Pages

Thursday, June 7, 2012

Sihepeng Tempo Dulu


Sihepeng Tempo Dulu

Pasar Sihepeng
Pasar Sihepeng
Sihepeng suatu desa di kabupaten Mandailing Natal, jadi sudah pasti tentunya kampungku termasuk wilayah tano mandailing. Disini aku tuturkan sekelumit kilas balik Mandailing 

Tujuh abad yang lalu, Majapahit sudah mengenal Mandailing sebagai salah satu daerah yang terpenting di wilayah kerajaan Melayu. Hal ini diungkapkan oleh Mpu Prapanca, sejarawan Majapahit, di dalam buku Negarakertagama, bertarikh 1365 Masehi. Buku ini telah diterjemahkan oleh Prof. Theodore G. Th. Pigeaud di bawah judul Java in the 14th Century: A Study in Cultural History the Negara-Kertagama by Rakawi Prapanca of Majapahit, 1365 A.D. (1960-1962). Mpu Prapanca menyebutkan pada syair ke-13, bahwa Mandailing adalah salah satu daerah utama dan terpenting dari sejumlah daerah di Nusantara. Hal itu disebutkannya dalam kalimat ksoni ri Malayu dan kalimat bhumi malayu satanah kapwamateh anut yang diterjemahkan oleh Prof. Pigeaud sebagai the principal ones are all those that belong to the country of Malayu dan the most important ones of those belonging to the country of Malayu. Ada tiga daerah di kawasan Tapanuli Bagian Selatan yang disebutkan sebagai daerah yang utama dan terpenting itu ialah Mandailing, Padang Lawas dan Pane.


Daerah-daerah yang disebutkan pada syair 13 stanza 1 adalah: Jambi, Palembang, Karitang, Teba, Kandis, Kawhas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar, Pane, Kampe, Haru, Mandailing, Tumihang, Pereulak dan Barat. Pada syair 13 stanza 2 terdapat daerah-daerah: Padang Lawas, Samudra, Lamuri, Batan, Lampung, Barus, Pulau Tanjung Nagara (Kalimantan?) ialah Kapuhas, Katingan, Sampit, Kuta Lingga, Kuta Waringin, Sambas dan Lawai.


Prof. Mr. Muhammad Yamin menyebutkan, bahwa seluruh tempat yang disebutkan oleh Mpu Prapanca di dalam Negarakertagama itu adalah Tumpah Darah Nusantara (Yamin, 1959, I:138).

Lebih lama lagi dari zaman Majapahit itu, ialah apa yang terungkap di dalam Perjanjian Lama: Raja-Raja, tentang perintah Nabi Sulaiman kepada Raja Hiram untuk pergi ke Opir mengambil emas. Saya sudah melacak nama Opir dengan berbagai variasi bentuk seperti Ofir, Ophir, O’phir dan Opir di peta seluruh dunia, ternyata hanya Opir yang dikenal dengan nama Gunung Pasaman, yang cocok dengan Opir daerah yang disebutkan di dalam Perjanjian Lama. Multatuli menduga, bahwa nama Opir itu berasal dari hikayat Seribu Satu Malam, Sinbad Sipelaut, yang konon juga mengunjungi daerah ini (Multuli, 1881:372-373). Wallahualam bissawab.
Raja-Raja Bab 9
Ayat 26 “Raja Salomo membuat juga kapal-kapal di Ezion-Geber yang ada di dekat Elot, di tepi Laut Teberau, di tanah Edom. [Di angkatan lautnia, dipauli Raja Salomo do angka kapal di Esion-Geber na di lambung ni Elot di topi ni Laut Rara na di Luat Edom]. [King Solomon built a fleet of ships at Ezion-geber, near Eloth on the shore of the Red Sea, in Edom]”
Ayat 27 “Dengan kapal-kapal itu Hiram mengirim anak buahnya, yaitu anak-anak kapal yang tahu tentang laut, menyertai anak buah Salomo [Disuru Raja Hiram do angka angkatan laut na ummalo, sian angka kapalnia, anso marlayar dohot angkatan laut ni si Salomo] [Hiram sent men of his own to serve with the fleet, experienced seamen to work with Solomon’s men]”.
Ayat 28 “Mereka sampai ke Ofir dan dari sana mereka mengambil empat ratus dua puluh talenta emas, yang mereka bawa kepada raja Salomo [Kehe ma halahi marlayar to Ofir, dioban halahi ma sian i opat bolas ribu kilogram sere di si Salomo] [They went to Ophir and brought back four hundred and twenty talents of gold, which they delivered to King Solomon]”
Raja-Raja Bab 10
Ayat 11 “Lagi pula kapal-kapal Hiram, yang mengangkut emas dari Ofir sangat banyak kayu cendana dan batu permata yang mahal-mahal [Angka kapal ni si Hiram na maroban sere sian Ofir di si Salomo, laing maroban batu intan do dohot hayu cendana] [Besides all this, Hiram’s fleet of ships, which had brought gold from Ophir, brought also from Ophir huge cargoes of almug wood and precious stones].
Ayat 12 “Raja mengerjakan kayu cendana itu menjadi langkan untuk rumah Tuhan dan untuk istana raja, dan juga menjadi kecapi dan gambus untuk para penyanyi; kayu cendana seperti itu tidak datang dan tidak kelihatan lagi sampai hari ini [Dibaen si Salomo ma angka hayu i gabe handang ni loteng di Bagas Ni Debata dohot bagas godang ni raja i, deba jadi hasapi dohot gambus sipakeon ni angka parmusik. Angka i ma hayu cendana na jumeges na jungada dipamasuk tu Israel, nada jungada be diida halak hayu na songon i jegesna] [The king used the wood to make stools for the house of Lord and for the palace, as well as lyres and lutes for the singers. No such quantities of almug wood have ever been imported or even seen since that time]”

