Pages

Wednesday, October 1, 2014

Menyabung Nyawa Dalam Perjalanan Ke Sekolah

1. Jembatan sungai Ciberang (Lebak, Banten)



Media Inggris, Daily Mail, menuliskan sebuah artikel yang menggambarkan betapa beratnya perjalanan para pelajar Indonesia menuju ke sekolah. Harian ini bahkan menyamakan aksi
mereka dengan adegan berbahaya di film Indiana Jones. Pada foto-foto yang diambil oleh Reuters, terlihat beberapa orang pelajar SMP dan SD di kampung Tanjung, Lebak, Banten, meniti sebuah jembatan rusak yang hanya dihubungkan dengan satu tali terbentang di atas Sungai Ciberang.
Merayap perlahan-lahan, mereka berusaha untuk tidak tergelincir masuk ke dalam sungai Ciberang yang berarus deras dan dalam. Sungai ini kerap digunakan para wisatawan untuk olah raga arung jeram. Pegangan mereka hanyalah tali dan kayu-kayu sisa-sisa jembatan. Daily Mail menuliskan, anak terkecil yang pernah menyeberang berusia lima tahun.
Penyeberangan menjadi semakin berbahaya jika sungai Ciberang diterpa banjir. Titian tali bisa terendam air dan putus terbawa arus.
“Aksi mereka seperti aksi di salah satu adegan di film Indiana Jones and The Temple of Doom,” tulis Daily Mail.
Para pelajar mengaku lebih memilih menghadapi bahaya meniti tali ketimbang harus berjalan setengah jam lamanya ke jembatan yang lebih bagus. Jika mereka mencari aman, maka harus bangun pagi-pagi buta dan pulang ketika hari sudah gelap.

2. Jembatan sungai Ciliman (Lebak, Banten)



Perjalanan menuju Desa Cicaringin, Kecamatan Gunung Kencana, Kabupaten Lebak, Banten tinggal selangkah lagi. Mobil yang saya kendarai menyapu jalan tanah desa yang diperkeras dengan batu, tanjakan dan turunan berkelok, dan membelah perkebunan karet.
Suasana pedesaan begitu terasa saat memasuki Desa Cicaringin. Rumah-rumah panggung berdinding anyaman bambu menjadi pemandangan sebagian besar rumah warga. Desa yang berjarak sekitar 50 kilometer dari pusat Kota Serang boleh dibilang miskin infrastruktur.
Tak hanya akses jalan utama menuju desa ini rusak parah dan terkelupas aspalnya,namun sudah hampir lima bulan warga harus susah payah meniti kawat baja jembatan gantung yang menghubungkan Kampung Seberang Mustari dan Kampung Cicaringin untuk menyeberang Sungai Ciliman.

3. Jembatan Desa Tanjung (Muara Enim, Sumsel)



Jembatan gantung rusak parah di Desa Tanjung, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim. Jembatan itu selalu digunakan para pelajar menuju sekolah mereka. Para pelajar bertaruh nyawa saat melintas jembatan tersebut. Mereka bergelantungan di tali jembatan. Tentunya kondisi itu berbahaya dan para pelajar sewaktu-waktu bisa jatuh.
Namun demikian, mereka tak pantang menyerah. Hanya jembatan itulah yang menghubungkan Desa Tanjung dan sekolah mereka yang berada di Desa Talang Jawa. Sejak dua tahun silam, jembatan yang rusak belum diperbaiki.

4. Jembatan Desa Batu Busuk (Padang, Sumbar)



Sekitar 20 anak sekolah dari Desa Batu Busuk di Padang Sumatera Barat harus bertaruh nyawa menuju sekolah mereka di Kota Padang dengan bergelantung jembatan gantung yang putus diketinggian 30 meter di atas sungai yang deras.
Mereka harus menempuh perjalanan darat dan menusuri hutan dan sungai sepanjang 10 Km untuk sampai ke sekolah mereka. Jembatan gantung satu-satunya akses ke desa mereka terputus akiubat dihantam banjir bandang 2 tahun silam.

5. Jembatan Saluran Air (Perbatasan Boyolali-Karanganyar, Jateng)



“Jembatan” ini menghubungkan antara dua desa, yaitu Plempungan di Kabupaten Karanganyar dan Desa Suro di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Rangkaian batang besi panjang ini sebenarnya bukanlah jembatan, melainkan saluran irigasi yang mengalirkan air dari Waduk Cengklik menuju sawah-sawah di sekitarnya. Menurut warga setempat, saluran irigasi ini dibangun pada saat Belanda masih berkuasa di Indonesia. Namun, masyarakat di sekitar saluran irigasi ini memanfaatkannya sebagai jembatan dengan menambahkan lembaran-lebaran kayu di atas batang-batang besi yang melintang di atas saluran air.
Saluran irigasi selebar ±1,5 meter ini tergantung di atas jurang sedalam 15-20 meter oleh 2 pasang besi panjang melengkung di antara dua struktur penahan di ujung saluran. Sementara itu, air mengalir di atas lempengan besi tipis. Tepat di atas aliran air tersebut, terdapat batang-batang besi yang dipasang melintang. Di batang-batang besi inilah masyarakat memasang papan-papan kayu selebar tidak lebih dari 40 cm sebagai jalan untuk melintasi “jembatan” ini.
Anak-anak di Indonesia mempertaruhkan hidup mereka sehari-hari hanya untuk menuju ke sekolah. Meskipun berbahaya, tapi mereka lebih suka menggunakan bangunan berbahaya itu ketimbang berjalan memutar sejauh lima kilometer.

