Pages

Sunday, June 1, 2014

G.C.E. van Daalen (1863-1930)

G.C.E. van Daalen (1863-1930)

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gotfried Coenraad Ernst van Daalen
Gotfried Coenraad Ernst van Daalen (lahir di Makassar, 23 Maret 1863 – meninggal di Den Haag, 22 Februari 1930 pada umur 66 tahun) adalah tokoh militer Belanda.

Van Daalen amat dikenal atas tindakannya di Aceh, ketika penduduk Tanah Gayo dan Alas banyak dibantai dan semasa menjabat sebagai gubernur militer di sana. Saat tindakannya banyak diketahui pers di Belanda, Van Daalen harus mengundurkan diri.

Biografi

Van Daalen adalah putera Gotfried Coenraad Ernst van Daalen Tua, seorang kapiten dalam Perang Aceh Kedua. Selulus HBS pada usia 16 tahun, ia meneruskan pendidikan ke Koninklijke Militaire Academie di Breda sebagai kadet kesatuan artileri di Hindia-Belanda.
Pada bulan November 1884, ia pergi berdinas di Jawa dengan kesatuan artileri dengan pangkat LetDa.

Pada tahun 1888, Van Daalen dipindahtugaskan ke Aceh, yang sudah bertahun-tahun bergolak perang. Atas keberaniannya selama pertempuran di Kuta Tuanku, ia dianugerahi Militaire Willems-Orde kelas IV. 11 tahun kemudian, Van Daalen ditugaskan mengadakan kontak politik dengan tetua dan penduduk Aceh.

Pembantaian di Tanah Gayo dan Alas


Kuto Reh, sebuah desa di Tanah Alas setelah dihancurkan oleh Van Daalen.
Pada tahun 1904, Van Daalen diperintahkan untuk 'mendamaikan' dan mematahkan perlawanan ke Tanah Gayo dan Alas dengan diperkuat oleh 10 brigade maréchaussée. Ekspedisi itu berawal pada tanggal 8 Februari 1904 dan berlangsung hingga tanggal 23 Juli pada tahun itu juga.
Penugasan itu terdiri atas beberapa bagian, yang terpenting:
  • Di Gajo-Loeös, perlawanan harus dipatahkan, 12 penghulu didatangkan bersama-sama, mengakhiri saling berperang, pilihan acak keujeuroen (kepala daerah) harus diakhiri dan mantan penjabatnya harus dijamin kedudukan dan kekuasaannya;
  • Di Tanah Alas, perlawanan juga harus dipatahkan;
  • Akhirnya kedatangan di Tanah Batak Karo dan Pakpak untuk mencari elemen musuh.
Ekspedisi yang memakan waktu 163 haru itu berubah menjadi pembantaian penduduk setempat. Dalam waktu 5 bulan, di pihak lawan 2.902 pria tewas, ditambah dengan 1.159 wanita dan anak-anak. Ekspedisi itu mengantarkan Van Daalen menjadi komandan dalam Militaire Willems-Orde pada tanggal 14 September 1904.

Gubernur militer Aceh

Pada tanggal 6 Mei 1905, Van Daalen ditunjuk sebagai Gubernur Aceh dan Sekitarnya meskipun oleh Dewan Hindia, dan pada tahun 1903 oleh Christiaan Snouck Hurgronje yang kecewa terutama karena rasa jijik Van Daalen kepada pribumi, kurangnya kebijaksanaan dan juga melanggar prinsip-prinsip pemerintahan dan hukum. Hendrikus Colijn juga berpikir bahwa Van Daalen tak memiliki kecakapan pemerintahan sipil, dan menulis: "Sekalipun ia tidak harus dari kita, seperti suku Aceh dan pribumi lainnya, yang memerlukan kehormatan, ia masih membutuhkan para ahli yang merasa ngeri bila saya tak dapat membuktikan." Walau demikian, ia mengetahui bahwa pengalaman Aceh yang penting untuk jabatan ini merupakan persyaratan yang sulit ditemukan dari Van Daalen. Selain itu, waktu tidak cukup matang untuk adanya gubernur sipil. Menteri Jajahan Idenburg juga melihat Van Daalen lebih baik tidak menjadi gubernur Aceh, melainkan menjadi komandan pasukan. Joannes Benedictus van Heutsz mengakui bahwa Van Daalen "kadang-kadang kasar dan keras, ketat dan semena-mena dalam aksinya", namun ia juga dapat melindungi dan memaafkan.

