Pages

Tuesday, June 5, 2012

Wisata danau lau kawar berastagi


Wisata danau lau kawar berastagi

Dari Wikibooks Indonesia, sumber buku teks bebas berbahasa Indonesia
Danau Lau Kawar (Pelayanan dan Promosi Pariwisata Danau Lau Kawar, Brastagi, Sumatera Utara)
Oleh : Wina Khairina

1. Pendahuluan
Parawisata dipopulerkan oleh Presiden Sukarno di Indonesia sejak diselenggarakannya Musyawarah Nasional Tourisme II di Tretes, Jawa Timur, pada tanggal 12 – 14 Juni 1958. Sebelumnya sebagai kata ganti ‘parawisata’ digunakan kata ‘tourisme’ yang berasal dari bahasa Belanda.
Beberapa ahli mendefinisikan parawisata didefinisikan sebagai phenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar akan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari perkembangan perniagaan, industry, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat pengangkutan (E Guyer Freuler dalam Oka A Yoety).
Istilah yang lebih tekhnis di ungkapkan oleh Prof K. Kraft (1942) yang menyebutkan pariwisata sebagai keseluruhan dari pada gejala-gejala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan kedatangan dari orang-orang asing serta penyediaan tempat tinggal sementara, asalkan kedatangan tersebut tidak untuk tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dari aktifitas yang bersifat sementara itu. Batasan ini merupakan definisi yang diterima secara ofisial oleh The Association Internationale des Experts Scientifique du Tourisme (AIEST) yang berlaku hingga kini.
Secara lebih spesifik, Salah Wahab mendefinisikan pariwisata hendaknya memperlihatkan anatomi dari gejala-gejala yang terdiri dari tiga unsur yaitu manusia (man) yakni orang-orang yang melakukan perjalanan wisata, ruang (space) yakni daerah atau ruang lingkup tempat dimana dilakukan perjalanan wisata, dan waktu (time) yakni waktu yang digunakan selama dalam perjalanan dan tinggal didaerah tujuan wisata. Namun kenyataannya kini, semua perjalanan bisa dikatakan perjalanan wisata karena kebanyakan meskipun perjalananan dinas, diakhir perjalanan dinasnya, biasanya waktunya digunakan untuk melihat atau menyaksikan obyek atau atraksi wisata ditempat yang dikunjunginya.
Terdapat beragam motivasi manusia dalam melakukan wisata, Oka menyebutkan alasan tersebut antara lain motivasi kesehatan, kesenangan, pendidikan, agama, kebudayaan, hobby, olahraga, konferensi, seminar dan alasan lainnya. Dengan begitu banyaknya motivasi manusia berwisata, maka sangat penting mengkelola motivasi manusia didalam melakukan parawisata untuk meningkatkan daya tarik parawisata.
Sementara disatu sisi, dalam berwisata umumnya manusia ingin merasakan 4 hal, sesuatu yang ingin dilihat (something to see), sesuatu untuk dilakukan (something to do), sesuatu untuk dirasakan (something to feel), dan sesuatu untuk di beli (something to buy). Umumnya, di negara-negara berkembang cenderung untuk menjadikan cahaya matahari (sunshine), laut (sea), seni budaya (art and culture), dan keramah-tamahan (hospitality) sebagai daya tarik untuk menarik wisatawan datang berkunjung.
Sumatera Utara sebagai salah satu provinsi di Indonesia, sesungguhnya cukup memiliki daya tarik wisata yang luar biasa. Namun belum semua lokasi wisata yang ada di Sumatera Utara di kelola dengan baik. Bisa disebutkan bahwa Sumatera Utara masih kurang serius didalam melakukan pembangunan warawisatanya. Padahal, pembangunan parawisata menjadi salah satu prasyarat dalam pembangunan ekonomi. Yaitu dengan mengeksplorasi keindahan alam, seni budaya, dan keramah-tamahan yang dimiliki masyarakar Sumatera Utara, maka hal ini dapat mengatasi deficit neraca di Indonesia.

