Pages

Friday, May 16, 2014

Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra





Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra (Bag.1)


Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra
Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra | Foto: Kopibrik.com
Pesan singkat masuk ke ponsel saya akhir Januari lalu. Isi pesan itu undangan dari ahli uji coba kopi penyandang lisensi Q-Grader, Sabam Malau, untuk ikut menikmati kopi arabika, robusta dan luwak arabika dari 10 daerah penghasil kopi di Sumatra. Wah! Ini kesempatan luar biasa! SMS itu langsung saya sanggupi. Sabtu kemarin, sesuai jadwal, kami pun mencicipi satu persatu kopi Sumatra di kediaman pak Malau di Komplek Perumahan Dosen Universitas HKBP Nommensen, di Jalan Karya Rakyat No. 33 A.
Sebuah ruangan berukuran kira-kira 4×3 meter dirancang sedemikian rupa. Pak Malau menyebutnya My Cupping Lab karena di sanalah ia sering bereksperimen dan meneliti cita rasa puluhan jenis biji kopi yang ia datangkan dari berbagai daerah di Indonesia, kebanyakan dari Sumatra. Terdapat meja marmer yang di atasnya sudah dijejerkan sejumlah 16 jenis biji kopi dari 9 daerah di Sumatra Utara dan 1 dari Takengon, Aceh—kopi Gayo.
Kopi arabika didatangkan dari Dairi, Simalungun, Karo, Phakphak Bharat, Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan (terkenal dengan Kopi Lintong), Samosir dan Toba Samosir. Sedangkan robusta didatangkan dari Dairi, Phakphak Bharat dan Tapanuli Selatan. Ada juga arabika luwak dari Dairi, Gayo (Aceh), Humbang Hasundutan (luwak Lintong), dan Samosir.
Sebelum memulai, Pak Malau terlebih dahulu memperkenalkan beberapa “senjata” uji coba kopinya. Ia menyusun sejumlah gelas berukuran maksimal 180 cc, biji-biji kopi yang masih hijau (green beans) dan yang sudah disangrai (roasted beans) dalam toples kedap udara, gelas pencicip dan sendok. “Kalau dokter selalu menggantungkan stetoskop di lehernya, saya pun selalu mengantongi spoon (sendok) ini,” katanya seraya tertawa lepas.
Q-Grader Sabam Malau (kiri) dan Salimin Djohan Wang (kanan) di My Cupping Lab | Foto: Kopibrik.com
Q-Grader Sabam Malau (kiri) dan Salimin Djohan Wang (kanan) di My Cupping Lab | Foto: Kopibrik.com

Grinder (alat penggiling) elektrik pun disiapkan untuk biji kopi. Ia menimbang lebih dulu biji kopi dengan timbangan kopi kecil digital. Masing-masing biji kopi ditakar 12 gram kemudian digiling sebanyak 3 kali dengan kecepatan putaran berbeda step, masing-masing pada 1,7, 1,5 dan 1. “Ini ukuran ideal untuk mendapatkan bubuk kopi yang halusnya merata,” kata grader yang pada tahun 2011 lulus mendapatkan lisensi dari Coffee Quality Institute (CQI) Amerika.

Salimin Djohan Wang, pemilik coffee shop Repvblik Kopi dan Kopi Ong Medan, langsung berinisiatif mengerjakan penggilingan. Saya sempat bertanya, apa bedanya menggiling kopi dengan blender dan grinder? Cara mana yang hasilnya lebih baik?

Menurut Djohan, menggunakan grinder pasti lebih baik. Kehalusan bubuk kopi akan lebih merata karena mata pisau penggiling mengarah dari samping, sementara biji kopi berada pada tempat yang ruangnya sempit. Sistemnya, biji kopi seperti dicengkram, kemudian mata pisau menggilingnya dengan rata.

