Pages

Sunday, December 2, 2012

MENGGAPAI DANAU DI NEGERI BATAK

MENGGAPAI DANAU DI NEGERI BATAK
Oleh: Edward Simanungkalit


Herman Neubronner van der Tuuk (1824-1894)  menginjakkan kakinya di tepi Danau Toba pada tahun 1850-an. Utusan Dutch Bible Society ini memang sampai di Bangkara dan bertemu dengan Raja Singamangaraja XI serta diijinkan menginap beberapa hari di sana. Inilah orang Eropa yang disebut-sebut sebagian pihak sebagai orang pertama yang menginjakkan kakinya di tepi Danau Toba. Akan tetapi, ada data lain yang terlewatkan dalam kaitannya dengan jantung  Negeri Batak yang belum sempat dijelajahi William Marsden itu sebelumnya.

Raffles ke Sumatera
Pada abad ke-18 Inggris mendirikan pos perdagangannya di sebuah pulau kecil bernama pulau Poncan Ketek yang berada di mulut teluk dekat Sibolga. Sebelumnya sudah ada pos Inggris di Bengkulu dengan Gubernurnya Sir Thomas Stamford Raffles. Teluk itu kemudian disebut Bay of Tappanuly, Teluk Tapanuli, oleh pihak Inggris. Dari  tempat inilah sebelumnya William Marsden memasuki Negeri Batak pada tahun 1772. Kegiatan Inggris ini berlangsung hingga penandatanganan Traktat London pada tahun 1824 antara Inggris dengan Belanda di mana Inggris memperoleh Semenanjung Malaya dan Belanda memperoleh Sumatera dan Jawa.

1870: Prajurit perang dari Batak dengan tombak dan golok di depan bangunan kayu.
Juru foto: Kristen Feilberg (1839–1919).


Raffles lahir di Jamaica pada 6 Juli 1781. Setelah berhenti sekolah, dia menjadi pegawai East India Company. Raffles berada di East India (Hindia Timur) pada saat Napoleon Bonaparte berhasil menguasai Eropa dataran. Lord Minto, yang waktu itu menjabat Gubernur Jenderal East India di Calcutta, mempunyai pemikiran yang sama dengan Raffles. Adapun pemikiran Raffles tersebut adalah tentang betapa pentingnya menguasai jalur Selat Malaka untuk menjamin pasokan rempah-rempah ke Eropa. Untuk itu Lord Minto menempatkan Raffles sebagai wakil pemerintah Inggris di Malaka. Raffles berhasil mengikat perjanjian dengan Sultan Aceh agar Inggris dapat berdagang dengan bebas di sana. Atas keberhasilan ini Raffles diangkat sebagai pembantu gubernur di negara-negara Melayu yang diputuskan pada Oktober 1810 dan kemudian Raffles menguasai pulau Jawa pada tahun 1811.

Pada masa itulah Raffles menemukan Candi Borubudur. Dia juga membuat Istana Bogor dan Kebun Raya Bogor untuk tempat peristirahatan isterinya, Olivia, yang sakit-sakitan walau kemudian isterinya meninggal dan dikubur di istana Bogor tersebut. Kemudian mereka harus pindah ke Forth Malbrough, Bengkulu setelah kekalahan Napoleon Bonaparte yang membuat Belanda menuntut pengembalian pulau Jawa. Selama menunggu di kantor perwakilan Inggris di Bengkulu ini, Raffles mengikat sejumlah tali persahabatan dengan raja-raja di Aceh, Sumatera Selatan, Riau, dan Minangkabau. Dari sana dia juga berkunjung ke pulau Poncan Ketek di mana John Prince  berkedudukan sebagai residen Inggris. Di sinilah Raffles mengajukan niatnya untuk memasuki pedalaman Negeri Batak.

