Pages

Tuesday, May 1, 2012

Sejarah Kemenyan atau Menyan dan Kegunaannya


Sejarah Kemenyan atau Menyan dan Kegunaannya

 
Ada sebuah cerita yang sangat di percaya oleh masyarakat Tapanuli, Sumatera Utara. Salah satu persembahan yang di bawa tiga majuz atau cendikiawan dari timur untuk bayi yesus yang baru lahir di Betlehem itu berasal dari tanah Tapanuli.

Persembahan itu berupa kemenyan, mendampingi dua persembahan lainya emas dan mur.
Lewat cerita turun temurun, masyarakat Tapanuli percaya kemenyan itu dibawa dari pelabuhan barus, yang dulu pernah menjadi pelabuhan besar, menuju timur tengah hingga ke Betlehem.
Cerita itu semakin bergulir mengingatkan sebagian besar penduduk Tapanuli beragama kristen dan katolik yang erat dengan cerita kelahiran Nabi Isa.

Kebenaran memang perlu di teliti, tetapi setidaknya dari cerita itu bisa terlihat bahwa sampai sekarang getah harum yang bernama Kemenyan, yang dalam bahasa Batak di sebut hamijon, itu begitu erat dengan kehidupan orang Tapanuli.
Cerita masyarakat sekitar Daerah Sumatera Utara, kemenyan pernah menyejahterakan masyarakat Tapanuli. Dan..getah harum itu ikut pula membesarkan namanya. Sekitar tahun 1936 harga satu kilogram kemenyan sama dengan satu gram emas.

Standar itu terus dipakai oleh petani dan pengepul di Tapanuli. Atau satu kilogram kemenyan setara satu kaleng (16 kilogram) beras.
Tidak begitu banyak mengetahui orang - orang tentang sejarah kemenyan di Tapanuli. Kebanyakan warga menyebut sebagai tanaman ajaib yang sudah ada sejak ratusan tahun dan menghidupi masyarakat Tapanuli.

Petani di Dolok Sanggul Kabupaten Humbang Nasundutan, pernah mengutarakan, pada tahun 1960 an. Harga kemenyan benar - benar sama dengan emas. Harga itu pelan - pelan surut sekitar tahun 1980 an, harga kemenyan terus merosot hingga hanya separuh, bahkan sepertiga harga satu gram emas.
Jika sebelum tahun 1980 kemenyan mampu menyumbang 60 persen ekonomi rumah tangga, kini turun menjadi sekitar 20 persen.

Kemenyan (Stryrax sp) yang termasuk famili Stryracca Ceae dari ordo Ebeneles di usahakan oleh rakyat Sumatera Utara di tujuh Kabupaten, terutama Kabupaten Tapanuli Utara, Humbang Hasundutan, Pakpak Bharat, dan Toba Samosir. Tanaman Kemenyan juga dikembangkan di Dairi, Tapanuli Selatan, dan Tapanuli Tengah. Meski tidak terlalu banyak. Sedangkan penghasil kemenyan terbesar masih di Tapanuli Utara dan Humbang Hasundutan.

Di Daerah Tapanuli Utara, kemenyan menjadi komoditas andalan daerah di bawah kopi dan karet. Dari 56.003 keluarga di Kabupaten itu 30.446 keluarga atau lebih dari 54 persen menjadikan kemenyan sebagai sumber penghasilan. Di Humbang Hasundutan bahkan sekitar 65 persen keluarga (33.702) hidup dari pohon kemenyan. Komoditas ini menduduki posisi kedua di bawah kopi.

Di perkirakan pada tahun 2005 luas tanaman kemenyan di Sumatera Utara mencapai 23.592,70 hektar dengan produksi 5.837,86 ton. Produktivitas getah 294,31 kilogram per hektar per tahun. Getah kemenyan mengandung asam sinamat. Sekitar 36,5 persen yang banyak di gunakan untuk industri farmasi, kosmetik, rokok, obat - obatan, dan ritual keagamaan.
Bukan hanya untuk ritual, sebelum agama kristen masuk Tapanuli, kemenyan banyak digunakan masyarakat Batak untuk kegiatan ritual Penyembahan Alam. Kemenyan banyak digunakan akan tradisi penghormatan kepada Sang Pencipta.

Asap pembakaran yang membumbung tinggi menjadi representasi doa yang juga naik kepada Sang Pencipta. Dalam tradisi katolik, misalnya kemenyan di gunakan dalam Misa khusus, menjadi bagian dari serbuk ratus yang di bakar dalam arang membara yang menghasilkan asap harum.

Kemenyan tumbuh di daerah pegunungan dengan ketinggian 900 - 1200 meter di atas permukaan laut, bersuhu antara 28 - 30 derajat celcius di tanah podsolik merah kuning dan latosol, keasaman tanah antara 5,5 hingga 6,5 dengan kemiringan tanah maksimal 25 derajat.

Tanaman tahunan ini mampu hidup lebih dari 100 tahun. Kemenyan yang banyak tumbuh di Sumatera Utara adalah kemenyan jenis durame (styrax benzoine) dan kemenyan toba (styrax sumatrana). Kemenyan durame lebih cepat tumbuh di banding toba, durame bisa di sadap sejak umur 6 - 7 tahun dengan warna getah cenderung hitam. Sedangkan toba di sadap umur 10 - 13 tahun dengan jenis getah putih.
Penyadapan kemenyan tidak perlu wadah, getah di biarkan keluar dari batang pohon, meleleh di kulit pohon. Pada cukilan pertama, batang pohon akan menghasilkan getah berwarna putih yang baru bisa di ambil sekitar tiga bulan kemudian. Getah itu menempel di kulit pohm, sehingga untuk memanen petani harus mencongkel kulit batang kemenyan.

Getah putih di sebut sidukabi atau mata zam - zam ini bernilai paling tinggi.
Bekas cukilan itu akan menghasilkan tetesan getah kedua yang di sebut jalur atau jurur, yang bisa di panen dua tiga bulan setelah memanen mata zam - zam. Setelah itu muncul getah ketiga yang disebut tahir, harganya jauh lebih murah dari pada harga mata. Jika mata berwarna putih, warna tahir atau jujur semakin menghitam.

Bila anda membutuhkan kemenyan atau pesanan dalam bentuk apapun, silahkan menghubungi kami.

No comments:

Post a Comment