Pages

Monday, July 2, 2012

Batak Menurut William Marsden (1)

Batak Menurut William Marsden (1)
(diterjemahkan oleh Maridup Hutauruk)

Buku History of Sumatra karangan William Marsden yang diterbitkan pada tahun 1811 sebenarnya sudah ada yang diterjemahkan oleh Remaja Rosdakarya di tahun 1999 dan oleh Komunitas Bambu pada tahun 2008.

Apabila anda belum memiliki buku-buku tersebut, maka Batakone mencoba untuk menerbitkan beberapa posting berserial khususnya untuk Bab-20 tentang Batak. Postingan ini tidak diambil dari dua buku terjemahan yang disebutkan di atas tetapi langsung dari teks bahasa Inggris koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery, dan diterjemahkan secara bebas. Apabila ada interpretasi yang berbeda dengan buku terjemahannya harap dimaklumi.

PENGANTAR

The History of Sumatra adalah sebuah buku yang diterbitkan tahun 1810 oleh penulisnya William Marsden (1754 – 1836). Bukunya edisi-2 diterbitkan pada tahun 1784 sebanyak 373 halaman, dan Edisi-3 – pada tahun 1811 sebanyak 479 halaman berasal dari buku asli koleksi Universitas Michigan yang dicetak oleh pengarang J. McCreery dan dipasarkan oleh Longman, Hurst, Rees, Orme, dan Brown di tahun 1811.
Buku The History of Sumatra berisi tentang pemerintahan, hokum, adat istiadat, karakter dasar penduduk pribumi, serta penjelasan tentang hasil-hasil bumi, dan hubungan antar pemerintahan kerajaan di Pulau Sumatra.

William Marsden yang lahir tanggal 16 Nopember 1754 dan meninggal tanggal 6 Oktober 1836 merupakan pionir dalam studi tentang Indonesia dan Sumatra secara umum dan khususnya Bangsa Batak. William Marsden juga sebagai seorang ahli di bidang studi bangsa-bangsa di timur, termasuk sebagai ahli dibidang studi bahasa-bahasa asli, dan sebagai kolektor koin-koin kuno.

William Marsden adalah anak seorang pedagang dari Dublin. Dia diangkat sebagai pelayan umum disebuah Perusahaan India Timur pada usia 16 tahun dan dikirim ke Bengkulu pada tahun 1771. Kemudian William Marsden diangkat menjadi Sekretaris Utama Pemerintah karena memahami bahasa melayu termasuk pengetahuannya tentang negri Sumatra. Sekembalinya ke London di tahun 1779, dia menulis History of Sumatra (Sejarah Sumatra).

Buku Sejarah Sumatra terdiri dari 23 bab dimana pada Bab-20 khusus menceritakan tentang BATAK. Pada Buku Sejarah Sumatra ini, William Marsden menulis 17 sub-bab mengenai BATAK yang berisi tentang: Negri Batak, Teluk Tapanuli, Perjalanan ke Pedalaman, Kayu Manis (Cassia Trees), Pemerintahan, Tentara, Peralatan Perang, Perdagangan, Dewa-dewa, Makanan, Sifat-sifat, Bahasa, Tulisan, Agama, Acara Penguburan, Kriminal, Kebudayaan yang Luarbiasa.

B A T A K

Satu diantara penduduk pulau yang dapat disebutkan sangat berbeda, dan dengan segala hormat disebutkan secara tegas sebagai orang asli Sumatra, adalah Bangsa Batak (Battas), yang sangat jauh berbeda dari penduduk lainnya, dari segi adat istiadat dan kebiasaannya yang sangat luarbiasa, dan khususnya dalam beberapa penerapannya yang diluar dari kebiasaan, sehingga harus dibuat perhatian khusus untuk menjabarkannya.

