Pages

Monday, April 30, 2012

Ekosistem Danau Toba Semakin Mengkhawatirkan


Ekosistem Danau Toba Semakin Mengkhawatirkan

 
Oleh: Harmen Azmi. Danau Toba merupakan satu bukti peristiwa alam yang terjadi lebih kurang 750 tahun lalu. Menurut Bill Rose dan Craig Chesner dari Michigan Technological University, Danau Toba terjadi karena gempa vulkanik dengan letusan dasyat. Gempa vulkanik yang terjadi di pulau Sumatera itu mengakibatkan debu vulkanik tertiup angin sampai ke Barat selama dua minggu. Debu vulkanik ditiup angin dari China sampai ke Afrika Selatan. Letusannya terjadi sampai seminggu, lontaran debunya mencapai 100 km di atas permukaan laut.

Kejadian ini mengakibatkan kematian massal dan beberapa spesies juga ikut mengalami kepunahan. Menurut beberapa bukti DNA letusan ini juga menyusutkan jumlah manusia bumi saat itu, yaitu sekitar 60 juta manusia. Letusan ini juga ikut menyebabkan terjadinya zaman es, walaupun hal ini masih menjadi perdebatan para ahli.

Setelah letusan itu, terbentuk kaldera yang kemudian terisi oleh air dan sekarang dikenal dengan nama Danau Toba. Tekanan ke atas oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir. Keindahan Danau Toba dengan Pulau Samosirnya telah tersebar ke seluruh pelosok dunia.

Tidak bisa dipungkuri, Danau Toba memang sebuah danau yang sangat indah. Sebelum krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997, wisatawan dalam dan luar negeri berbondong-bondong mengunjungi daerah-daerah di seputaran Danau Toba. Pada tahun 1996 tingkat hunian hotel di Parapat mencapai 80 sampai 90 persen. Kini merosot menjadi hanya 25 hingga 30 persen, bahkan sering kurang dari angka tersebut.

Danau Toba sekarang, memang tidak seindah dulu lagi. Ia bukan lagi menjadi primadona para turis. Bila sejenak mata dilayangkan pada keluasan Danau Toba, tidak hanya terpapar birunya air. Namun juga bergabung dengan nuasan hijau, terutama di sekitar bibir danau.

Yah, tumbuhan eceng gondok di perairan Danau Toba sebenarnya sudah terdapat sejak puluhan tahun lalu. Sekitar empat puluh tahun lalu, eceng gondok sudah terdapat di perairan Balige dan Sigumpar dengan jumlah yang terbilang kecil. Sekarang, tumbuhan ini sudah merata pada seluruh sisi Danau Toba dengan populasi dan volume yang relatif tinggi. Sehingga dianggap sebagai tumbuhan pengganggu yang mengkhawatirkan. Sebenarnya, keberadaan eceng gondok seperti dua sisi mata uang. Selain mengganggu, eceng gondok juga bermanfaat sebagai tempat memamah-biak ikan-ikan dalam danau, dan masyarakat bisa menjadikannya sebagai pupuk kompos. Sayangnya pertumbuhan eceng gondok terbilang sangat cepat. Jika terlalu banyak, eceng gondok akan menghalangi sinar matahari menembus ke dalam air, sehingga akan mengganggu ekosistem danau.

Tentu saja eceng gondok tidak tumbuh dan berkembang dengan sendirinya. Danau Toba yang semakin tercemar merupakan penyebab utama semakin pesatnya pertumbuhan dan populasi eceng gondok tersebut. Karena pencemaran air tawar memang sangat berkaitan dengan pertumbahan eceng gondok.

Banyak hal faktor sebagai pencemar air Danau Toba, di antaranya adalah residu pupuk kimia yang terbawa air hujan dan mengalir ke danau, pembuangan sampah dari pemukiman penduduk. Baik yang dibuang secara langsung ke dalam danau maupun yang terikut ketika hujan turun. Selain itu juga dicurigai hotel-hotel maupun restoran yang berada di sekitar Danau Toba membuang limbahnya langsung ke dalam danau. Demikian juga dengan pembuangan sampah kota dan limbah pabrik dari industri kerajinan rakyat. Kerambah perusahaan maupun milik masyarakat semakin memperparah air danau dengan sisa-sisa pellet yang mengandung bahan kimia itu. Meningkatnya populasi eceng gondok adalah indikasi meningkatnya polutan logam berat di air danau.

WC Raksasa

Jika hal ini tetap dibiarkan, bukan tidak mungkin kelak Danau Toba akan berubah menjadi WC raksasa, tempat pembuangan segala sampah. Jika hal ini sampai terjadi, Danau Toba akan semakin dijauhi para wisatawan, baik luar maupun dalam negeri. Tentu saja ini akan berimbas pada pendapatan daerah dan masyarakat sekitar Danau Toba. Tidak sedikit masyarakat selama ini menggantungkan hidup dari para wisatawan, seperti pemilik hotel dan restoran di sekitar danau.

Sayangnya, pemerintah 8 kabupaten yang berada di sekitar Danau Toba dan pemerintah provinsi terkesan tidak serius menangani keadaan Danau Toba sekarang ini. Terbukti, masih beroperasinya sejumlah perusahaan yang membabat habis hutan penyangga Danau Toba. Selain itu masih dibuangnya limbah dan sampah ke dalam danau, dan belum ditertibkannya secara serius kerambah terapung yang merusak ekosistem.

Danau Toba merupakan milik kita bersama, harus kita jaga dan pelihara bersama. Para ilmuwan, pemerintah, akademisi, LSM dan masyarakat harus bekerja sama mengelola danau ini. Kalau pengelolaannya hanya sebatas melibatkan pemerintah daerah kabupaten di sekitar danau Toba saja maka dikuatirkan kebijakan yang dikeluarkan masing-masing daerah tidak seragam. Ini kurang efektif dan cenderung kurang konsentrasi pada pelestarian Danau Toba, karena peraturan yang akan dikeluarkan hanya sebatas Peraturan Daerah (Perda) bukan undang-undang.

Akhir-akhir ini, sebagaian insan memang sudah lebih perduli terhadap danau ini. Tersiar kabar, sebuah radio swasta di Samosir menggerakkan massa untuk membersihkan eceng gondok dan sampah-sampah yang berada di Danau Toba. Sayangnya, ketika kegiatan tersebut dilaksanakan, masyarakat sekitar justru kebanyakan hanya sebagai penonton. Dan kegiatan ini, tentu saja tidak cukup untuk menyelamatkan Danau Toba. Dibutuhkan sebuah terobosan baru untuk itu.

Pemerintah perlu memberdayakan masyarakat di sekitar danau, memanfaatkan eceng gondok dan sampah-sampah plastik yang berada di danau dan mengolahnya menjadi benda berguna. Dengan itu, diharapkan masyarakat tidak dengan terpaksa mengambil eceng gondok, dan tidak terbuang percuma di bibir danau.

Selain itu, kita sebagai masyarakat Sumatera Utara pada umumnya, perlu menanamkan sikap dalam hati, Danau Toba merupakan milik kita bersama. Harus kita jaga dan pelihara keindahannya. Kita pastikan keindahan itu tetap lestari dan dapat dinikmati anak cucuk kita dan mendatangkan candu bagi para wisatawan.

Mari, kita jaga ekosistem Danau Toba sekarang juga.


Sumber:

No comments:

Post a Comment