2. Lanskap Danau Lau Kawar
Danau Lau Kawar adalah salah satu danau yang ada di kawasan ekosistem Leuser (KEL). Danau Lau Kawar yang berair kebiruan ini terletak di kaki Gunung Sinabung. Untuk menuju Danau Lau Kawar, dari Kota Medan menuju arah Brastagi. Dari tugu perjuangan di Kota Berastagi, kita berbelok kearah kanan menuju Kecamatan Simpang Empat. Menempuh jarak sekitar 30 Km dari Kota Berastagi dengan waktu tempuh sekitar 1 jam, melewati jalan Kabanjahe – Kuta Rakyat. maka kita akan sampai di Danau Lau Kawar, Kecamatan Naman Teran, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Bila dari Kota Medan, Law Kawar terletak sekitar 69 Km dengan jarak tempuh sekitar 3 jam. Saat ini, jalan menuju Danau Lau Kawar sudah sangat mulus dibandingkan beberapa tahun lalau.
Danau seluas 200 Ha ini bila di bandingkan dengan Danau Toba, memang hanya 1/6 Danau Toba, namun pesonanya tidak kalah dengan Danau Toba. Menuju ke Danau Lau Kawar, bisa terdapat berbagai alternative angkutan umum dari Kota Medan, antara lain dengan Karsima, Sinabung atau Sutra. Dengan membayar Rp.6.000,-, kita akan di antar ke Danau Lau Kawar. Pemandangan pedesaan yang sangat khas akan kita temukan dari Brastagi ke Danau Lau Kawar, disamping kiri kanan, kita akan melihat tanaman sayur milik masyarakat, diselingi oleh kebun jeruk. Sepanjang jalan kita akan banyak berpapasan dengan kendaraan pedesaan berupa gerobak kayu yang di hela oleh seekor sapi. Angkutan ini biasanya membawa rumput, daun jagung, atau hasil palawija penduduk.
Terletak persis dikaki Gunung Sinabung, Gunung yang tertidur ratusan tahun dan bertype A sejak kembali meletus tahun 2010. Lau Kawar adalah pintu masuk menuju Gunung Sinabung. Karenanya lokasinya sangat eksotis. Memasuki pintu gerbang Lau Kawar, di sisi kanan danau terletak Deleng Lancuk atau Bukit Lancuk yang biasa menjadi tempat tracking, cukup banyak anggrek hutan yang bisa ditemukan di Deleng Lancuk. Sayang pacet juga cukup banyak, sehingga harus hati-hati apabila berminat melakukan tracking di Deleng Lancuk.
Sedangkan disisi kiri Danau Lau Kawar, terletak camping ground seluas 3 Ha, di sinilah para pendaki gunung mendirikan tendanya sebelum mendaki Gunung Sinabung. Pada setiap hari sabtu dan minggu, camping ground ini penuh sesak oleh tenda-tenda para pecinta alam, setidaknya 200-400 tenda berdiri di camping ground ini setiap minggunya, apalagi apabila libur semester, jumlahnya bisa meningkat. Apalagi kontribusi yang relative murah, yaitu sekitar Rp.2.500,- per tenda. Sayang hanya ada 1 kamar yang disewakan penduduk disini seharga Rp.25.000,- / malam. Maka alternative menginap di Law Kawar adalah dengan tenda di Camping Ground.
Setiap hari, masyarakat memancing ikan dengan sampan-sampan kecil di Danau ini. Umumnya, mereka kembali saat matahari turun di senja hari. Pemandangan nelayan yang kembali saat senja ini menjadi eksotisme tersendiri yang bisa dinikmati pengunjung Danau Lau Kawar. Untuk menikmati eksotisme Danau Lau Kawar, ada juga hiburan berupa menyusuri Danau dengan satu dua rakit yang ada disitu.
Saat ini, dari observasi yang dilakukan, di tepi Danau Law Kawar telah dipasangi batu bronjong untuk penahan erosi, diatasnya telah dibuat besi pembatas agar pegunjung tidak tercebur ke Danau. Dari pengamatan penulis, tampak penyurutan air sekitar 2 – 3 meter dibandingkan kedatangan penulis ke Danau Lau Kawar pada tahun 2000, sekitar 10 tahun yang lalu.
Dari informasi yang di peroleh penulis, pada tahun 80-an, titik terdalam Danau Lau Kawar hingga 40 meter, namun saat ini data terakhir ditemukan bahwa titik terdalam hanya tinggal 19 meter. Terdapat penurunan lebih dari 50 % hanya dalam 30 tahun. Tentu saja ini harus menjadi perhatian pemerintah, masyarakat dan pecinta lingkungan.

