DARI SUNDALAND HINGGA DI NEGERI TOBA Sebuah
Penelusuran Para Ahli Genetika
Oleh: Edward Simanungkalit *
Oleh: Edward Simanungkalit *
Sumber:
forgottenmotherland.com
Sundaland dalam Ilmu Pengetahuan Modern
Setelah Gunung Toba meletus 74.000 tahun lalu
yang memusnahkan hampir semua manusia dan kalderanya menjadi Danau Toba, maka
terjadi kembali migrasi manusia dari Afrika ke Sundaland di sekitar 70.000
tahun lalu. Mereka bermigrasi menyusuri pesisir pantai melalui India Selatan
sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Stephen Oppenheimer dari Oxford University,
Inggris, yang dikenal menulis buku: “Eden in The East: The Drowned Continent of
Southeast Asia” (1999). Dia menulis buku ini setelah memimpin proyek besar yang
dipercayakan HUGO (Human Genome Organizatioan) melakukan pemetaan DNA manusia
sedunia (Kompas, 20/10-2011). Kemudian 90 orang lebih ilmuwan Asia dari
konsorsium Pan-Asian SNP di bawah naungan Human Genome Organization (HUGO)
memetakan jalur migrasi manusia ini sebagai satu-satunya jalur migrasi ke
Sundaland secara lebih tegas. Para ilmuwan ini telah melakukan studi terhadap
73 populasi Asia Tenggara dan Asia Timur, yang selain berhasil memetakan jalur
migrasi tadi, mereka menyimpulkan bahwa akar genetik manusia berhubungan sangat
erat antara kelompok etnik dan kelompok bahasa (Detik, 11/12-2009; Kompas,
14/12-2009 & 12/12-2011). Migrasi dari Afrika yang tejadi ini sebagian
melewati Sundaland hingga sampai ke Papua dan Australia, yang sekarang disebut Aborigin
di Australia. Migrasi dari Afrika ini sesuai dengan teori “Out of Africa” yang
terkenal itu.
Sejak 20.000 tahun lalu, menjelang tenggelamnya
Sundaland, terjadi banyak letusan gunung berapi, gempa bumi, dan banjir,
sehingga membuat para penghuni Sundaland berhamburan ke Asia Daratan, yang
disebut sebagai peristiwa “Out of Sundaland”. Dengan demikian, selama 50.000
tahun sudah banyak manusia mendiami Sundaland, sehingga Stephen Oppenheimer
tiba pada kesimpulan bahwa Sundaland merupakan induk peradaban dunia (Kompas,
27/10-2010). Di sisi lain, Prof. Arysio Nunes dos Santos, Ph.D. dalam bukunya:
“Atlantis The Lost Continent Finally Found” (2005), malah menguraikan sebuah
teori yang menempatkan secara definitif bahwa Atlantis berada di wilayah
Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Brunei (Wikipedia). Kemudian terkait dengan
keterlibatannya dalam penelitian atas situs megalitik Gunung Padang di Cianjur,
geolog Dr. Danny Hilman (2013), menulis dan meluncurkan bukunya dalam acara
seminar: “PLATO TIDAK BOHONG: Atlantis Ada di Indonesia”. Lebih jauh lagi,
Dhani Irwanto, dalam bukunya: “Atlantis: The Lost City is in Java Sea” (2015),
menyampaikan sebuah hipotesis baru bahwa Atlantis ada di Laut Jawa, dekat Pulau
Bawean, yaitu di antara pulau Bawean dengan daratan Kalimantan. Semuanya ini
menyebabkan Indonesia menjadi perhatian para ilmuwan dunia sekarang ini dengan
sebuah pertanyaan: “Apakah yang mereka kerjakan selama 50.000 tahun di
Sundaland?”. Stephen Oppenheimer dan Arysio Nunes dos Santos telah berjasa
mempromosikan Indonesia ke seluruh dunia melalui buku yang mereka tulis.
Sundaland akhinya tenggelam sekitar 8.000 tahun
lalu di mana air laut naik permukaannya hingga memasuki daratan rendah
Sundaland tersebut. Sehingga, tinggallah Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau
kecil di sekitarnya, yang merupakan daratan tertinggi dari Sundaland tersebut
dan menjadi terpisah dari Semenanjung Malaka. Demikianlah bekas kawasan
Sundaland yang sekarang dikenal dengan Semanjung Malaka, Sumatera, Jawa,
Kalimantan, dan pulau-pulau kecil lain di sekitarnya.
Y-DNA Haplogroups dari Populasi Toba
Sebagaimana dikemukakan oleh Tatiana M. Karafet
(Karafet et al. 2010), dari Universitas Arizona – Amerika Serikat, bahwa TOBA
Y-DNA Haplogroup terdiri dari: K-M526*=
13,51%, O-M95*= 13.51%, O-M201*= 56,76%, O-M110= 10,81%, O-P203=
2,7%, dan R-M214= 2,7%
(http://www.anthrogenica.com/showthread.php?2573-New-DNA-Papers-General-Discussion
Thread/page49).