Berbeda dengan blender, mata pisau berlawanan dua arah dari bawah ke atas sehingga hasil gilingan mengarah ke atas dan kembali ke bawah. Penggilingan akan kurang sempurna karena biji yang sempat terlempar ke atas dan kembali ke bawah. Pada saat biji-biji kopi jatuh kembali ke bawah, kemampuan mata pisau untuk melumatnya berkuran akibat volume kopi yang berkurang.
Akhirnya, semua jenis kopi selesai digiling. Aroma kopi semakin merebak di seluruh ruangan. Mulailah Pak Malau memperkenalkan satu persatu fragrance kopi yang sudah menjadi bubuk dan siap diseduh.

Fragrance ialah karakteristik kopi yang bisa dirasakan lewat penciuman ketika bubuk kopi belum diseduh. “Sebelum kita masuk ke proses penyeduhan, mari kita kenali satu per satu karakteristik kopi dari fragrance-nya,” katanya.
Bagi penciuman awam, pastilah semua karakter kopi terasa sama. Namun, bagi grader yang sudah mengenali karakteristik kopi, pastilah ada perbedaan dapat dikenali melalui indra penciuman. Pak Sabam pun mulai menjelaskan… (Baca bag. 2)



Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra (Bag.2)


Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra3
Penikmat kopi, Surya (kiri) dan Pak Oberlin Sihombing (kanan). | Foto: Kopibrik.com

Hmm, mudah-mudahan pembaca blog Kopibrik.com merasa penasaran dengan lanjutan cerita pengalaman menikmati 16 jenis kopi dari 10 daerah di Sumatra, seperti yang sudah saya ceritakan di tulisan sebelumnya. Saya berharap begitu. Sebab, Anda pun pasti setuju bila pengalaman tersebut boleh dikatakan sangat berharga, terutama buat setiap orang yang menjadi kopi sebagai gaya hidup (lifestyle) bahkan menjadi “budaya hidup” sehari-hari.

Seperti di ujung cerita pertama, 16 jenis biji kopi sudah selesai digiling dan menimbulkan aroma kopi yang menyeruak di seluruh ruangan My Cupping Lab milik Pak Sabam. Pada fase ini, bubuk kopi belum diseduh. Fase itu disebut frangrance.

Pak Malau pun mempersilahkan kami mencium aroma kopi yang telah menjadi bubuk itu. Ia berharap kami dapat menemukan perbedaan karakteristik masing-masing bubuk kopi. Salimin Djohan dan dua rekan penikmat kopi, Surya dan Oberlin Sihombing pun ambil bagian. Satu per satu gelas diangkat dan didekatkan ke indera penciuman.

“Untuk yang masih awam, pada tahap fragrance ini memang semua aroma kopi memang terasa sama. Itu makanya, tahap ini belum dapat dijadikan penentu kualitas cita rasa kopi,” begitu Pak Malau, sarjana pertanian dari IPB yang pernah menimba ilmu doctorate (gelar Dr) di Jerman selama empat tahun itu, menerangkan kepada kami “murid-murid”-nya, seraya memperbaiki posisi kacamatanya.

Kualitas kopi, terang dosen pertanian di Universitas HKBP Nommensen itu, baru dapat ditentukan setelah melalui dua tahapan lagi. Setelah fragrance, tahap kedua yaitu Coffee Aroma dan Coffee Defects. Aroma ialah fase setelah kopi diseduh dan dicicipi. Defects ialah masa beberapa menit kopi dibiarkan apakah memiliki zat lain atau mengandung minyak yang biasanya muncul karena beberapa faktor.

Selang beberapa detik satu mereka menginderai aromo kopi satu per satu. Namun, penginderaan tidak bisa dibohongi.
Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra4
Kiri – kanan: Salimin Djohan, Q-Grader Sabam Malau dan Surya. | Foto: Kopibrik.com

Ada beberapa jenis kopi yang diindera lebih lama. Alasannya berbeda-beda. Ada karena aroma kopi cukup spicy (beraroma rempah-rempah), french butter, dan nutty. Karakter itu mendominasi semua fragrance bubuk kopi. Dalam bahasa awam, aromanya benar-benar memikat dan menimbulkan eforia dari penciuman hingga ujung kepala. Bagi saya yang bukan pakar kopi, sulit menggambarkannya dengan bahasa awam.