Encyclopædia Britannnica menyebutkan bahwa kawasan Opir itu pada zaman Nabi Sulaiman (920 SM) dikenal sebagai pemasok kayu cendana, gading gajah, beruk (bodat) dan burung merak.
Semua barang-barang itu memang terdapat di istana Nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman dikenal sebagai orang yang bisa berkomunikasi dengan binatang. Siapa tahu, bodat yang dibawa oleh Raja Hiram dan dipersembahkannya kepada Nabi Sulaiman, sudah diajari pula untuk memahami perintah dalam bahasa Ibrani atau bahasa yang dipakai pada zaman Nabi Sulaiman.
Barangkali ini berkaitan dengan kebolehan orang Mandailing berkomunikasi dengan bodat sejak dahulu kala. Sampai hari ini orang Eropa sangat tertarik terhadap kerjasama manusia dan bodat dalam usaha mencari makan. Mereka berkomunikasi dengan bodat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Mandailing. Walaupun bodat tidak menjawab dengan bahasa Indonesia atau bahasa Mandailing, namun dengan body language, mengisyaratkan bahwa sang bodat paham 100% pesan-pesan yang diucapkan oleh pemilik bodat itu (bayo parbodat). Ia pun melaksanakan perintah itu secara sempurna.
Dikampungku saya mengenal banyak bayo parbodat. Ia berbicara dalam bahasa Mandailing dengan bodat miliknya ketika menyuruh bodat itu melakukan tugas memetik buah kelapa. Kadang-kadang panen kelapanya banyak sehingga ia tak mampu memungut semua kelapa yang dipetik bodat itu . Si bayo parbodat pun berbagi kerja dengan bodat miliknya untuk memungut kelapa itu. Bodat itu dengan lincahnya memungut kelapa itu. Sementara kerjasama itu berjalan, Si bayo parbodat terus berbicara dalam bahasa Mandailing, agar bodat itu tidak berleha-leha. “Adope, paipas bo”, [Ayolah, cepatlah] katanya kepada bodat yang besar dan kekar itu.
Jika kita telusuri posisi pintu gerbang Tanah Mandailing Pantai Barat Sumatera, maka kita menemukan jejak yang lebih purba lagi. Kawasan Pantai Barat Sumatera, mulai dari Barus, Singkuang, Natal, Batahan, Air Bangis, Ulakan dan Tiku sudah terbuka puluhan abad sebelum tarikh Masehi. Daerah pedalaman kawasan itu memiliki hutan yang luas dan beberapa gunung seperti Sorik Marapi dan Opir, dan gua-gua tempat burung walet bersarang, tanahnya mengandung emas, tembaga, besi dan perak. Barus dan Natal adalah pemasok kapur barus yang dipakai para Firaun untuk mengawetkan mummi.
Uraian di atas sekedar memberi gambaran betapa Tanah Mandailing sudah lama terbuka kepada dunia luar.

Sumber:

No comments:

Post a Comment