Kemudian lebih lengkap lagi mengenai Y-DNA Toba
ini digambarkan seperti di bawah ini:
Sumber: forgottenmotherland.com
Populasi Sundaland Tatiana M. Karafet et al.
(2010) menjelaskan sebelumnya bahwa K-M526*
ditemukan di Sumatera dan Sulawesi.
K-M526* ditemukan pada Toba dan Mandar. Karena ada ditemukan pada populasi
etnis Toba, sehingga perlu juga hal ini dibicarakan secara khusus. Phylogeny
tree yang disusun berdasarkan penelitian Tatiana M. Karafet et al. (2014),
dalam papernya: “Improved phylogenetic resolution and rapid diversification of
Y-chromosome haplogroup K-M526 in
Southeast Asia”, membantu memberikan penjelasan tentang K-M526* yang berawal dari K2. Terkait dengan Toba Y-DNA Haplogroups
di atas, maka lebih jauh perlu juga melihat Phylogenetic Tree berdasarkan
Karafet et al., (2014) sebagai berikut:
Sumber: forgottenmotherland.com
Karafet et al. (2014) menjelaskan bahwa
struktur filogenetik dari haplogroup K-M526*
sekarang dibagi dalam 4 subclade utama (K2a-d). Adapun yang terbesar ialah K2b,
yang dibagi menjadi dua kelompok: K2b1 dan K2b2. K2b1 menggabungkan haplogroup
sebelumnya yang dikenal sebagai haplogroup M, S, K-P60 dan K-P79. Sedang K2b2
terdiri dari haplogroup P dan sub-haplogroup Q dan R, yang mayoritas membentuk
garis keturunan ayah/pria (paternal) di Eropa, Eurasia dan Amerika. Dan, merupakan
satu-satunya subclade K2b yang berada di luar geografi Sundaland dan Oseania.
Itu sebabnya, disimpulkan bahwa haplogroup P, yang merupakan leluhur bangsa
Eropa, bermigrasi dari Sundaland seperti dikemukakan sebelumnya oleh Stephen
Oppenheimer. Sementara itu, K2-M526*
ditemukan pada populasi Sumatra & Sulawesi, dan jika perpisahan ini terjadi
50.000 tahun yang lalu, maka lokasi paling ideal adalah di antara keduanya,
yaitu Sundaland. Berdasarkan mtDNA populasi Etnis Toba dengan macrohaplogroup M
yang sebanding dengan frekuensi K-M526*, maka diperkirakan K-M526* berasal dari populasi Sundaland.
Sumber: geneticdisorders.info
Y-DNA dari Populasi Toba
Pada Phylogenetic Tree tadi jelas bahwa K-M526* muncul di Sundaland sekitar
50.000 tahun lalu. Haplogroup K menurunkan K1 dan K2, sedang K2 ini juga
dikenal sebagai K-M526*. Adapun K-M526* ini merupakan salah satu Toba
Y-DNA Haplogroups seperti telah dikemukakan di atas. K2 memiliki subclade
utama: K2a, K2b, K2c, dan K2d. Sedang K2a menurunkan NO dan kemudian NO
menurunkan O-M175. Adapun O-M175 menurunkan O-M122, O-M119, dan O-M95*, yang menurut Karafet et al.
(2010) berasal dari Asia Daratan pada masa Pleistosen. O-M122 menurunkan O-P201* dan O-M119 menurunkan O-M110 dan O-P203. Selanjutnya, K2b2 menurunkan R2 (termasuk R-M124) dan R1 (R1a dan R1b).
K-M526* ada pada sebagian populasi di Indonesia. Di
Indonesia Timur dan Tengah, frekwensi K-M526*
ini lebih besar persentasenya. Di Sumatera, frekwensi K-M526* relatif lebih kecil persentasenya seperti yang ditemukan
pada populasi Aceh, Toba, dan Riau. K-M526*
ini diperkirakan lebih awal masuk ke Negeri Toba, tetapi belum ada penelitian
lebih mendalam lagi soal K-M526*
yang ada pada populasi Toba, sehingga masih diberikan tanda (*). K-M526* di Indonesia Barat ini belum dapat dipastikan darimana
datangnya. Bisa saja mereka datang dari daerah Timur di seberang garis Wallace,
karena situasi dan kondisi yang dinamis menjelang tenggelamnya Sundaland tidak
terlalu berpengaruh di daerah tersebut (lihat gambar di atas). Yang jelas,
bahwa K-M526* muncul dan berasal
dari Sundaland dan K-M526* ini
ditemukan dalam Y-DNA Toba di Negeri Toba, yang merupakan kawasan bekas
Sundaland dulu.
Pada gambar Toba Y-DNA Haplogroups di atas
tampak bahwa O-P201*, O-P203, O-M95*, dan O-M110,
kesemuanya sebesar 83,79%. O-P203
diasosiasikan Austronesia, sedang O-M95
diasosiasikan Austroasiatik, dan O-M110
diasosiasikan Tai Kadai. Khusus O-P201* sering
diasosiasikan dengan populasi Sino-Tibetan, Hmong-Mien, atau Han Chinese.
Adapun K-M526*: 13,51% ini muncul di
Sundaland. R-M124: 2,7% diasosiakan
Dravida dari India, Asia Selatan.