6. Jembatan Lambung Bukik (Padang, Sumbar)



Warga dan para pelajar kelurahan Lambung Bukik, Padang, Sumatera Barat, bertaruh nyawa setiap hari berangkat dari rumah untuk beraktivitas. Mereka harus bergelantungan di jembatan yang sudah ambruk ini. meski tangan dan kaki sejumlah pelajar hanya bertumpu pada kawat jembatan yang masih tersisa namun mereka tetap bersemangat pergi ke sekolah yang berjarak dua kilometer dari rumah.
Jembatan gantung yang menjadi satu- satunya penghubung desa ini putus dua tahun silam karena kondisinya yang sudah tua. Warga pun tak punya jalan lain untuk keluar masuk desa. Selain bergelantungan, sebagian warga kerap nekat menyeberangi sungai yang terkadang berarus deras itu. Warga pun berharap pemerintah setempat segera memperbaiki jembatan yang menjadi urat nadi perekonomian mereka.

7. Jembatan Desa Kangenan (Pamekasan, Jatim)



Setelah kasus jembatan miring di Lebak,Banten. Jembatan serupa juga ada di Desa Kangenan, Pamekasan, Jatim. Di jembatan inilah, warga yang akan pergi kerja atau sekolah, mempertaruhkan nyawa. Beberapa siswa SD menyeberangi jembatan bambu yang hampir ambruk saat berangkat ke sekolah mereka di Desa Kangenan, Pamekasan, Jatim.

8. Jembatan Limau Sundai (Binjai, Sumut)



Warga Kelurahan Limau Sundai, Kota Binjai, Sumatera Utara, harus bertaruh nyawa ketika melewati jembatan gantung menghubungkan permukiman dengan kota. Jembatan gantung sepanjang 30 meter di atas Sungai Binge itu sedang diperbaiki, bagian papan pijakannya banyak yang lepas. Mereka harus ekstra hati-hati saat menginjak papan di tengah jembatan itu karena sudah tidak utuh.

9. Jembatan Bunjamata (Mamuju Utara, Sulbar)



Jembatan Bunjamata di Desa Bunjamata,Kecamatan Pasangkayu, Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat rusak parah. Sampai saat ini belum ada upaya perbaikan dari pemerintah daerah setempat.
Masih ingat dengan aksi berani anak-anak sekolah di Lebak, Banten, melewati jembatan rusak ala 'Indiana Jones'. Aksi ini juga dilakukan warga Desa Bunjamata, Sulbar. Warga desa terpaksa melintasi jembatan rusak dan sudah dalam kondisi miring karena tidak ada jembatan lain yang layak pakai.
Ada dua alternatif warga yang ingin melintasi sungai Bunjamata, yakni melewati jembatan rusak atau menyewa perahu mesin. Namun, karena pertimbangan biaya yang relatif lebih mahal, Rp 10 ribu per satu kali melintas, warga akhirnya memilih bertarung nyawa melewati jembatan rusak yang sudah dalam posisi miring.
Jembatan Bunjamata tetap merupakan jembatan vital karena menjadi akses warga untuk ke kebun dan mengangkut hasil kebun sebagai sumber nafkah.

10. Jembatan Cisono (Sukabumi, Jabar)



Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Di dusun nan jauh dari perkotaan itu, terdapat sebuah jembatan gantung yang kondisinya sangat memprihatinkan.
Betapa tidak, jembatan yang dibangun puluhan tahun lalu itu, kini sudah lapuk termakan usia. Besi penyangga jembatan gantung tak lagi mengkilap seperti dulu, karena sudah keropos dan berkarat di seluruh bagiannya. Kayu bantalan pada lantai jembatan pun sudah tak ada lagi dan berganti menjadi bilah-bilah bambu yang sudah melapuk dan mulai patah-patah.
Namun apa daya, meski kondisi jembatan gantung itu sudah tak aman lagi dilewati. Tapi tetap saja, dengan amat terpaksa, warga rela mempertaruhkannya untuk meniti jembatan itu. Padahal jembatan sepanjang 20 meter itu, merupakan akses utama warga untuk dapat beraktifitas. Karena jembatan itulah yang menjadi satu-satunya penghubung antara Desa Sinar Resmi di Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jabar dengan Desa Bokok di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Tak hanya orang dewasa saja yang terpaksa meniti jembatan Sungai Cisono itu, tapi juga anak-anak yang akan menimba ilmu ke sekolah. Bahkan, beberapa anak pernah menjadi korban jembatan Sungai Cisono itu.

No comments:

Post a Comment