3. Asal Mula Danau Lau Kawar
Alkisah, berbagai sumber menyebutkan bahwa sebelum menjadi sebuah danau, Lau Kawar merupakan kawasan pertanian (juma atau ladang) yang sangat subur. Ladang tersebut merupakan bagian dari wilayah Desa Kuta Gugung. Tinggallah di ladang tersebut satu keluarga petani.
Saat pertanian menjelang panen, lahan pertanian umumnya dijaga oleh salah seorang anggota keluarga mereka. Pada suatu siang, sang nenek yang mendapat giliran untuk menjaga ladang. Kawar, sang cucu selalu menjadi pengantar makanan untuk anggota keluarga di ladang. Pada hari itu, Kawar juga mengantarkan makanan ke ladang untuk neneknya. Namun di perjalanan, Kawar merasa kelaparan dan memakan bekal untuk neneknya. Seluruh lauk pauk dan ayam yang menjadi bekal untuk si nenek di habiskan oleh Kawar hingga tersisa tulang-tulangnya saja.
Sang Nenek yang sudah kelaparan sangat kecewa hanya menemukan tulang belulang tanpa ada lauk pauk apapun karena sudah dihabiskan Kawar. Si Nenek menangis karena merasa sedih dan tidak berguna. Tanpa fikir panjang, Nenek meminta kepada Tuhan untuk mencabut nyawanya. Sesaat kemudian, petir menggelegar dan turun hujan lebat. Hujan lebat segera menjadi air bah. Segera saja dataran tersebut menjadi banjir dan lambat laun tenggelam menjadi danau. Danau inilah yang kemudian menjadi Danau “Lau Kawar”.
Legenda ini dipercaya oleh masyarakat sekitar Lau Kawar dari satu generasi ke generasi berikutnya, yang mana menanamkan agar senantiasa mensakralkan danau tersebut, dengan cara menajaga danau dan pepohonan disekitarnya agar tidak sembarangan ditebang. Masyarakat juga tidak berani merambah hutan di sekitar Danau Lau Kawar sembarangan. Begitupun dengan nelayan, yang tidak berani mengambil ikan dengan semaunya, apalagi menggunakan bahan peledak. Hal ini menyebabkan selama berpuluh tahun, ekologi disekitar Danau Lau Kawar tetap terpelihara baik. Kepatuhan untuk tidak mengecewakan nenek moyang mereka yang telah terkubur didalam danau tersebut, membuat masyarakat sangat menjaga Danau Lau Kawar. Namun kini, legenda tersebut mulai luntur bersama waktu. Banyaknya penduduk pendatang yang tinggal di desa-desa sekitar Danau Lau Kawar mulai merambah hutan yang disakralkan oleh masyarakat setempat.