Jean A. Trejaut et al. (2014) mengemukakan
bahwa O-M95* bermigrasi dari
Indochina ke Indonesia Barat. O-M95*
bermigrasi melalui Semenanjung Malaka terus ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. O-M95* ditemukan juga pada Toba Y-DNA
Haplogroups. O-M95* ini diperkirakan
lebih dulu bermigrasi sebelum ekspansi Austronesia di sekitar 4.000 - 6.000
tahun lalu, tetapi jarak waktunya tidak jauh antara O-M95* dengan ekspansi Austronesia. Mungkin O-M95* inilah yang ditemukan jejak aktivitasnya berupa pembukaan
hutan kecil-kecilan pada sekitar 6.500 tahun lalu di Humbang, dari Silaban Rura
hingga Siborong-borong, berdasarkan penelitian paleontologi yang dilakukan
Bernard K. Maloney (1979). Permasalahan dari penggunaan data-data fisik seperti
ini bisa saja terjadi bahwa mungkin ada di tempat lain seperti di Toba Holbung,
Samosir, dan Silindung, tetapi belum ditemukan atau sudah hilang akibat proses
alam.
Ekspansi Austronesia, menurut Karafet et al.
(2010), antara lain terdiri dari: O-P203,
O-M110, dan O-P201*. Karafet et al. (2010) menyebutkan bahwa O-P201* ditemukan berbahasa Austronesia
pada populasi Toba dan O-M110 juga
berbahasa Austronesia pada populasi Toba. O-M110
ini ada juga pada populasi Nias dan Mentawai yang mana mereka berbahasa
Austronesia. Kelihatannya O-M110
bermigrasi dari Asia Daratan ke Taiwan dan kemudian dari Taiwan kembali
bermigrasi ke Indonesia Barat dalam ekspansi Austronesia termasuk ke Nias dan
Mentawai. Mengenai O-P203, Karafet
et al. (2010) menjelaskan, bahwa O-P203
ini ditemukan pada mayoritas suku Taiwan Asli yang tentunya berbahasa
Austronesia. Jadi, ketiganya termasuk dalam ekspansi Austronesia ke Indonesia
Barat, yang mana O-P201* dari Asia
Daratan sementara O-P203 dan O-M110 keluar dari Taiwan dalam
ekspansi Austronesia tersebut. Ekspansi Austronesia ke Indonesia Barat ini
berlangsung pada periode 4.000-6.000 tahun lalu (Karafet et al. 2010).
Sebagaimana telah dikemukakan tadi bahwa O-P201* masuk ke dalam ekspansi
Austronesia keluar dari Asia Daratan, maka penelitian Jean A. Trejaut et al.
(2014) menguatkan bahwa O-P201*
memang keluar dari Asia Daratan. O-P201*
berasal dari sekitar Yunnan dan Teluk Tonkin. Dengan demikian, teori Out of
Taiwan tidak sepenuhnya diterima secara genetik, karena ekspansi Austronesia
tidak semuanya keluar dari Taiwan, tetapi ada juga dari Asia Tenggara Daratan
(MSEA) ke Indonesia melalui semenanjung Indocina. Dengan melihat asal dari O-P201* ini, maka terlihat bahwa O-P201* ada kemungkinan bersinggungan
dengan budaya Dong Son, yang berkembang pada abad ke-5 hingga abad ke-2 SM
(Sebelum Masehi) di lembah Song Hong berdekatan dengan Teluk Tonkin, Vietnam.
Hal ini mengingat bahwa populasi Toba didominasi budaya Dong Son. Sedang R-M124
berasal dari dari India, Asia Selatan yang datang sejak millenum pertama
masehi.
Akhirnya, K-M526*
muncul di Sundaland setelah berevolusi. Kemudian keturunannya bermigrasi ke
luar Sundaland (lihat gambar di atas) yang menurunkan O-M175, R, dan
lain-lainnya. O-M175 menurunkan O-M95*,
O-M110, O-P201, O-P203, dan
lain-lain. R menurunkan R-M124, dan
lain-lain. Dengan demikian, maka O-M95*,
O-M110, O-P201, O-P203, dan R-M124 memiliki hubungan paternal
dengan K-M526* yang kesemuanya ada
pada Y-DNA Toba. Keenam populasi ini datang dengan masing-masing rombongan ke
Negeri Toba dan semuanya bercampur hingga membentuk populasi Toba seperti
sekarang ini sesuai dengan apa yang diperlihatkan pada Y-DNA-nya. (*)
Tatiana
M. Karafet et al. (2010) – klik
Tatiana M. Karafet et al. (2014) - klik
Jean
A. Trejaut et al. (2014) - klik
Y-DNA Macro-haplogroup K-M526 originated in Indonesia (2014)
- klik
Dr. Danny Hilman (2013) - klik
Dhani Irwanto (2015) - klik
Haplogroup R (Y-DNA) - klik
Haplogroup R-M124 - klik
Dhani Irwanto (2015) - klik
Haplogroup R (Y-DNA) - klik
Haplogroup R-M124 - klik
* Pemerhati Sejarah Alternatif Peradaban