Di masa jabatannya, perlawanan menurun meskipun bukan berarti padam sama sekali. Pada tanggal 1907 sebuah artikel yang ditulis oleh seseorang dengan nama samaran Wekker (WA. van Oorschot) berjudul Hoe beschaafd Nederland in de twintigste eeuw vrede en orde schept op Atjeh (Bagaimana Beradabnya Belanda di Abad ke-20 dalam Menciptakan Perdamaian dan Ketertiban di Aceh) muncul di surat kabar De Avondpost terbitan Den Haag, yang mengungkap penyalahgunaan wewenang di Aceh, karena sampai tahun 1907, Van Oorschot bertugas sebagai lettu di marechaussee, sehingga sebuah buku akan dipublikasikan. Jadi, dinas bawahan yang dibawa ke Aceh kelewat keras, sebab karena sebuah pelanggaran kecil hukuman diberlakukan, pribumi disiksa, informan dibunuh, miskinnya moril pasukan dengan menggunakan peluru dumdum. Wekker menjelaskan kebrutalan terjkadi karena ketidakcakapan pasukan. Penerbitan ini menimbulkan perdebatan sengit di Tweede Kamer dan akhirnya hingga penyelidikan yang dilakukan oleh GubJend. Van Heutsz terhadap kebijakan di Aceh yang mengakibatkan Van Daalen harus mengundurkan diri dari jabatannya.

Pada bulan Oktober 1907, hubungan antara Van Heutsz dan Van Daalen masih tetap baik. Van Heutsz mendukung gubernur di tengag-tengah rumor yang meliputi Den Haag dan pers Belanda. Maka ia menulis: "Dari pembicaraan para anggota parlemen, setidaknya Anda perlu merasa terhina dan menteri yang sekarang bereaksi sedang takut pada anggota parlemen dan hanya dapat bersaksi atas wataknya." Menteri Jajahan Dirk Fock juga selalu membela. Namun hal itu menyebabkan Tweede Kamer semakin menyerukan penyelidikan di tempat atas tindakan Van Daalen.

Di bawah tekanan Fock, Van Heutsz, Van Heutsz melanjutkan sendiri penyelidikan dan di akhir bulan November bertolak ke Aceh bersama dengan komandan pasukan Marinus Bernardus Rost van Tonningen. Di sana, penyelidikan atas tindakan pasukan dilakukan oleh M.B. Rost van Tonningen, sementara Van Heutsz mengurusi bagian sipil dari penyelidikan untuk laporannya.

Pada tanggal 24 Desember, Van Heutsz memberikan surat setelah memberikan pernyataan sehingga atas pandangannya mengenai pemerintahan sipil Van Daalen gagal: "Sadar atau tidak, kesalahan penafsiran prinsip utama yang saya bangun menurut pengalaman saya sebagai gubernur, dipandang perlu dan efektif untuk kepuasan bertahap dari keadaan di Aceh setelah dihentikannya tindakan agresi militer, beberapa gagasan atas tujuan kami telah banyak mencemaskan saya." Kemudian diikuti daftar masalah yang harus diubah. Jadi, kepala keluarga mereka dipenjarakan sebagai paksaan untuk mencapai tujuan pada masa akan datang, juga atas pengurangan pendapatan dan pengenaan sanksi politik. Selain itu, para kepala perlu membawa senjata dan kalau perlu sejumlah pengikut bersenjata.
Tak lama kemudian, Van Daalen meminta pembebastugasan dirinya dari kedudukannya sekarang, yang terpenuhi pada tanggal 4 Mei 1908.

Sebagai gubernur, ia digantikan oleh mantan LetKol. H.N.A. Swart.

Kehidupan selanjutnyua

Antara tanggal 13 Juni 1910 hingga 2 April 1914, Van Daalen diangkat sebagai komandan berpangkat letnan jenderal dan kepala Departemen Perang. Ia meninggal dalam usia 67 tahun di Den Haag.

Perjalanan karier

Penghargaan

  • Komandan di Militaire Willems-Orde.
  • Saber Kehormatan
  • Ksatria di Orde Singa Belanda.
  • Salib untuk operasi militer istimewa dengan gesper: Aceh 1873-1896, Aceh 1896-1900, Tanah Gayo dan Alas 1904, Aceh 1901-1905 dan Atjeh 1906-1910.
  • Salib untuk dinas kesetiaan sebagai perwira dengan tingkat (30).
  • Ksatria kelas I dalam Orde Jasa Mahkota Prusia.

Rujukan

  • Bouman B. 1997. "G.C.E. van Daalen", dalam: G. Teitler dan W. Klinkert (red.), Kopstukken uit de krijgsmacht. Nederlandse vlag- en opperofficieren, 1815-1955, Amsterdam: De Bataafsche Leeuw, hal. 161-180.
  • Kempees JCJ. 1904. De tocht van Overste Van Daalen door de Gajo-, Alas- en Bataklanden, 8 februari tot 23 juli 1904. Amsterdam: J. C. Dalmeijer.
  • Wekker. 1907. Hoe beschaafd Nederland in de twintigste eeuw vrede en orde schept op Atjeh, Den Haag: Avondpostdrukkerij.

Pranala luar


Sumber:
http://id.wikipedia.org/wiki/G.C.E._van_Daalen_%281863-1930%29

No comments:

Post a Comment