Pages

Thursday, March 8, 2012

Masyarakat Pakpak


Masyarakat Pakpak

Masyarakat Pakpak merupakan suatu kelompok suku bangsa yang terdapat di Sumatera Utara. Secara tradisional wilayah komunitasnya disebut tanoh Pakpak. Tanoh Pakpak terbagi atas sub wilayah yakni: Simsim, Keppas, Pegagan (Kab Dairi), Kelasen (Kec. Parlilitan – Humbahas) dan Kec. Manduamas (Tapteng) Serta Boang (Aceh Singkel). Dalam administratif di 5 Kabupate , yakni: Kab Pakpak Bharat, Kab Dairi, Kab Humbang Hassundutan, Kab Tapanuli Tengah (Sumatera Utara) dan Kab Singkel (NAD). Maka sejak di bentuknya Kabupaten Pakpak Bharat maka penduduknya boleh dikategorikan homogen dan walaupun tanoh Pakpak tersebut secara wilayah administratif terpisah, namun secara geografi tidak terpisah satu sama lain karena berbatasan langsung walaupun hanya bagian bagian kecil dari wilayah kabupaten tertentu, kecuali Kabupaten Pakpak Bharat menjadi sentra utama orang Pakpak.

Kesatuan komunitas terkecil yang umum di kenal hingga saat ini disebut Lebuh dan Kuta. Lebuh merupakan bagian dari Kuta yang di huni oleh klen kecil sementara kuta adalah gabungan dari lebuh-lebuh yang dihuni oleh suatu klen besar (marga) tertentu. Jadi setiap lebuh dan kuta dimiliki oleh klen atau marga tertentu dan dianggap sebagai penduduk asli, sementara marga tertentu dikategorikan sebagai pendatang. Selain itu orang Pakpak menganut prinsip Patrilineal dalam memperhitungkan garis keturunan dan pembentukan klen (kelompok kekerabatan)nya yang disebut marga. Dengan demikian berimplikasi terhadap sistem pewarisan dominan diperuntukkan untuk anak laki-lakisaja. Bentuk perkawinannya adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest)

Dalam kajian-kajian yang ada Pakpak sering dikelompokkan menjadi sub etnis Batak, tetapi dalam artikel ini digunakan konsep masyarakat Pakpak karena istilah Batak terlalu umum atau general pada hal substansi kebudayaannya berbeda satu sama lain.

2. Sejarah Perkembangan dan Persebaran Kelompok Suku Bangsa Pakpak
Hingga artikel ini dituliskan belum ditemukan bukti yang atutentik dan pasti tentang asal usul dan sejarah persebarang orang Pakpak. Hasil penelitiann ang dilakukan menunjukkan beberapa variasi. Pertama dikatakan bahwa orag Pakpak berasal dari India selanjutnya masuk ke pedalaman dan beranak pinak menjadi orang Pakpa. Versi lain menyatakan orang Pakpak berasal dari etnis Batak Toba dan yang laiin menyatakan orang Pakpak sudah ada sejak dahulu. Mana yang benar menjadi relatif karena kurang didukung oleh fakta-fakta yang objektif. Alasan dari India misalnya hanya didasarkan pada adanya kebiasaan tradisional Pakpak dalam pembakaran tulang-belulang nenek moyang dan Barus sebagai daerah pantai dan pusat perdagangan berbatasan langsung dengan tanoh Pakpak. Alasan Pakpak berasal dari Batak Toba hanya adanya kesamaan struktur sosial dan kemiripan nama-nama marga. Sedangkan alasan ketiga yang menyatakan dari dahulu kala sudah ada orang Pakpak hanya didasarkan pada folklore di mana diceritakan adanya tiga zaman manusia di Tanoh Pakpak, yakni zaman Tuara (Manusia Raksasa). zaman si Aji (manusia primitif) dan zaman manusia (homo sapien).

