Pages

Tuesday, June 12, 2012

Todung Sutan Gunung Mulia Harahap


Todung Sutan Gunung Mulia

Diringkas oleh: Sri Setyawati
Permulaan abad ke-20 merupakan masa yang sangat penting dalam sejarah Indonesia. Sebab, pada abad inilah tersemai bibit-bibit kesadaran untuk membebaskan bangsa Indonesia dari kolonialisme. Abad ini juga merupakan awal munculnya para pemikir, pembaru, dan tokoh revolusi Indonesia. Salah satu dari antara para tokoh-tokoh tersebut adalah Prof. Dr. Todung Gelar Sutan Gunung Mulia Harahap, yang akrab disapa Mulia. Mulia hidup di dalam nuansa penjajahan Belanda. Apabila dirunut dari silsilahnya, Mulia masih memunyai hubungan darah dengan Amir Syarifuddin Harahap -- Perdana Menteri Indonesia, periode 3 Juli 1947 - 29 Januari 1948.
Pendidikan dan Aktivitas
Dia dilahirkan di sebuah kota kecil, di Padang Sidempuan, Sumatera Utara, pada tanggal 21 Januari 1896. Mulia adalah keturunan bangsawan Batak yang beragama Kristen. Dia hidup dalam komunitas Kristen yang mengakar kuat. Selain mempelajari mata pengetahuan umum, Mulia juga mempelajari agama dengan tekun. Kegemarannya dalam belajar, lahir karena didikan ayah dan ibunya yang tekun beragama. Di sekolah, Mulia tergolong anak yang pandai, terutama dalam berbahasa Belanda.
Setelah menyelesaikan jenjang pendidikan di tanah air, Mulia kemudian hijrah ke Belanda. Dia menuntut ilmu di Universitas Leiden. Di sana, dia mengambil jurusan hukum. Sebagai seorang mahasiswa, Mulia termasuk orang yang senang bersosialisasi. Dia banyak bertemu aktivis-aktivis Kristen. Melalui aktivitas di kampus dan pergaulannya dengan teman-temannya itu, Mulia menemukan jati dirinya -- jati diri pribadi maupun jati diri kebangsaannya.
Suatu hari, di tengah-tengah kesibukannya di kampus dan aktivitas gereja, Mulia berkenalan dengan Hendrik Kraemer yang kemudian menjadi sahabat dan "gurunya". Hendrik adalah seorang misiolog, teolog awam, dan tokoh ekumenis Hervormd, Belanda. Di Universitas Leiden, Mulia dan Hendrik banyak berdiskusi tentang masa depan gerakan Kristen. Pada tahun 1930-an, Hendrik dan Mulia terlibat dalam perjuangan mendirikan gereja-gereja Kristen di pelbagai daerah di Nusantara.
Setelah menyelesaikan studi hukumnya di Universitas Leiden, tahun 1919 Mulia kembali ke kampung halamannya. Dia kemudian menjadi guru. Setahun kemudian, Mulia diangkat menjadi kepala sekolah Hollandsch-Inlandsche School (HIS) di Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara. Selain sebagai pendidik, Mulia juga mulai membangun jaringan dengan para aktivis gereja di wilayah Sumatera. Berkat pengalaman yang dia timba dari Belanda dan relasinya yang luas, orang menaruh simpati akan kecerdasan dan keuletannya dalam memperjuangkan dunia pendidikan. Sejak saat itu dia dianggap sebagai tokoh penting.
Pada periode 1920-an, Mulia sudah terlibat dalam pergerakan nasional. Salah satu organisasi pribumi yang diikutinya adalah Jong Sumatranen Bond (JBS), yang meliputi seluruh wilayah Sumatera. Dalam JSB, Mulia termasuk aktivis yang masih muda. Teman sebayanya adalah Sanusi Pane dan Amir Syarifuddin. Akan tetapi, pada kurun waktu 1922-1925 JSB mengalami kemunduran. Sanusi Pane dan teman-temannya yang bersuku Batak, akhirnya merintis organisasi sendiri yang dinamai Jong Batak. Mulia pun ikut bergabung di dalamnya. Selanjutnya, pada tahun 1922 dia mewakili suku Batak menjadi anggota Volksraad. Mulia menjadi anggota Volksraad dalam masa sidang 1922-1927 dan 1935-1942. Pada tahun itu pula, dia menerbitkan sebuah majalah mingguan, Zaman Baroe (New Era). Majalah ini merupakan suatu media untuk menampung gagasan dan pemikiran kalangan Kristen pada saat itu.
Selain terlibat aktif dalam sejumlah organisasi politik dan pendidikan, serta menjadi anggota Volksraad, Mulia juga dikenal sebagai aktivis gereja. Puncaknya, pada tahun 1928 Mulia pernah mengikuti Konferensi Pekabaran Injil Sedunia di Yerusalem. Di konferensi itu, dia bertemu lagi dengan Hendrik Kraemer. Seusai mengikuti konferensi dan berbincang-bincang dengan Hendrik, Mulia semakin memiliki banyak ide dan gagasan yang berkecamuk di benaknya. Beberapa ide yang ingin dilakukannya antara lain memperluas jaringan pendidikan (Kristen), memperbanyak dan menerjemahkan Alkitab, serta mendirikan organisasi politik untuk menampung suara kaum Kristen. Keinginannya akhirnya tercapai. Pada tahun 1929, dia mendirikan partai politik Kristen yang bernama Christelijk Etische