Raffles ke Negeri Batak
William Marsden yang menjelajahi Negeri Batak (Batta Country) pada tahun 1772 sebagaimana diceritakannya di dalam bukunya The History of Sumatra telah menimbulkan minat di  dalam diri Raffles untuk melihat orang-orang pedalaman tersebut. Residen John Prince bersedia menyediakan penunjuk jalan dan pembawa barang yang akan menyertainya dalam perjalanan memasuki Negeri Batak. Dengan hati yang masih diliputi kesedihan mendalam akibat meninggalnya isteri tercinta dan tiga orang anaknya, Raffles berangkat dengan meninggalkan dua orang anaknya, Mary Anne dan Charles pada tahun 1820.
Setelah mereka mendarat di Sibolga serta mendapatkan penunjuk jalan dan pembawa barang, maka Raffles, Dr. William Jack dan Kapten Flint mulai berjalan ke pedalaman Negeri Batak. Mereka semuanya berjalan kaki melakukan perjalanan jauh dengan naik-turun gunung yang indah namun terjal di deretan pegunungan Bukit Barisan. Para kepala suku yang daerahnya mereka lalui menerima mereka dengan hangat.  Seperti telah dia amati sebelumnya di dataran tinggi yang menjadi kediaman orang Minangkabau, tanah di bukit inipun tampak subur dan ditanami dengan buah serta sayuran yang dirawat dengan baik. Dia melihat orang-orang Batak berkulit gelap dan dari sejarah maupun dari sisa-sisa patung batu yang ditemukannya, Raffles yakin bahwa mereka berasal dari India atau wilayah utara Burma atau Thailand. 

Rumah-rumah mereka tampak sangat mengagumkan, yang dibangun di atas tiang-tiang, sehingga tidak menyentuh tanah. Atapnya mendongak tegak di tengahnya layaknya pelana kuda, penuh ukiran yang indah dengan tanduk kerbau. Dia juga melihat Danau Toba, suatu hamparan luas yang dikelilingi pegunungan di jantung Negeri Batak, sebagai salah satu danau terindah yang pernah dilihatnya. “Melihat ini saja rasanya sudah tidak rugi,” desahnya sambil melihat keindahan danau yang berisikan pulau tersebut. “Sungguh menakjubkan demikian penggalan memoar tersebut, sebagaimana dimuat dalam buku The Restless Warrior, karya Richard Mann.
Setelah Raffles mengunjungi Negeri Batak, dia banyak berkirim surat kepada teman-temannya di Inggris. Salah satu di antaranya dikirim pada tanggal 12 Februari 1820 kepada Duchess of Sommerset, yang dekat dengan para petinggi gereja. Dia berceritera tentang kunjungannya ke pedalaman Negeri Batak, tentang rajanya yang disebutnya “Singah Maha Raja”, dan tentang kepercayaannya yang “supranatural”. Raffles meminta agar dikirimkan penginjil ke Negeri Batak tersebut.

Surat yang dikirim Raffles tersebut ternyata membuahkan hasil. Gereja Baptis Inggris mengirimkan dua orang penginjil yaitu Richard Burton dan Nathaniel Ward untuk bekerja di Negeri Batak. Para penginjil tersebut menjalankan tugasnya dengan baik yang biasanya disambut dengan upacara adat. Kemudian Traktat London ditanda tangani pada tahun 1824, maka Inggris harus angkat kaki dari pulau Sumatera. Sedang Burton dan Ward dianggap merupakan bagian dari Raffles, maka kedua penginjil inipun harus meninggalkan Negeri Batak.
Akhirnya, terungkap jelas bahwa pemikiran dan ide untuk melaksanakan misi-penginjilan ke Negeri Batak datangnya dari Sir Thomas Stamford Raffles. Inilah yang membuat Burton dan Ward datang hingga akhirnya membawa Munson dan Lyman serta mendorong RMG untuk mengutus LI Nommensen datang ke Negeri Batak. Sekaligus bahwa Raffles jugalah orang Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di tepian Danau Toba mendahului  Herman Neubronner van der Tuuk (dari berbagai sumber). ***


Telah dimuat di:
Harian BATAK POS
Sabtu, 27 Oktober 2012

No comments:

Post a Comment