Pages

Wednesday, March 14, 2012

Pesta Adat 'Mangalahat Horbo' Pukau Para Bule


Pesta Adat 'Mangalahat Horbo' Pukau Para Bule

Selasa, 27 September 2011
DI PULAU Samosir para wisatawan tidak hanya bisa melihat keindahan Danau Toba saja
Melainkan, mereka dapat pula menghabiskan waktu di beberapa tempat semisal berkunjung ke museum, salah satunya Museum Huta Bolon-Simanindo, Samosir. Untuk menuju museum bisa menggunakan bus travel atau mengendarai sepeda. Bisa pula menggunakan kapal dari dermaga di Parapat.

Saat Belanda berkuasa di Sumatera Utara, mereka mengangkat seorang raja untuk mengepalai nagari. Dia menunjuk Raja Sidahuruk sebagai penguasa. Nah, museum Huta Bolon merupakan tempat tinggal Raja Sidahuruk. Beberapa koleksi museum adalah benda-benda yang peninggalan sang raja. Satu lagi yang menarik di museum ini adalah pesta adat Mangalahat Horbo. Upacara ini sangat memukau bule-bule yang berkunjung lantaran mereka menganggapnya unik.

Untuk bisa menikmati pesta adat tersebut, pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp 30 ribu. “Pengunjung lokal maupun luar negeri tiketnya sama,” ucap bagian ticketing Onsan Naibaho kepada TNOL, Jumat (24/9). Dengan tiket sebesar itu, pengunjung diberikan lembaran informasi tentang museum agar memahami makna pesta adat. Ada sembilan bahasa yang mereka sediakan, antara lain Indonesia, Inggris, Spanyol, Belanda, Jepang dan Rusia. Menurut Onsan, Huta Bolon adalah sebuah kampung tua.

Huta berarti kampung tradisional orang Batak yang dikelilingi benteng dengan tanaman bambu guna menghalangi musuh masuk ke dalam. Huta hanya mempunyai satu pintu gerbang. Rumah di dalam Huta berbaris di samping kanan dan kiri rumah raja. Rumah raja dinamakn Rumah Bolon. Dihadapan Rumah Bolon terdapat lumbung padi diberi nama Sopo. Dari Sopo ini pengunjung bisa menyaksikan upacara adat atau duduk di bangku yang terbuat dari semen.

Memotong Kerbau
Dahulu halaman tengah antara Rumah Bolon dan Sopo digunakan sebagai tempat Mangalahat Horbo. Arti Mangalahat Horpo  adalah acara adat memotong kerbau dan memukul gendang. Disana didirikan sebuah tonggak dihiasi dengan daun-daun melambangkan pohon suci. Tonggak bernama Borotan, di Borotan itulah kerbau digiring serta disembelih. Oslan menuturkan, pesta adat dilakukan sekitar 10 orang. Lima perempuan dan lima lelaki, mereka nantinya akan menari diiringi musik yang berada di dalam Rumah Bolon.

)Tahapan-tahapan pesta adat Mangalahat Horbo adalah melakukan Gondang Lae-lae, doa kepada dewata agar kerbau tidak bertingkah jelek sewaktu digiring ke Borotan. Kepercayaan orang Batak zaman dahulu setiap tingkah laku kerbau merupakan tanda baik atau buruk terhadap sebuah pesta. Berikutnya Gondang Mula-mula, doa kepada dewa pencipta bumi, langit dan segala isinya agar dianugerahkan putra dan putri, membawa kekayaan, menjauhkan bala dan menyembuhkan segala penyakit kepada yang menyelenggarakan pesta.