Secara umum, semua kopi arabika memiliki karakteristik aroma yang khas. Aromanya over acting sekali karena seisi ruangan didominasi olehnya. Salah satu yang membedakan arabika dengan robusta memang aromanya, selain efek kafeinnya yang lebih ringan.

Arabika luwak, seperti berdasarkan teori yang dijelaskan Pak Malau, memang menjadi lebih lembut. Itu terjadi karena biji kopinya sudah terlebih dahulu mengalami fermentasi dalam tubuh luwak.
“Selama biji kopi dalam dicerna dalam tubuh luwak, ada proses yang mempengaruhi aroma, tidak menghilangkan tapi justru membuatnya lebih lembut,” kata Pak Malau.

Berbeda dengan ketiga jenis robusta yang memiliki aroma tidak begitu menyolok seperti arabika. Karakteristiknya cool. Tidak over acting tapi efek kafeinnya, jangan tanya. Robusta tidak dianjurkan diminum banyak untuk orang belum biasa minum kopi. “Efeknya ke jantung,” katanya.

Tibalah saatnya pada proses penyeduhan. Saya yang dari tadi sudah “tergila-gila” dengan aromanya, kini semakin penasaran dengan rasanya. Namun, seperti biasa, setiap tahapan dijelaskan Pak Malau dengan detail. Ia perlu menjelaskan dulu bagaimana cara menyeduh kopi terbaik. Artinya, saya harus menunggu lagi… Hehhehee, kapan nih kopinya diseduh?

Pak Malau menggunakan pemanas air listrik. Berbeda dengan kebiasaan saya yang biasa menyeduh kopi dengan air yang mendidih. “Justru seharusnya seperti itu,” katanya. Namun, perlu diketahui, kopi seduhan terbaik apabila menggunakan air mendidih dengan suhu antara 85 – 97 derajat celcius.

Wah, saya tak pernah mengukur suhu air ketika menyeduh kopi. Sepertinya saya perlu membeli pemanas air dilengkapi pengukur suhu seperti milik Pak Malau, gumamku dalam hati. Yang saya tahu selama ini, asalkan mendidih, sudah tinggal tuang. Selesai urusan, hehhee…
Takarannya pun perlu diperhatikan. Dengan biji kopi 12 gram tadi, sebaiknya takaran airnya tidak lebih dari 120 ml (cc).

Ahaa…, sekarang tiba waktunya menyeduh kopi. Ternyata ada lagi kiatnya. Kata Pak Malau, sebaiknya kopi diseduh dengan gerakan melingkar. Dengan demikian, air yang diseduh berfungsi sebagai pengaduk. Jadi tidak harus menggunakan sendok lagi.
Setelah air diseduh, bubuk kopi terangkat ke atas. Perlahan-lahan crema kopi pun mulai muncul. Warnanya coklat dan berbuih.

Sekarang, semua kopi sudah selesai diseduh. Sudah bisa diseruput nih, Pak Malau? “Sebaiknya, tunggu 3 – 4 menit supaya bubuk kopinya menyatu dengan air,” katanya. Duh, makin tak sabar.
Akhirnya tiba waktunya… “Silakan…” kata Pak Malau mengajak kami mencicipinya. Ini waktu yang kutunggu-tunggu dari tadi. Setelah menyiapkan sendok dan gelas kecil, kami pun mulai mencicipi satu per satu. Hmm… ke-16 kopi ini semakin menunjukkan karakter aslinya. (baca bag.3)

Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra (Bag.3 Habis)

Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra5
Menikmati 16 Jenis Kopi dari 10 Daerah di Sumatra | Foto: Kopibrik.com

Senang rasanya melihat cukup banyaknya respon pembaca Kopibrik terhadap artikel Mencicipi 16 Jenis Kopi dari 9 Daerah di Sumatra. Setidaknya, semua komentar kepada artikel ini sangat positif. Apalagi ada pembaca yang mengatakan bahwa artikel tersebut sangat informatif dan inspiratif.