LETAK NEGRI BATAK (TANO BATAK)

Negri Batak dibatasi sebelah utara berbatasan dengan Aceh, yang dibatasi oleh Gunung Papa dan Gunung Deira, dan disebelah selatan dibatasi oleh kawasan bebas yang disebut Rau atau Rawa (Daerah Rao sekarang, red.); memanjang sepanjang pantai laut disebelah barat dari mulai sungai Singkel (Singkil, red.) sampai ke Tabuyong, dan didaratannya, berbatasan dengan Ayer Bangis (Air Bangis, red.), dan secara umum berbatasan sepanjang pulau, yang menyempit disekitar kawasan itu, sampai ke pantai bagian timur, kira-kira lebih kurang sampai ke batasan kekuasaan Melayu dan Aceh dibagian daerah maritimnya, sebagai kekuasaan komersial. Kawasan Tanah Batak sangat padat penduduknya, terutama di kawasan pusat, dimana terdapat dataran terbuka dan masih perawan, di perbatasannya (sebagaimana disebutkan) terdapat sebuah danau yang sangat besar, tanahnya subur, dan pertaniannya jauh lebih maju daripada di daerah negri bagian selatan, yang masih ditutupi oleh hutan lebat, dimana terlihat pohon-pohon kosong kecuali pohon-pohon yang ditanami oleh penduduk disekitar kampung, kecuali disepanjang tebing sungai masih tumbuh lebat, tetapi dimanapun terlihat suasana yang kuat menggambarkan keberadaan daerah itu. Jumlah air kelihatan tidak begitu melimpah dibanding kawasan bagian selatan, yang boleh dikatakan berada agak lebih rendah, di bukit barisan yang memanjang kearah utara dari mulai Selat Sunda sampai daerah pedalaman pulau, yang berukuran luas sampai berakhir di Gunung Passumah (Pasamah, red.) atau Gunung Ophir (Pusuk Buhit, red.). Disekitar Teluk Tappanuli (Tapanuli, red.) dataran tingginya berhutan lebat sampai ke dekat pantai.

Resitasi Sub-Bab LETAK NEGRI BATAK:

William Marsden menyebutkan bahwa Bangsa Batak adalah yang paling pantas disebut sebagai penduduk asli Pulau Sumatra.

Bangsa Batak sangat jauh berbeda dengan penduduk dari segi adat istiadat dan kebiasaannya yang sangat luarbiasa sehingga harus dibuat perhatian khusus untuk menjabarkannya.

William Marsden menggambarkan bahwa Letak Negri Batak adalah sepenuhnya Sumatra Utara Sekarang, yang berbatasan dengan Propinsi Sumatra Barat dan daratan sampai
ke Propinsi Riau dan disebelah baratnya di Singkil dan Air Bangis berbatasan dengan Propinsi Nangro Aceh.

William Marsden juga menggambarkan bahwa di Pusat Tanah Batak (Silindung dan Toba, red.) sudah sangat padat penduduknya yang dikatakan dekat dengan danau yang sangat besar (Danau Toba, red.).

Pertanian di Pusat Tanah Batak (Toba, Silindung, red.) sudah sangat baju dan semua dataran terpakai untuk pertanian tetapi pohon-pohon besar sudah agak kosong kecuali disekitar perkampungan.

Di bagian selatan Tanah Batak disebutkan masih banyak hutan lebat, tetapi jumlah air masih lebih melimpah di daerah selatan karena tanahnya lebih rendah.
Tanah Batak pedalaman disebutkan terletak di Bukit Barisan yang memanjang dari mulai Selat Sunda sampai berakhir di Gunung Passumah atau Gunung Ophir.

Catatan:
Gunung Ophir adalah suatu tempat yang masih menjadi misteri. Sejak dikemukakan oleh Plato di abad-4&5, banyak kalangan yang meneliti di mana keberadaan Gunung Ophir. William Marsden menyebutkan bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Passumah. Dari berbagai alasan argumentative, penulis lebih mengakui bahwa Gunung Ophir adalah Gunung Pusuk Buhit.

Kisah-kisah di Alkitab menyebutkan bahwa Raja Salomo (Sulaiman, red.) mendapatkan emas, perak, Kayu Cendana, batu mulia, gading gajah, monyet, merak, dikirim dari sebuah pelabuhan yang ada di Negri Ophir (Ofir) sekali dalam tiga tahun.