Gondang Mula Jadi, tarian untuk mengatakan bahwa doa telah dikabulkan oleh dewata atau Tuhan. Gondang Shata Mangaliat, orang berpesta menari dengan mengelilingi tonggak atau Borotan penyembelih kerbau. Kerbau selanjutnya disembelih dan dagingnya dibagi-bagikan kepada yang berpesta serta kepada yang berhak menerima sesuai dengan adat yang ditentukan.
Gondang Marsiolop-olopan, orang berpesta saling memberi selamat kepada sesama. Gondang Siboru, tari untuk para pemuda. Ketika pemuda menari datanglah puteri yang masing-masing mengharapkan agar pemuda melamarnya. Gondang Sidoli, tari untuk pemudi. Saat pemudi menari datanglah pemuda untuk mendekati seorang puteri yang dicintainya dan didambakan. Sebagai tanda pemuda mencintai puteri, dia akan memberi sejumlah uang.

Gondang Pangurason, roh nenek moyang berpesta datang dan menyusup pada tubuh salah satu seorang penari dan memberi berkat kepada mereka. Tari bersama, semua tamu diajak menari bersama tuan rumah yang mengadakan pesta. Tortor Tunggal Panaluan, tari diperankan seorang dukun untuk berkomunikasi dengan dewata Natolu meminta sesuatu seperti meminta hujan, keturunan atau kesuksesan dalam kehiduapan. Ditutup dengan Gondang Sigale-gale, sebuah tari boneka terbuat dari kayu mirip manusia.

Wisatawan Asing Mengenakan Busana Adat
Konon, zaman dahulu ada seorang raja hanya mempunyai seorang anak tunggal. Suatu ketika anak raja jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia. Raja sangat sedih menerima musibah tersebut, sebab sang anak yang diharapkan meneruskan kerajaan sudah tidak ada. Demi meringankan penderitaan raja, sekaligus mengenang anaknya, raja memerintahkan rakyatnya mengukir sebuah patung yang sangat mirip dengan sang anak. Bila raja ingin melihat anaknya, raja akan membuat pesta tarian Sigale-gale.

Sementara saudara perempuan Sigale-gale akan melepaskan kerinduan dengan menari bersama Sigale-gale. Melihat seluruh rangkaian pesta adat Mangalahat Horbo, para bule-bule terkesima. Mereka juga tak lupa mengabadikan tahapan demi tahapan pesta adat. Ketika bagian Gondang Sigale-gale berlangsung, mereka juga tidak sungkan mengeluarkan uang dan meletakkan disebuah wadah yang tak jauh dari patung kayu. Usai menonton pesta adat, bule-bule diperkenankan mencoba salah satu tarian.

Mereka dilengkapi dengan kain ulos. Bule-bule sangat senang mendapatkan kesempatan itu. Terlebih mereka dibimbing oleh salah satu tetua adat. Bahkan, mereka diizinkan pula memakai baju adat. Ini dialami oleh wisatawan asal Belgia, Ashraf. Ashraf yang fasih berbahasa Perancis ditemani oleh tour guide Metta. Ashraf mengenakan pakaian adat lantaran ingin merasakannya. Saat mengenakan pakaian adat, banyak pengunjung lokal tertarik foto bersama Ashraf.
Dengan ramah Ashraf melayani dan dia tidak ragu bergaya. Ashraf datang ke museum juga ingin mengetahui kehidupan sehari-hari orang Batak. Plus bagaimana karakter dan budaya orang Batak. Museum Huta Bolon sendiri buka setiap hari dan dikelola oleh Yayasan Bolon Simanindo. Pesta adat Mangalahat Horbo berlangsung dua kali. Pertunjukan pertama pukul 10.30-11.45 WIB. Pertunjukan kedua pukul 11.45-12.10 WIB.

Museum berdiri dari tahun 1969. Selama berdiri, museum pernah mengalami tidak ada pengunjung. “Tapi kita tetap buka,” jelas Onsan. Turis dari berbagai negara kerap mengunjungi museum. Mereka berasal dari Jerman, Perancis, Jepang, Malaysia, Singapura, Spanyol dan Belanda. “Turis terbanyak dari Belanda,” tutur Oslan. Pria yang bekerja sejak tahun 1998 ini merasa senang bila tamu banyak berdatangan ke museum. “Dukanya kalau tidak ada tamu,” tuntas Oslan.



Sumber:

No comments:

Post a Comment