Sebagai coffee blogger, respon seperti itulah sebenarnya yang saya harapkan. Agar ke depan nama baik kopi Sumatra kian terangkat. Lebih jauh tulisan itu diharapkan menjadi sumber ispirasi melahirkan sejumlah coffeepreneur lokal yang mampu mengangkat industri kopi lokal dan domestik.
Baiklah… Saya akan melanjutkan pengalaman seru menikmati kopi bersama Q-Grader Sabam Malau, coffeepreneur Salimin Djohan, penikmat kopi Oberlin Sihombing dan Surya, penyuplai kopi luwak Dairi kepada Pak Malau.

Oya, sekadar info, setelah saya cek di website Coffee Quality Institute, institusi yang mengeluarkan lisensi Q-Grader (ahli uji coba rasa kopi), saat ini di Sumatra Utara, sedikitnya ada 3 Q-Grader. Selain Sabam Malau, juga Michael Wongso, anak pemilik perusahaan PT. Sari Makmur Tunggal Mandiri, tak lain ialah eksportir kopi kelas kakap dari Medan yang terkenal dengan brand Opal Coffee. Kembali saya katakan, wajar bila pengalaman ini saya anggap berharga. Satu lagi ialah Saidul Alam, yang merupakan Wakil Ketua Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Sumut.

Kembali ke topik utama, pada dua tulisan sebelumnya (bag.1 dan bag.2), sudah diceritakan proses penggilingan dan pengenalan fragrance. Kini tibalah saatnya mengenali cita rasa dan aroma kopi ke-16 jenis kopi yang sudah diseduh dan pengenalan rasa.

Yang pasti, semua jenis pasti memiliki karakter rasa tersendiri karena pada awalnya semua kopi memang berbeda asal. Berbeda tofografi lahan pertaniannya, berbeda iklim dan berbeda pula unsur tanahnya. Sebelumnya, Pak Malau pernah menjelaskan bahwa biji kopi terbaik berasal dari tanaman kopi yang tumbuh minimal di atas 700mdpl. Semakin tinggi, pasti akan semakin baik kelembabannya.

Kawasan Lintong Ni Huta misalnya, diperkirakan berada di atas 1200mdpl. Sehingga wajar pula bila kondisi tanahnya berbeda dengan kawasan lain. Mayoritas tanaman kopi Sumatra, kata Pak Malau, tumbuh di atas 1000mdpl. Karena itulah mengapa karakter biji (body) kopi Sumatra kian berkualitas. Tingkat keasamannya dan kadar manisnya lebih tinggi. Menariknya, kopi Sumatra memiliki unsur rempah-rempah yang kuat.

Semua unsur dan karakteristik itu semakin dapat dirasakan pada saat kopi sudah diseduh. Yang paling cepat dirasakan ialah melalui aroma yang dihasilkan dari setiap jenis kopi. Proses pengenalan karakter kopi pada saat diseduh ini disebut Coffee Aroma.

Menurut Pak Malau, ada 36 karakter aroma kopi yang sudah ditentukan oleh Coffee Quality Institute. Setiap Q-Grader wajib mengenali semua jenis aroma itu. Itulah yang kemudian sebagai pembanding terhadap setiap kopi yang diujicoba.

Setelah itu, pengenalan karateristik kopi didapat melalui indra perasa: lidah. Lagi-lagi, di sinilah kemampuan grader benar-benar dibutuhkan. Kembali, Pak Malau mempersilahkan kami ikut mencicipi semua jenis kopi. Namun, asal tahu saja, cara mencicip kopi seperti yang dilakukan para grader saat cupping, berbeda.

Pertama, kopi diambil satu sendok kemudian diseruput dengan cepat sehingga terasa ke kerongkongan. “Bagi yang tidak biasa bisa keselek, lho,” kata Salimin Djohan serasa mencicipi beberapa jenis kopi secara bergantian. Benarlah, ketika saya mencoba cara seperti itu, tiba-tiba saya keselek dan spontan mencari air putih. Saya terbatuk-batuk beberapa saat, mata saya berair dan terdiam sejenak.