Berdasarkan dialek dan wilayah persebarannya, Pakpak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian besar yakni: Pakpak Simsim, Pakpak Keppas, Pakpak Pegagan, Pakpak Boang dan Pakpak Kelasen (Coleman, 1983; Berutu, 1994). Masing-masing sub ini dibedakan berdasarkan hak ulayat marga yang secara administratif tidak hanya tinggal atau menetap di wilayah Kabupaten Dairi (sebelum dimekarkan), tetapi ada yang di Aceh Singkil, Humbang Hasundutan (sebelum dimekarkan dari Tapanuli Utara) dan Tapanuli Tengah. Pakpak Simsim, Pakpak Keppas dan Pegagan secara administratif berada di wilayah kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat, sedangkan Pakpak Kelasen berada di kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Tengah Khususnya di Kecamatan Parlilitan dan Kecamatan Manduamas. Berbeda lagi dengan Pakpak Boang yang menetap di wilayah kabupaten Singkil, khususnya di Kecamatan Simpang Kiri dan Kecamatan Simpang Kanan.

Marga-marga Pakpak yang termasuk Pakpak Simsim, misalnya: marga Berutu, Padang, Bancin, Sinamo, Manik, Sitakar, Kebeaken, Lembeng, Cibro, dan lain-lain. Marga Pakpak Keppas misalnya: marga Ujung, Capah, Kuda diri, Maha dan lain-lain. Marga Pakpakkelasen misalnya: Tumangger, Tinambunen, Kesogihen, Meka, Maharaja, Ceun, Mungkur dan lain-lain. Marga Pakpak Boang, misalnya: Saraan, Sambo, Bacin dan lain-lain.

3. Pengelolaan Lingkungan Pada Masyarakat PakpakHasil-hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa masyarakat Pakpak memiliki sejumlah nilai budaya, pengetahuan, aturan, kepercayaan, tabu, sanksi, upacara dan perilaku budaya yang arif dalam pengelolaan lingkunan. Usman Pelly (1987: 269) menyatakan bahwa masyarakat Pakpak sangat menghargai alam dengan adanya tabu-tabuyang selalu dipatuhi. Lebih lanjut Zuraida dkk, (1992) menyatakan bahwa orang Pakpak memiliki aturan-aturan dalam menjaga konservasi alam. Kedua ahli ini belum menjelaskan secara eksplisit tabu-tabu dan aturan-aturan yang kondusif terhadap konservasi alam. Penelitian lebih lanjut oleh penulis membuktikan pernyataan kedua ahli tersebut. Kearifan dalam konservasi alam tersebut terjadi dalam berhubungan dengan alam. Ada yang disadari dan ada pula yang tidak disadari oleh masyarakat Pakpak yang terkandung dalam sejumlah nilai, aturan, tabu dan upacara terutama kegiatan yang berhubungan langsung dengan alamseperti dalam sistem ladang berpindah, mencari damar, berburu, dan meramu dan pengelolaan hutan kemenyaan.

Selain itu berhubungan dengan kepercayaan tradisional di setiap lebih dan kuta ditemukan atau dikenal adanya area-area yang pantang untuk di ganggu unsur biotik dan abiotik yang ada di dalamnya karena dianggap mempunyai kekuatan gaib antara lain: rabag, gua, daerah pinggiran sungai dan jenis-jenis pohon dan binatang tertentu yang dianggap memiliki mana. Jenis tumbuhan tersebut misalnya pohon ara, Simbernaik (sejenis pohon penyubur tanah). Jenis binatang yang jarang diganggu isalnya monyet, kera dan harimau. Pada awalnya tempat-tempat tersebut dijadikan sebagai tempat persembahan terhadap kekuatan gaib namun saat ini walaupun umumnya mereka telah menganut agama-agama besar seperti Islam danKristen, tetap dianggap keramat danmempunyai kekuatan sehingga kalau diganggu dapat berakibat terhadap keselaman baik secaralangsung maupun tidak langsung (Berutu, 1994; 1996; 1997;1998; 1999).


Disadur dari Buku: Aspek-Aspek Kultural Etnis Pakpak (sebuah eksplorasi tentang potensi lokal)Penerbit Monora Medan : Lister Berutu, Pasder Berutu, Mariana Makmur. Cetakan Pertama 2002






Sumber: 

No comments:

Post a Comment