Pages

Friday, May 4, 2012

Mitos Pinggan Pasu dari Tanah Batak


DESEMBER 9, 2008 · 5:59 AM

Mitos Pinggan Pasu dari Tanah Batak

Sumatra Utara digoncang berita tertangkapnya anggota DPRD Kabupaten Simalungun Rudolf Girsang yang diduga terlibat barang antik khas Batak pinggan pasu di Kecamatan Lumbanjulu, Kabupaten Toba Samosir. Bagaimana mungkin seorang wakil rakyat yang digaji tinggi dan juga terkenal sebagai pengusaha angkutan, mau berbuat nekad dan konyol demi dua piring kuno? Sebenarnya apa di balik perampokan ini menimbulkan pertanyaan besar.

Polisi menurut kepala kepolisian sektor Lumbanjulu ajun komisaris Rudy Gabriel Sitinjak, masih mendalami motif pelaku merampok pinggan pasu tersebut. Menurut pengakuan saksi korban, R br Manurung, 43, pelaku Rudolf Girsang telah datang berulangkali menawarkan uang Rp500 juta sampai Rp5 miliar. Ah, angka yang sangat besar untuk harga dua keping pinggan pasu?
Namun menurut Kepala Museum Negeri Sumatra Utara Sri Hartini, untuk barang antik tak ada harga pasar. Tergantung permintaan dan penawaran, kadang tak logis, ukurannya perasaan dan selera. “Ibarat lukisan, menurut kita tidak bagus dan tak karuan, tapi ada yang beli sampai miliaran, katanya abstrak dan unik,”jelasnya.
Pinggan pasu memang bukan barang baru di Tanah Batak. Piring besar yang terbuat dari keramik ini berasal dari daratan Cina, sekitar abad XVII, jaman Dinasti Ching. “Bersamaan dengan masuknya kolonialisme Barat ke Asia. Ukiran naga di piring, merupakan penanda yang tak diragukan lagi. Bahannya dari Celadon atau batu-batuan, belum ada yang dari batu giok,”jelasnya Sri yang juga seorang arkelog ini. Keramik Cina tak hanya ada di Tanah Batak, tapi di seluruh dunia.
Untuk Sumatra Utara, keramik Cina yang lebih tua ditemukan di kota Cina, Labuhan Deli, Medan. “Diperkirakan dari XI sampai XIII, jaman dinasti Sung dan Yuan. Produksi keramik Cina sempat berhenti di abad XIV. Ketika pembangunan jalan tol Belawan-Tanjung Morawa, ditemukan banyak pecahan keramik Cina di Labuhan Deli yang merupakan kota Cina,”jelas Sri Hartini.
Namun menurut penggiat budaya Batak, Nelson Lumbantoruan, pinggan pasu bukan sekedar peninggalan nenek moyang. Bagi sebagian besar orang Batak, pinggan pasu diyakini memiliki nilai magis yang bisa memberi pemiliknya kesaktian dan kesejahteraan. Pinggan pasu dulu digunakan untuk pesta raja-raja, belakangan ada yang memakainya untuk pengobatan alternatif.
Pinggan pasu menurut Nelson bukan satu-satunya yang diburu kolektor dan mafia barang antik dari Tanah Batak. Ada juga yang mendatangi door to door mencari patung, ukir-ukiran gorga, alat musik tradisional, pedang Batak dan berbagai peralatan dapur seperti piring, gelas serta tempayan. “Sejak jaman Belanda, barang antik warisan leluhur ini sudah banyak berpindah tangan, pemiliknya diiming-imingi uang sehingga dijual,”jelasnya.
Tak sedikit barang antik itu yang dijarah dari kuburan-kuburan tua. “Di Samosir banyak yang dibongkar sejak tahun 1950-an, sampai sekarang diduga masih ada yang melakukan penggalian di tempat-tempat yang dianggap ada barang antik seperti pinggan pasu,”tutur Nelson.
Pengalaman serupa disampaikan Sinta Sirait, warga Medan yang menceritakan sekitar 30 tahun lalu, ketika dirinya berumur 10 tahun, ada orang asing yang datang ke rumahnya di Tanah Batak, mencari barang antik. “Banyak orang-orang di kampung yang menjualnya dengan harga mahal, waktu itu,”jelasnya. Ia menyatakan perburuan barang antik masih berlanjut hingga sekarang.
Hasan, salah seorang arkeolog di Museum Negeri Sumatra Utara mengaku sering didatangi kolektor barang antik. “Ada yang menanyakan apakah saya tahu di mana barang antik, ada juga yang menawarkan barang antiknya untuk saya beli,”jelasnya. Bahkan, museum sendiri sekitar dua tahun yang lalu, didatangi sesorang yang menawarkan pinggan pasu dan pustaha laklak.
“Bapak itu menawarkan satu mobil kijang pengganti pinggan pasunya dan satu miliar rupiah untuk pustaha laklaknya. Museum mana punya uang, kita tolaklah,”kenang Hasan. Ia juga sering diajak kolektor untuk mengetes keaslian keramik Cina seperti pinggan pasu.
Menurut mitos, kata Hasan, pinggan pasu yang asli memiliki tiga keunikan. Bisa menawarkan racun, membuat tawar air asin dan membuat makanan tidak basi. “Sudah puluhan kali saya diajak membuktikannnya, tak satupun yang memenuhi kriteria keaslian yang tiga tadi,”jelasnya. Ia juga mengetahui ada yang meyakini pinggan pasu memiliki daya magis yang memberi kesaktian dan kejayaan bagi pemiliknya.
Sri Hartini dan Hasan menduga perampokan barang antik pinggan pasu motifnya tidak semata-mata soal uang. “Bisa saja, mitos tadi, nafsu ingin memiliki, karena percaya pemilik pinggan pasu membuat sakti dan kaya,”terang mereka. Jadi bisa saja kasus perampokan di Lumbanjulu, Toba Samosir berkaitan dengan mitos ini.
Pasar gelap keramik Cina memang menggiurkan dan mengundang banyak orang untuk bermain. Bea Cukai Medan sendiri sudah berulangkali menggagalkan penyelundupannya ke Singapura dan Malaysia. “Barang antik kita banyak beredar di dua negara itu, selain di Amerika dan Eropa. Mungkin semacam kebanggan memilikinya, atau bisa saja terkait mitos itu,”katanya Sri Hartini.
Pinggan pasu ternyata bukan lagi sekedar barang antik. Pinggan pasu banyak diburu karena nafsu untuk berkuasa dan kaya raya. Padahal jika benar pinggan pasu membuat kaya, mengapa Tanah Batak pernah menjadi peta kemiskinan? Atau karena pinggan pasunya dijual, maka daerah di tepian Danau Toba itu menjadi miskin? Hanya satu yang pasti, mafia barang antik tak akan berhenti sebelum menemukan lagi dan lagi pinggan pasu…(Bantors Sihombing)

Sumber:

No comments:

Post a Comment