Partij (CEP). CEP merupakan partai politik Kristen pertama di Indonesia. Namun, karena ada berbagai pertimbangan, CEP kemudian berganti nama menjadi Christelijk Staatkundige Partij (CSP). Selain mendirikan partai politik, Mulia dan Hendrik bersama-sama menerjemahkan Alkitab dan menyebarluaskannya ke wilayah-wilayah di Hindia, misalnya di Bali, Nusa Tenggara, dan Jawa Timur. Bahkan, Mulia juga terlibat dalam sebuah konferensi yang diadakan oleh pemuda Kristen Batak bulan Oktober 1932 di Padalarang. Konferensi ini menghasilkan wadah bagi pemuda-pemuda Batak yang dinamakan Naposobulung Kristen Batak (NKB). Mulia berperan penting dalam perjalanan NKB, hingga terbentuknya jemaat HKBP Bandung. Melihat sepak terjangnya di kancah politik dan agama, tak disangsikan lagi, Mulia pun menjadi tokoh nasional yang kiprahnya mulai diperhitungkan.
Aktivitas Mulia di dunia pendidikan dan politik terus berlanjut hingga terbitnya fajar kemerdekaan. Ketika Indonesia memulai babak baru kehidupan berbangsa dan bernegara, Mulia tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga memainkan peran penting pada masa awal kemerdekaan.
Jabatan Menteri
Keterlibatan Mulia dalam dunia politik terus berlanjut. Pada tanggal 18 November 1945, Mulia dan rekan-rekannya mendirikan Partai Kristen Indonesia (Parkindo). Sejarah pendirian Parkindo sendiri berawal dari serentetan pertemuan yang diadakan oleh para tokoh Kristen (Protestan dan Katolik) di Jakarta untuk merencanakan pembentukan sebuah partai bagi seluruh umat Kristen Indonesia. Tanggal 9 November 1945, para tokoh Protestan dan Katolik kembali mengadakan pertemuan. Akhirnya pertemuan malam itu, sepakat membentuk sebuah partai untuk umat Kristen Protestan dengan nama Partai Kristen Nasional -- nama yang diusulkan oleh Sutan Gunung Mulia. Tanggal 10 November 1945, para tokoh Kristen Protestan dan Katolik itu mendeklarasikan berdirinya Partai Kristen Nasional (Parkindo).
Empat hari setelah pendirian Parkindo -- 14 November 1945, Mulia ditunjuk oleh Presiden Sukarno menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menggantikan Ki Hajar Dewantara. Mulai saat itu, Mulia berjuang membangun dunia pendidikan Indonesia yang kacau balau sejak pemerintahan Hindia Belanda hingga Jepang. Tentu saja, periode revolusi Indonesia juga dimanfaatkan untuk merevolusi paradigma pendidikan, yakni dari paradigma "bangsa lain" menjadi paradigma kebangsaan Indonesia. Akan tetapi, untuk mewujudkan hal ini tentu saja memerlukan waktu yang tidak sebentar. Apalagi pada saat itu, pemerintah juga disibukkan dengan penataan infrastruktur pendidikan dan memperluas akses pendidikan untuk semua kalangan masyarakat.
Jabatan Mulia sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan hanya singkat, 14 November 1945 - 2 Oktober 1946. Namun, dia berhasil melakukan banyak kemajuan-kemajuan pendidikan di Indonesia. Gebrakan-gebrakan yang dilakukannya yaitu meneruskan kebijakan menteri sebelumnya yakni mengubah kurikulum pendidikan yang berwawasan kebangsaan, memperbaiki sarana dan prasarana pendidikan (membangun kembali sekolah dan menambah jumlah tenaga pengajar), dan memperluas lembaga-lembaga pendidikan yakni tidak hanya terfokus pada lembaga pendidikan umum, tetapi juga pendidikan yang berlatar belakang agama. Tidak dimungkiri, upaya untuk menerjemahkan pemikiran dan gagasan Mulia ke dalam kebijakan-kebijakan pendidikan sesuai dengan harapan masyarakat banyak dalam rentang waktu 1 tahun cukup sulit. Akan tetapi, Mulia memiliki akses yang cukup luas untuk menghidupkan pendidikan-pendidikan, terutama yang berorientasi agama (Kristen). Berdasarkan pengalaman ini, Mulia dan rekan-rekannya dalam komunitas Kristen mulai membangun jaringan pendidikan Kristen yang diakui sangat berkualitas hingga saat ini.
Karier dalam Pendidikan


1951 -- Guru Besar Universitas Darurat Indonesia dan Universitas Indonesia.
1950-1960 -- Pendiri dan ketua pertama Dewan Gereja-Gereja Indonesia
1950-1960 -- Pendiri Universitas Kristen Indonesia.
1955 -- Pemimpin Redaksi Ensiklopedia Indonesia
1966 -- Doktor Honoris Causa Teologia.
Mulia wafat pada tanggal 11 November 1966 di Amsterdam, dan dikebumikan di Jakarta.
Diringkas dari:

Nama situs:Adie Prasetyo
Alamat URL:http://menyempal.wordpress.com/tokoh-pendidikan-4/todung-sutan-gunung-mulia/
Penulis:Adie Prasetyo


Sumber:
http://biokristi.sabda.org/todung_sutan_gunung_mulia 

No comments:

Post a Comment