Perlu pula dijelaskan, pada proses cupping, nama kopi dan asalnya tidak diterakan. Istilah blind tasting dan pada akhirnya penilaian karakteristiknya objektif. “Karena ini bukan coffee cupping, tidak apa-apalah disebutkan asal kopinya. Tapi, kalau dalam proses cupping sebenarnya, asal kopi tidak disebutkan sehingga penilaian grader objektif,” terang Sabam.

Dari proses uji coba satu per satu secara berulang-ulang ke-16 jenis kopi tersebut, mulailah ditemukan masing-masing cita rasa. Sedikit banyaknya, dari proses uji coba ini sudah bisa ditentukan mana jenis kopi yang potensial untuk dipasarkan; baik pemasaran green bean, roasted bean untuk konsumsi atas pesanan perorangan maupun untuk konsumsi umum, seperti untuk cafe/coffee shop misalnya.

Dari hasil pengecapan, Pak Malau menyimpulkan, secara umum semua jenis kopi memiliki karakteristik yang sama, yakni spicy, sweet dan memiliki keasaman yang khas (special acidity). Namun, ada dua tiga jenis kopi yang tingkat keasaman saat diseduh tidak seperti yang diharapkan. Hal ini mungkin diakibatkan proses penanaman, penjemuran dan penyimpanan yang belum sempurna. Memang, kualitas kopi sangat ditentukan sejak proses penanaman hingga proses pengeringan, penyortiran dan penyangraian.

“Semua jenis kopi saya anggap punya karakteristik yang khas Sumatra, spicy. Yang jelas saya belum menemukan rasa herbal (khas dedaunan tropis) seperti yang pernah dikeluarkan Starbucks pada salah satu produknya yang menggunakan biji kopi Sumatra,” sebutnya memendam penasaran.

Setelah menemukan cita rasa melalui proses penyeduhan, tahap terakhir ialah pencaritahuan kadar “kesehatan” kopi. Proses terakhir ini disebut Defect, atau lebih tepatnya ialah proses penelitian meneliti lebih lanjut apakah cairan kopi mengandukung minyak atau bahan kimia lain.

Biasanya, hal itu dapat terjadi mulai dari proses penanaman hingga penjemuran. “Penggunaan pestisida juga bisa mempengaruhi. Sedangkan, minyak bisa diakibatkan pada saat proses penjemuran dan penyimpanan,” kata Pak Malau.

Diketahuilah kemudian bahwa tidak satu pun jenis kopi yang memunculkan karakteristik defect yang berbahaya. Biasanya, cairan kopi yang tidak sehat menimbulkan minyak pada permukaan. “Tidak ada. Artinya, semua jenis kopi ini diproses dengan benar,” katanya. Perlu ditegaskan, meski dari asal yang sama, kadar kesehatan biji kopi tidak sama; tergantung bagaimana petani memperlakukannya sejak proses penanaman hingga proses pengumpulan, penjemuran, penyangraian maupun pengemasan dan pengiriman.

Bahkan kejadian yang tidak disengaja bisa mempengaruhi. Misalnya pada saat pengiriman, bisa jadi minyak (oli) tumpah pada kopi yang biasanya dikemas dalam goni. “Kadang dalam pengiriman itu bisa terjadi dan tidak ada yang mengetahui, pada proses defect inilah baru diketahui,” kata Pak Malau.

Hmm, begitulah kopi yang saya kenal lebih jauh dari pakarnya. Melalui proses uji coba ini, setidaknya ada satu hal yang bisa saya simpulkan: kopi terbaik berasal dari perlakuan terbaik pula. At least but not last, mulailah mencintai kopi dengan mengenalinya lebih dulu. Kemudian, memperlakukannya dengan baik pula. Pada akhirnya hari-hari Anda akan semakin nikmat dengan seduhan-seduhan kopi terbaik. Selamat berpetualang rasa kopi!* (Baca juga bag.1 dan bag.2)


Sumber:
www.kopibrik.com

No comments:

Post a Comment