Dalam Kitab Kejadian-6,10 disebutkan bahwa Ofir adalah anak dari Joktan keturunan Sem. Dan mengenai barang-barang yang pesan Raja Sulaiman yang berasal dari Negri Ophir ada dalam Kitab 1-Raja-raja-9-10-22, 1-Tawarikh-29, 2-Tawarikh-8, Ayub-22-28, Mazmur-45, Yesaya-13:
Kejadian:-6: (Allah memerintahkan Nuh untuk membuat kapal terbuat dari kayu gofir)
Kejadian-10: (Setelah peristiwa Air-bah Nuh berketurunan dan salah satu bangsa keturunannya pada generasi ke-7 adalah Ofir, dimana mereka bermukim meluas dari Mesa dan Sefar yaitu daerah pegunungan di sebelah timur.)
1 Raja-raja-9-10: (Raja Salomo ‘Sulaiman, red.’ Sewaktu mendirikan rumah Tuhan dengan kerja paksa, juga mengirimkan kapal-kapalnya berlayar ke negri Ofir untuk mengambil 14.000 kg emas,termasuk yang diangkut oleh kapal Hiram sejumlah 4.000 kg dan setiap tahun menerima hampir 23.000 kg emas yang berasal dari Ofir). Riwayat yang sama diceritakan juga dalam kitab 1 Tawarikh dan 2 Tawarikh
Ayub-22 + 28: (Percakapan antara Elifas dan Ayub dan Sofar, yang menyinggung emas dari Ofir yang sangat bermutu tinggi).

Mazmur-45: (tentang nyanyian kaum Korah yang mengkisahkan tentang pakaian yang harum berbau Mur, Gaharu, Cendana, dan berlapis emas yang didatangkan dari Ofir.)
Yesaya-13: (tentang rencana Tuhan akan menghukum manusia karena kejahatannya dan mengumpamakan manusia akan lebih sedikit dari emas Ofir.

Sampai saat ini belum dapat dipastikan dimana letak Negri Ophir, akan tetapi dari data-data yang berkaitan dapatlah diambil pendekatannya bahwa Negri Ophir terdapat di Tanah Batak.

PEMBAGIAN TANAH BATAK

Teritorial Batta country – Tano Batak (menurut informasi yang diperoleh dari Penduduk Inggris) terbagi dalam distrik utama sebagai berikut; Angkola, Padambola (Padang Bolak, red.), Mandiling (Mandailing, red.), Toba, Selindong (Silindung, red.), dan Singkel (Singkil, red.), dimana Angkola mempunyai 5 sub-suku, Mandailing menpunyai 3 sub-suku, Toba mempunyai 5 sub-suku. Berdasarkan catatan Belanda yang dipublikasikan dalam Transaksi Masyarakat Batavia, yang terperinci, Batak dibagi dalam tiga kerajaan. Satu diantaranya bernama Simamora yang berada di pedalaman dan terdiri dari sejumlah perkampungan, diantaranya bernama Batong, Ria, Allas, Batadera, Kapkap (daerah penghasil kemenyan), Batahol, Kotta Tinggi (tempat rumah tinggal raja), dengan dua kawasan terletak di pantai timur yang disebut Suitara-male dan Jambu-ayer.

Disebutkan bahwa kerajaan ini menghasilkan banyak emas dari pertambangan di Batong dan Sunayang. Bata-salindong (Batak Silindung, red.) juga terdiri dari banyak distrik, beberapa diantaranya penghasil kemenyan dan distrik lainnya penghasil mas-murni. Tempat tinggal raja adalah di Salindong (Silindung, red.). Bata-gopit (Batu Gopit, red.) terletak dikaki gunung aktif, yang pernah meletus, dari situlah penduduk mengambil belerang, untuk kemudian diproduksi menjadi gunpowder (mesiu senjata, red.). Kerajaan kecil yang disebut Butar terletak di arah timurlaut sampai kearah pantai timur, dimana tempat tersebut dinamai Pulo Serony (Pulau Seruni, red.) dan Batu Bara yang banyak menikmati perdagangan; juga Longtong (Lantung, red.) dan Sirigar (Siregar, red.). yang berada di muara sungai yang besar bernama Assahan (Sungai Asahan, red.). Butar tidak menghasilkan kapurbarus, juga tidak menghasilkan kemenyan, dan juga tidak menghasilkan emas, dan penduduknya hidup dari pertanian. Rajanya bertempat tinggal di kota juga bernama sama, Butar.

