Pages

Monday, June 4, 2012

Ichwan Azhari: Nama Batak Bukan dari Orangnya


Ichwan Azhari: Nama Batak Bukan dari Orangnya

Batak sebagai nama etnik (suku) ternyata tidak berasal dari orang Batak sendiri, tapi diciptakan atau dikonstruksi oleh para musafir barat dan kemudian dikukuhkan oleh misionaris Jerman yang datang ke tanah Batak sejak tahun 1860 an.

Sebab dalam sumber-sumber lisan dan tertulis, terutama di dalam pustaha (tulisan tangan asli Batak) tidak ditemukan kata Batak untuk menyebut diri sebagai orang atau etnik Batak.

Jadi dengan demikian nama Batak tidak asli berasal dari dalam kebudayaan Batak melainkan sesuatu yang diciptakan dan diberikan dari luar. Demikian dikatakan sejarahwan dari Unimed, Ichwan Azhari dalam keterangan persnya, Minggu (14/11).

Ichwan Azhari yang juga Ketua Pusat Studi Sejarah dan Ilmu Sosial-Universitas Negeri Medan (Pussis-Unimed) yang baru mengakhiri penelitiannya selama 2 bulan pada arsip misionaris di Wuppertal, Jerman atas biaya Dinas Pertukaran Akademis (DAAD) pemerintah Jerman mengungkapkan, selain meneliti arsip misionaris Jerman, juga melengkapi datanya ke arsip KITLV di Belanda.

Selama meneliti, juga mewawancari sejumlah pakar ahli Batak di Belanda dan Jerman seperti Johan Angerler dan Lothar Schreiner.

Kata Batak menurut Ichwan, awalnya diambil para musafir yang menjelajah ke Sumatra dari para penduduk pesisir untuk menyebut kelompok etnik yang berada di pegunungan dengan nama bata .
Tapi nama yang diberikan penduduk pesisir ini berkonotasi negatif bahkan cenderung menghina untuk menyebut penduduk pegunungan itu sebagai kurang beradab, liar, dan tinggal di hutan,” ungkap Ichwan.
Pada sumber-sumber manuskrip Melayu klasik yang ditelusurinya, seperti manuskrip abad 17 koleksi Leiden juga ditemukan kata Batak di kalangan orang Melayu di Malaysia.

Penyebutan itu sebagai label untuk penduduk yang tinggal di rimba pedalaman semenanjung Malaka. Saat Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), Puteri Gunung Ledang yang sangat dihina dan direndahkan oleh teks ini, melarikan diri ke hulu sungai dan dalam teks disebut : “masuk ke dalam hutan rimba yang amat besar hampir dengan negeri Batak.Maka diambil oleh segala menteri Batak itu, dirajakannya Puteri Gunung Ledang itu dalam negeri Batak itu.”

Tidak hanya di Malaysia, di Filipina juga penduduk pesisir menyebut penduduk pedalaman dengan streotip atau label negatif sebagai Batak.

Untuk itu menurut Ichwan, cukup punya alasan dan tidak mengherankan kalau peneliti Batak terkenal asal Belanda bernama Van der Tuuk pernah risau dan mengingatkan para misionaris Jerman agar tidak menggunakan nama Batak untuk nama etnik karena imej negatif yang terkandung pada kata itu.
Di Malaysia dan Filipina penduduk yang diberi label Batak tidak mau menggunakan label merendahkan itu menjadi nama etnik mereka, ujarnya.

Sedangkan di Sumatra Utara label itu terus dipakai karena peran misionaris Jerman dan pemerintah kolonial Belanda yang memberi konstruksi dan makna baru atas kata itu, ungkapnya.

Dalam penelitiannya di arsip misionaris Jerman di Wuppertal sejak bulan September 2011, Ichwan Azhari melihat para misionaris sendiri awalnya mengalami keragu-raguan untuk menggunakan kata Batak sebagai nama etnik.

Hal ini dikarenakan kata Batak itu tidak dikenal oleh orang Batak ketika para misionaris datang dan melakukan penelitian awal. “Para misionaris awalnya menggunakan kata bata sebagai satu kesatuan dengan lander, jadi bata lander yang berarti tanah batak, merupakan suatu nama yang lebih menunjuk ke kawasan geografis dan bukan kawasan budaya atau suku,” terangnya.

Di arsip misionaris yang menyimpan sekitar 100 ribu arsip berisi informasi penting berkaitan dengan aktifitas dan pemikiran di tanah batak sejak pertengahan abad 19 itu, Ichwan menemukan dan meneliti puluhan peta, baik peta bata lander yang dibuat peneliti Jerman terkenal bernama Junghuhn, maupun peta-peta lain sebelum dan setelah peta Junghuhn dibuat.

Dari peta-peta yang diteliti tersebut, ungkap Ichwan memperlihatkan adanya kebingungan para musafir barat dan misionaris Jerman untuk meletakkan dan mengkonstruksi secara pas sebuah kata Batak dari luar untuk diberikan lepada nama satu kelompok etnik yang heterogen yang sesungguhnya tidak mengenal kata ini dalam warisan sejarahnya.

Dalam peta-peta kuno itu kata Bata Lander hanya digunakan sebagai judul peta tapi di dalamnya hanya nampak lebih besar dari judulnya nama-nama seperti Toba, Silindung, Rajah, Pac Pac, Karo dimana nama batak tidak ada sama sekali.
“Dalam salah satu peta kata Batak di dalam peta digunakan sebagai pembatas kawasan Aceh dengan Minangkabau,” ucapnya.

Bata Lander
Kata Ichwan, kebingungan para misionaris Jerman untuk mengkonstruksi kata Batak sebagai nama suku juga nampak dari satu temuan terhadap peta misionaris Jerman sendiri yang sama sekali tidak menggunakan judul bata lander sebagai judul peta dan membuang semua kata batak yang ada dalam edisi penerbitan peta itu di dalam laporan tahunan misionaris. “Padahal sebelumnya mereka telah menggunakan kata batak itu,” ucap Ichwan.

Kata Batak yang semula nama ejekan negatif penduduk pesisir kepada penduduk pedalaman dan kemudian menjadi nama kawasan geografis penduduk dataran tinggi Sumatra Utara yang heterogen dan memiliki nama-namanya sendiri pada awal abad 20 bergeser menjadi nama etnik dan sebagai nama identitas yang terus mengalami perubahan.

Setelah misionaris Jerman berhasil menggunakan nama Batak sebagai nama etnik, pihak pemerintah Belanda juga menggunakan konsep Jerman itu dalam pengembangan dan perluasan basis-basis kolonialisme mereka.

Bahkan dalam penelitian itu, ujar Ichwan ditemukan nama Batak digunakan sebagai nama etnik para elit yang bermukim di Tapanuli Selatan yang beragama Islam.

Dalam sebuah majalah yang diterbitkan di Kotanopan, Tapanuli Selatan, tahun 1922 oleh pemimpin orang-orang Mandailing seperti Sutan Naposo, Gunung Mulia dll, mereka menggunakan kata Batak sebagai identitas.

“Bahkan nama media mereka diberi nama Organ dari Bataksche-Studiefonds dan uniknya mereka tidak menggunakan marga Mandailing mereka di belakang nama,” ungkapnya. (rmd) analisa


Sumber:
http://bataknews.tumblr.com/post/1606040626/nama-batak-bukan-dari-orangnya

No comments:

Post a Comment