dalih bahwa Raja Aceh akan berkunjung ke Pasai, tetapi ternyata tidak ke Pasai melainkan menyerang dua buah kampung Batak bernama Jacur dan Lingua. Dalam penyerangan itu, Aceh berhasil menewaskan 3 orang putra Raja Batak dan 700 hulubalang yg merupakan prajurit terbaik sekaligus orang yang dimuliakan di Kerajaan Batak (Nagur). Sumber lainnya tentang Nagur juga diperoleh dari catatan Ibnu Batutah (1304-1369), seorang pengembara asal Maroko yang pada tahun 1345 mengunjungi Pasai dan Nagur, dan menceritakan bahwa Nagur pernah diserang oleh Raja Tamil Rajendra Choladewa dari India Selatan tahun 1023-1024, yang mengakibatkan Nagur kehilangan banyak daerah koloninya.

Pengembara asing lain seperti Tome Pires (1513-1515) juga menceritakan adanya sebuah Kerajaan Batak yang mungkin sekali itu adalah Nagur. Dalam hikayat Pustaha Parpadanan Na Bolag, Kerajaan Nagur digambarkan sebagai satu kerajaan yang kaya dan jaya, dengan Pamatang (ibu negeri) mempunyai benteng yang kuat, berpagar besi, pintu gerbang disebut layar-layar terbuat dari tumbaga holing dan gemboknya terbuat dari perak. Pustaha Parmongmong Bandar Syahkuda menyatakan, bahwa Istana Raja Nagur berada di Tolbak Pargambirian. Kejayaan kerajaan ini hanya berlangsung sampai akhir abad XIII,  ketika itu daerah ini menjadi sasaran para penguasa yang ada di sekelilingnya di antaranya Samudera Pasai, ekspansi pengaruh politik Kerajaan Singosari melalui gerakan ekspedisi Pamalayunya juga turut meluas ke kerajaan ini. Pada masa-masa selanjutnya eksistensi Nagur kian terjepit dan terancam diakibatkan berbagai peperangan demi peperangan terjadi yang semakin memperlemah keutuhan kerajaan ini.

Berikut koleksi foto hasil dokumentasi Tim Komunitas Jejak Simalungun terhadap situs Nagur di desa Sokkur, Raya Kahean, Simalungun:
 

Gambar 1: Liang Bokkou, merupakan tempat tinggal dari penduduk Nagur sebelum mengenal pembuatan rumah, mereka belum mengenal sistem pertanian hanya memakan tumbuh-tumbuhan dan berburu binatang dan ikan di sekitar Unong Sidamanik jaraknya 20 meter dari lokasi goa.


 Gambar 2: Situs Nagur berupa nisan, tampak pada foto Hendry Damanik dan Franswell Fabo Saragih sebagai tim pendata. Situs Nagur banyak yang hilang akibat penggusuran yang dilakukan oleh pihak perkebunan terutama di daerah Kerasaan dan Naga Raja


 


 Gambar 3: Makam Raja-Raja Nagur yang ditunjukkan oleh Bapak Damanik disaksikan tim KJS

Gambar 4: Liang Sigundaba atau Liang Hamateian, tempat penyimpanan abu jenazah 46 keturunan Raja Nagur. Jalan masuk dari mulut gua sekitar 90x90 centimeter. Lorong ini sepanjang 5 meter. Setelah itu akan ditemukan ruang gua berukuran lebih kurang 4x3 meter dengan ketinggian ke langit-langit sekitar 2 meter, setelah itu kembali menemui lorong sebesar 1x 90 centimeter sepanjang 6 meter.



Sumber:  
http://halibitongan-masrulpurbadasuha.blogspot.com/2014/03/sekilas-catatan-tentang-nagur.html

No comments:

Post a Comment