BANGUNAN KUNO

Jauh ke pedalaman sungai di Batu Bara, yang ujungnya bermuara ke selat Malaka, ditemukan sebuah bangunan besar terbuat dari batubata, mengenai bangunannya sepertinya bukan tradisinya dibangun oleh penduduk setempat. Dijelaskan bahwa bentuknya segi-empat, atau beberapa bentuk segi empat, dan di satu sisinya terdapat pilar yang sangat tinggi, mungkin bagi mereka dirancang untuk menempatkan bendera. Bentuk-bentuk gambar atau reliefnya berbentuk gambar manusia yang dipahat di dinding temboknya, sepertinya mirip dewa-dewa bangsa Cina (mungkin juga Hindu). Batu batanya, yang dibawa ke Tapanuli berukuran lebih kecil dari yang umum digunakan di Inggris.

SINGKEL (SINGKIL)

Sungai Singkel, merupakan sungai terbesar di pantai barat pulau itu, yang berasal jauh dari pegunungan Daholi, di kawasan Achin (Aceh, red.), dan panjangnya sekitar 30 mil dari laut yang mengaliri airnya dari Sikere, di sebuah tempat bernama Pomoko, yang mengalir sepanjang Tanah Batak. Sehabis persimpangan ini sungainya sangat lebar, dan cukup dalam untuk dialiri kapal untuk muatan berat, tetapi pangkalnya sangat dangkal dan berbahaya, dalamnya tak lebih dari 6 kaki (1,8 m) saja pada saat surut, dan kalau sedang pasang akan naik 6 kaki (1,8 m) juga. Lebarnya pada daerah ini sekitar ¾ mil. Pada dataran rendal daerah ini banyak yang tergenang air sewaktu musim hujan, tetapi ada dua daerah yang disebutkan oleh Kapten Forrest tidak tergenang air yaitu bernama Rambong dan Jambong, di dekat muaranya.

Kota utama terletak sekitar 40 mil ke hulu sungai di pencabangan sebelah utara. Di sebelah selatan ada sebuah kota bernama Kiking, dimana ramai perdagangan dilakukan oleh orang Malays (orang Melayu, red.) dan Achinese (orang Aceh, red.) di daerah yang dulunya gunung Samponan atau gunung Papa menghasilkan banyak kemenyan daripada di Daholi. Disebutkan dalam sebuah catatan Belanda bahwa selama 3 hari pelayaran lebih kehulu Singkil maka anda akan menemukan danau yang sangat besar, yang luasannya belum diketahui.

Barus, tempat berikutnya yang berada dibagian selatan, sudah sangat terkenal di negri timur yang disebut kapur-barus atau kamfer, bahkan yang diimport dari Jepang atau Cina disebut juga namanya kapur-barus. Inilah kawasan paling terpencil dimana Belanda sudah lama membangun pabriknya sebelum kemudian meninggalkannya. Mirip seperti pemerintahan Melayu yang diperintah oleh seorang raja, seorang bandhara (bendahara, red.), dan delapan orang pangulus (penghulu, red.), dan dengan kekhususan ini, bahwa raja-raja dan para bendahara dapat silih berganti harus dari kalangan keluarga utama yang disebut Dulu (di hulu, red.) dan D’illir (di hilir, red.). Daerah kekuasaan dulunya dikatakan sampai ke Natal. Kotanya bertempat kira-kira 1 league (3 mil) dari tepi pantai dan 2 league (6 mil) ke daratan terdapat 8 perkampungan yang semuanya dihuni oleh orang Batak, sebagai penduduk yang membeli kapur barus dan kemenyan dari orang-orang di pegunungan Diri (Dairi, red.), yang memanjang dari Singkil di selatan sampai dataran tinggi Lasa, di dekat Barus, dimana daerah ini sudah berada di distrik Toba.

Bersambung —-2


Sumber:
http://batakone.wordpress.com/category/batak-menurut-william-marsden/

No comments:

Post a Comment