4. Pelayanan dan Promosi Danau Lau Kawar Danau Lau Kawar memiliki keunikan tersendiri untuk wisata alam di Kabupaten Karo. Sayangnya yang datang ke Danau ini lebih banyak pendaki gunung, jarang sekali keluarga yang berwisata ke tempat ini. Dari hasil observasi dan wawancara, hal ini disebabkan beberapa hal, antara lain :
(1) Promosi yang kurang Memadai. Dinas Pariwisata Kabupaten Karo masih belum cukup maksimal didalam melakukan promosi atas Danau Law Kawar. Sedikit sekali wisatawan domestic maupun turis asing yang berwisata ke Danau Lau Kawar. Maka pengunjung tetap Danau Lau Kawar adalah para pencinta alam yang akan mendaki Gunung Sinabung, karena Danau ini adalah salah satu gerbang masuk sebelum mendaki Gunung Sinabung.
Saat penulis melakukan observasi, sedang ada perlombaan Rakit yang dilaksanakan oleh TNI AD Kodam I Bukit Barisan dengan didukung oleh sponsor Iklan Rokok. Kegiatan ini dilaksanakan dalam rangka Ulang Tahun TNI. Saat itu, Danau Lau Kawar ramai oleh Wisatawan Domestik. Namun terlihat bahwa sebagian besar wisatawan adalah masyarakat yang ada tinggal didesa-desa sekitar Danau Law Kawar. Sayangnya kondisi ini membuat wisatawan lain yang datang ke Danau Lau Kawar menjadi tidak nyaman, karena prajurit TNI yang mengamankan lokasi serta mengatur parkir menyandang senjata ditempat wisata. Tentu saja hal ini sangat tidak nyaman bagi masyarakat sipil yang datang ke lokasi wisata.
Refleksi dari Taman Simalem yang juga terletak di Tanah Karo, merupakan sebuah Taman yang terletak di Merek, taman yang dimiliki oleh Investor Singapura ini cukup baik promosinya, bahkan memiliki website untuk promosi, terdapat plang pemberitahuan sepanjang jalan menuju lokasi, menyebabkan promosi yang luar biasa ini mendatangkan bukan hanya wisatawan local dan wisatawan mancanegara. Mesti disatu sisi, Simalem tidak bisa di nikmati oleh masyarakat Karo sendiri, karena relative mahal kontribusi masuknya sebesar Rp.200.000,- / mobil. Bahkan ada masyarakat Karo disekitar Taman Simalem ini tidak mengetahui keberadaan tempat tersebut. Berbeda dengan Lau Kawar, semua penduduk mengetahui keberadaan Danau dan dapat menunjukkan arah ke lokasi Danau.
Upaya mengkemas Danau Lau Kawar didalam paket wisata juga sulit dilakukan pihak swasta, karena unsure-unsur pendukung wisata tidak ditemukan seperti atraksi naik rakit atau boat mengelilingi Danau yang telah ada kurang dikelola, tidak ditemukannya kuliner tradisional Karo yang bisa dicicipi di Danau ini, juga tidak tersedianya cindera mata khas Karo yang bisa ditemukan dan dibeli dari lokasi wisata ini. Hanya pada saat panen jeruk, pengunjung bisa membeli jeruk dengan harga lebih murah di lokasi Danau Lau Kawar. Namun hal ini tidak bisa selalu di temukan setiap waktu.
Apabila seni budaya karo yang luar biasa bisa dikemas dalam atraksi setidaknya atraksi tahunan, juga mengkemas kuliner karo yang luar bisa serta tersedianya cindera mata yang bisa menjadi oleh-oleh wisatawan, maka Lau Kawar bisa menjadi salah satu destinasi wisata di Sumatera Utara. Saat ini, potensi Kebudayaan Karo mulai dari seni ukir maupun seni tari serta adat budayanya masih belum dikembangkan dan dikelola baik untuk pengembangan wisatanya yang bisa membuatnya unik dan berbeda dari parawisata di daerah maupun dinegara lain.
(2) Pelayanan wisata yang kurang memadai Pelayanan wisata di Danau Lau Kawar sangat terbatas kalau tidak bisa di dibilang tidak ada. Tidak ada fasilitas umum seperti kamar mandi atau ruang ganti bagi wisatawan yang mandi atau bermain air di Danau. Disamping itu, penginapan yang tersedia hanyalah 1 kamar sederhana saja, yang dapat disewa Rp.25.000,-/malam. Alternatif pilihan menginap hanyalah tenda yang di bawa sendiri. Kondisi ini tentu saja tidak nyaman bagi wisatawan, terutama yang membawa anak kecil. Maka sangat wajar apabila umumnya wisatawan keluarga jarang ke tempat ini. Penginapan terdekat hanya di Kota Berastagi, sekitar 30 Km dari Danau Lau Kawar. Maka tentu saja tidak efisien, kalau mengunjungi Danau Lau Kawar tapi menginap harus di Berastagi.
Sementara itu, tidak tersedia tempat berteduh yang cukup apabila tiba-tiba turun hujan. Karena lokasi Danau Lau Kawar terletak dikaki gunung, hawanya sangat sejuk, lebih sejuk dibandingkan Berastagi. Hujan bisa saja tiba-tiba turun. Tempat berteduh yang ada hanya dua buah kedai di Pinggir Danau yang berjualan minuman dan indomie dan satu buah gajebo tempat duduk umum yang beratap dan satu buah tempat duduk yang tidak beratap. Kalau sedang ramai pengunjung, tentu saja kondisi menjadi tidak nyaman, akibatnya pengunjung yang tidak bisa berteduh memilih masuk mobil dan kemudian pulang.
Tidak tersedia juga tempat sampah yang memadai, sehingga sampah berserakan disana-sini. Hal ini tentu saja sangat tidak nyaman. Tidak jelas juga apakah kontribusi yang dikutip kepada pengunjung, digunakan untuk pengembangan fasilitas Danau Lau Kawar, atau masuk kekantung segelintir orang.
(3) Minimalnya Pelibatan Partisipasi Masyarakat Dalam Mendukung Pariwisata Masalah utama dari pengembangan pariwisata Danau Lau Kawar adalah belum dilibatkannya masyarakat didalam mendukung pariwisata. Pelibatan yang dimaksud adalah didalam semua unsure partisipasi pengembangan wisata, mulai aspek perencanaan, aspek implementasi pembangunan pariwisata, aspek monitoring dan control pembangunan pariwisata, serta aspek evaluasi dari implementasi pembangunan pariwisata. Penting partisipasi yang dilakukan dengan pendekatan berbasis hak. Dengan demikian, apabila partisipasi masyarakat bisa lebih maksimal dilibatkan, maka masyarakat setempat bisa lebih mengekspresikan eksistensi budayanya untuk mendorong pengembangan pariwisata. Sehingga pariwisata bisa menjadi salah satu sumber pendapatan yang menjanjikan bagi masyarakat.
Seperti di ulas oleh Geriya bahwa pariwisata merupakan suatu fenomena yang terdiri dari berbagai aspek, seperti: ekonomi, teknologi, politik, keagamaan, kebudayaan, ekologi, dan pertahanan dan keamanan. Melalui pariwisata berkembang keterbukaan dan komunikasi secara lintas budaya, melalui pariwisata juga berkembang komunikasi yang makin meluas antara komponen-komponen lain dalam kerangka hubungan yang bersifat saling mempengaruhi (1996:38).
Masyarakat local sebagai pemangku kebudayaan, harus dididik agar menyadari bahwa kebudayaan sebagai salah satu aspek dalam pariwisata dapat dijadikan sebagai suatu potensi dalam pengembangan pariwisata itu. Hal ini disebabkan, dalam pengembangan pariwisata pada suatu negara atau suatu daerah sangat terkait dengan potensi yang dimiliki oleh suatu daerah atau suatu negara. Selayaknya Indonesia, dengan bermodalkan kekayaan kebudayaan nasional yang dilatari oleh keunikan berbagai kebudayaan daerah bisa menggunakan kebudayaan sebagai salah satu daya tarik wisatawan.Namun faktanya, masyarakat Danau Lau Kawar dan sekitarnya, masih menjadi objek pembangunan pariwisata, masih belum menjadi subyek pembangunan pariwisata.
Thailand adalah salah satu contoh negara yang cukup maju pariwisatanya. Dan hal ini didukung penuh oleh masyarakatnya, yang sadar benar bahwa penghasilan terbesar negaranya berasal dari pariwisata. Tentu ini bisa menjadi salah satu refleksi bagi Indonesia khususnya Sumatera Utara yang memiliki potensi budaya yang sangat beragam dari begitu banyaknya etnis yang ada di Sumatera Utara, selayaknya bisa dikembangkan di dalam pengembangan wisata Sumatera Utara.
Dengan demikian, maka pengembangan kepariwisataan yang bertumpu pada kebudayaan lebih lanjut diistilahkan dengan pariwisata budaya. Dengan kata lain, pariwisata budaya adalah satu jenis kepariwisataan yang dikembangkan bertumpu pada kebudayaan (Geriya, 1996: 45). Kebudayaan yang dimaksudkan di sini adalah kebudayaan Indonesia yang dibangun dari berbagai kebudayaan daerah yang ada di Indonesia. Ini artinya, setiap langkah yang dilakukan dalam usaha pengembangan pariwisata di Indonesia selalu bertumpu pada kebudayaan nasional Indonesia. Segala aspek yang berhubungan dengan pariwisata, seperti: promosi, atraksi, manajemen, makanan, cindera mata, hendaknya selalu mendayagunakan potensi-potensi kebudayaan nasional Indonesia. Dengan demikian nantinya pariwisata Indonesia mempunyai ciri tersendiri yang dapat dibedakan dari pariwisata negara lain yang bertumpu pada potensi yang lain.
Maka tentunya juga dibutuhkan kajian lintas budaya agar seluruh potensi budaya yang ada di Sumatera Utara, khususnya Kabupaten Karo, bisa dimaksimalkan didalam mengembangkan potensi alam dan budaya local di sekitar Danau Lau Kawar.

5. Penutup Potensi alam Danau Lau Kawar dan potensi budaya masyarakat Karo yang ada di Kabupaten Karo, Sumatera Utara, sangatlah potensial untuk dikembangkan. Namun saat ini, langkah mendorong pembangunan pariwisata berbasis hak masih belum dilakukan. Masyaraakt hanya menjadi obyek didalam pembangunan pariwisata, belum menjadi subyek pembangunan pariwisata. Maka promosi dan pengembangan pariwisata Danau Lau Kawar pun masih belum maksimal mengembangkan potensi masyarakat yang ada di sekitar lingkungan Danau Lau Kawar.
Uraian di atas juga menunjukkan betapa eratnya hubungan antara pariwisata dan kebudayaan nasional Indonesia. Pariwisata Indonesia dikembangkan berdasarkan potensi kebudayaan nasional yang ada dan kebudayaan nasional akan berkembang seiring dengan perkembangan pariwisata. Di samping itu, pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dengan konsep pariwisata budaya berbasis hak akan dapat memperkokoh kebudayaan nasional Indonesia.

Referensi 1. Komersialisasi Seni Budaya dalam Pariwisata, Oka A Yoety, Angkasa Bandung, Februari 1993. 2. Bali, Pariwisata Budaya dan Budaya Pariwisata, Michel Picard, KPG, Jakarta, 2006 3. Observasi dan Wawancara Lapangan Danau Lau Kawar, Wina Khairina, Mei 2011.

Sumber:




No comments:

Post a Comment